Musisi Tuntut Aturan PP 56 Soal Royalti Dibatalkan

CNN Indonesia
Senin, 20 Des 2021 18:50 WIB
Aliansi Musisi Pencipta Lagu menuntut pemerintah membatalkan aturan soal royalti yang mengatur korporasi alias pihak ketiga punya kewenangan "terlalu besar".
Indra Lesmana, musisi sekaligus inisiator AMPLI. Aliansi Musisi Pencipta Lagu menuntut pemerintah membatalkan aturan soal royalti yang mengatur korporasi alias pihak ketiga punya kewenangan

Kemudian, apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait tidak diketahui dan/atau tidak menjadi anggota suatu LMK, Royalti dapat digunakan sebagai dana cadangan.

"Sampai saat ini potensi royalti musik yang tidak diklaim jumlahnya sangat besar dan ini akan diklaim menjadi milik LMKN untuk digunakan sebagai dana operasional," kata Endah Widiastuti, musisi dan pencipta lagu yang juga tergabung dalam AMPLI.

Tak Ada Koordinasi

Once Mekel selaku anggota AMPLI menilai bahwa segala sesuatu yang melibatkan atau menggunakan dana dari musisi dan pencipta lagu haruslah transparan dan terbuka. Termasuk bentuk pengembangan yang dilakukan. Hal itu semata-mata agar tidak menimbulkan trust issue di tengah para musisi dan pencipta lagu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami ini selalu dibebani pajak 15 persen, dan itu berlangsung puluhan tahun. Terus terang, dan mungkin ada teman-teman lain, merasa musisi seperti anak tiri ketimbang profesi yang lain. Lalu ketika peristiwa seperti ini saya bermimpi sejak dulu negara mau terlibat tapi kok enggak kelihatan," kata Once.

Once menilai pemerintah mesti menyelaraskan LMKN dan LMK melalui peraturan yang teratur juga sinkron lantaran aturan yang ada saat ini dinilai membingungkan banyak pihak, salah satunya perbedaan fungsi LMKN yang dibangun pemerintah dan LMK yang sudah ada sebelum pemerintah turun tangan.

Once menyoroti potongan yang dibebankan atas royalti para musisi. Pihak ketiga disebut AMPLI mematok potongan 20 persen dari hasil royalti musik yang sebelumnya telah dipotong 20 persen oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

"Dalam UU Hak Cipta, 20 persen bagian untuk digunakan oleh LMKN dalam menyalurkan royalti itu, tapi dalam pasal 21 Peraturan Menteri 2021 LMK tetap memiliki 20 persen, LMKN 20 persen juga, jadi 40 persen. Kenapa itu bisa terjadi? Saya menduga bahwa tidak ada komunikasi LMKN dan LMK," kata Once.

"LMKN bertanggung jawab ke menteri, LMK ke musisi dan pencipta lagu dan pemilik master. Saya berharap negara menengahi hubungan LMKN dan LMK sehingga keluar pertanggungjawaban yang baik," lanjutnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatur pembayaran royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait yang digunakan para pengguna lagu atau musik di karaoke, bioskop, restoran, kafe, pub, kelab malam dan diskotek.

Kewajiban membayar royalti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/ Atau Musik. Dalam beleid yang diteken Jokowi pada 30 Maret lalu tersebut, kewajiban tertuang dalam Pasal 3 ayat 1.

Besaran royalti sendiri ditetapkan LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) yang beranggotakan pencipta dan pemilik hak terkait. LMKN mengumpulkan royalti dari pihak yang menggunakan lagu secara komersial.

Royalti yang telah dihimpun LMKN selanjutnya akan didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota LMK.

Dalam pertimbangan PP-nya, Jokowi menyatakan kewajiban diberlakukan demi memberi perlindungan dan kepastian hukum terhadap baik pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak ekonomi atas karya mereka.

(nly/end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER