Jakarta, CNN Indonesia --
Sutradara Gina S. Noer membeberkan pentingnya edukasi dan Standard Operating Procedure (SOP) anti kekerasan seksual di lingkungan industri film. Dua hal itu diharapkan membuat tak ada lagi pelaku maupun korban kekerasan seksual di industri perfilman Indonesia.
Gina juga mengungkapkan, pelaku industri perfilman yang teredukasi soal anti kekerasan seksual dapat mencegah kejadian tersebut terjadi dan paham cara mendampingi korban dengan baik.
"Seluruh anggota ekosistem perfilman wajib mengedukasi dirinya soal apa itu kekerasan seksual sehingga mereka tak jadi pelaku, tak jadi korban, tak pasif, dan membiarkan (kekerasan seksual) terjadi," ujar Gina S. Noer kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pemegang kebijakan, lanjut Gina, disarankan membuat SOP anti kekerasan seksual. Di dalamnya mesti memuat edukasi kepada pekerja industri perfilman dan membangun posko pengaduan bagi korban atau saksi.
Gina juga menyerukan agar Badan Perfilman Indonesia (BPI) dan asosiasi-asosiasi terkait industri perfilman membuat kode etik dan dewan etik mengenai kekerasan seksual. Kode Etik itu nantinya memuat berbagai ketentuan, termasuk proses korban atau saksi melaporkan kekerasan seksual.
"Sehingga para korban dan terlapor bisa mendapatkan jalur yang formal untuk mendapatkan solusinya," ujar penulis skenario berusia 36 tahun itu.
Gina S. Noer merasa langkah-langkah yang mesti dilakukan oleh industri perfilman terkait kasus kekerasan seksual ini akan lebih baik jika Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) segera disahkan.
"Tentu ini semua akan lebih baik dengan segera disahkannya RUU TPKS yang berpihak pada korban," tegasnya.
Lanjut ke sebelah...
Industri perfilman Indonesia beberapa kali tersandung kasus kekerasan seksual. Gina S. Noer menyebut, banyak faktor yang menyebabkan lokasi syuting rentan jadi tempat pelecehan seksual, seperti jam kerja hingga dominasi laki-laki di industri perfilman.
Namun, dengan adanya internet, terutama media sosial, banyak para korban yang mulai buka suara dan menyadarkan masyarakat soal kekerasan seksual.
"Zaman sudah berubah. Dengan adanya gerakan #MeToo, kemudian orang lebih berjejaring di sosmed/internet, tentu akan membukakan kesadaran untuk bersuara bagi korban," ujar Gina.
Gerakan melawan kekerasan seksual juga kompak disampaikan oleh banyak sineas Indonesia. Seruan ini digaungkan sejumlah rumah produksi film Indonesia, antara lain Rapi Films (Pengabdi Setan, Dear Nathan: Thank You Salma) dan Fourcolours Films (Yuni, Losmen Bu Broto).
Selain itu, sejumlah aktor dan aktris Indonesia turut mendukung gerakan ini. Beberapa di antaranya ada Abimana Aryasatya, Cinta Laura, hingga Susan Sameh yang baru-baru ini mengaku menjadi korban kekerasan di lokasi syuting film.
Melalui unggahan yang senada di media sosial, pada Minggu (6/2), mereka menyerukan undangan terbuka kepada "seluruh anggota ekosistem perfilman Indonesia agar bersama berkomitmen dan mengedukasi diri untuk membangun ruang aman dari kekerasan seksual".
[Gambas:Instagram]
Mereka juga menyertakan keterangan berisi ajakan untuk ikut mendukung kampanye tersebut dengan tagar berpihak pada koran dan ruang aman sinema.
"Kenyataannya kekerasan seksual di ekosistem perfilman masih terus terjadi dan, tanpa kejelasan aturan, semua orang bisa menjadi pelaku atau korban," isi kampanye tersebut.
Dalam kampanye tersebut, mereka menjelaskan sejumlah langkah nyata yang sedang dan akan dilakukan, yaitu menyusun dan mendorong surat pernyataan bersama yang akan ditandatangani seluruh institusi di bawah Badan Perfilman Indonesia (BPI).
Kemudian, membuat pelatihan Anti Kekerasan Seksual untuk anggota ekosistem, mendorong dibuatnya Kode dan Dewan Etik, serta membuat mekanisme pengaduan baik di tingkat asosiasi profesi maupun di skala BPI.