Jakarta, CNN Indonesia --
Bisa dibilang, sudah jodoh bila Jane Campion menjadi sutradara kisah The Power of the Dog. Cerita dari novel rilisan 1967 yang sempat terlupakan oleh publik ini butuh waktu panjang hingga akhirnya bertemu dengan Campion dan rilis sebagai film.
Kepada Hollywood Reporter, Jane Campion mengaku mendapatkan pertama kali kopian dari novel karangan Thomas Savage tersebut dari ibu tirinya. Namun ia tidak tertarik langsung membacanya.
"Sebuah buku bisa berada di lemari saya mungkin dua tahun tanpa saya membacanya," kata Campion.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kemudian, Campion tanpa maksud membaca buku tersebut. Tanpa disangka, ia terpincut, terutama dengan kisah Phil Burbank yang dengan brutal dan pakai tangan kosong mensterilisasi sapi jantannya.
"Saya mulai membacanya dan buku ini dimulai dengan cara teknik kastrasi Phil dan saya berpikir, 'oh ini beda nih'" kata Campion.
Namun buku tersebut kembali ke lemari Campion. Ia pun disibukkan dengan proyek musim kedua serial Top of the Lake yang digarap pada akhir Desember 2016.
Begitu serial tersebut beres dan tayang, Campion mengaku dirinya merasa lelah mengerjakan serial dan rindu mengerjakan film panjang yang berdurasi sekitar dua jam.
Tanpa ia sadari, kisah kekejaman Phil Burbank menghantui dirinya hingga ia mulai membuat sketsa storyboard kisah tersebut.
"Saya tak memikirkannya lagi kecuali saya sadar saya terus mengingatnya dan itu sedikit menghantuiku. Itu teringat dengan cara luar biasa," kata Campion dalam tayangan spesial Behind the Scenes with Jane Campion yang tayang di Netflix.
 Bermula dari tak tertarik, Jane Campion seolah berjodoh dengan The Power of the Dog setelah cerita itu sempat terlupakan oleh publik. (Getty Images via AFP/RICH FURY) |
Dalam catatan produksi dari Netflix yang diterima CNNIndonesia.com, Jane Campion mengaku ada banyak alasan dirinya tertarik dengan The Power of the Dog.
Salah satunya adalah betapa detail Thomas Savage menulis cerita tersebut dan Campion tidak bisa menebak apa yang akan terjadi pada cerita tersebut. Ia bahkan menduga bahwa Savage mengalami sendiri kisah itu.
"Itu bukan hanya cerita koboi dari kehidupan peternakan pada 1925, ini adalah pengalaman hidup dan saya pikir karena itu, saya merasakan kepercayaan yang nyata untuk cerita tersebut," kata Campion dalam catatan produksi.
"Saya suka betapa dalamnya cerita ini mengeksplorasi maskulinitas dan bagaimana ini juga mengisahkan cinta yang tersembunyi," lanjutnya.
Dalam Behind the Scenes with Jane Campion, sutradara asal Selandia Baru ini bahkan menduga lebih jauh. Ia menilai Thomas Savage juga seorang gay, seperti yang dialami oleh Phil Burbank dan yang ditunjukkan oleh Peter Gordon.
 Jane Campion mengaku ada banyak alasan dirinya tertarik dengan The Power of the Dog. (KIRSTY GRIFFIN/NETFLIX) |
Namun pada masa tersebut, disebut Campion, sosial menuntut seseorang berperilaku sesuai dengan norma yang ada. Sehingga, menurut Campion, Thomas Savage yang meninggal pada 2003 mestilah menikah.
Thomas Savage diketahui lahir di Salt Lake City pada 1915 dan sempat tinggal di dekat peternakan di Idaho semasa kecil. Ketika ibunya menikah lagi, mereka pindah ke peternakan di Montana.
Di negara bagian tersebut, Savage tumbuh menjadi seorang penulis hingga bertemu dengan Elizabeth dan mereka menikah pada 15 September 1939.
Akademisi sastra bahasa Inggris University of Montana, O. Alan Weltzien, pernah melakukan wawancara dengan putri Savage dan ditulis dalam tulisannya yang bertajuk Thomas Savage's Queer Country dan rilis pada 2015.
Lanjut ke sebelah..
Weltzien menyebut putri Savage dan Elizabeth menyebut ayah mereka pernah mengaku kepada Elizabeth bahwa dirinya gay sebelum keduanya menikah. Namun Elizabeth merasa bahwa ia bisa 'menyembuhkan' pria itu.
Namun pada 1960, usai 23 tahun menikah, Savage disebut bertemu seorang pria bernama Tomie dePaola yang 20 tahun lebih muda dan mereka saling jatuh cinta. Bahkan, Savage disebut meninggalkan keluarganya selama setahun.
Weltzein pun menyebut bahwa cerita-cerita Savage banyak berkutat dengan kritikan pada maskulinitas, menyinggung homoseksual berkedok homofobia, memiliki karakter feminin yang kuat, hingga pengaburan stereotipe gender konvensional.
Nilai dan ciri karya Savage yang personal itu, diakui Jane Campion, sempat membuatnya bertanya kepada dirinya sendiri.
"Saya bukan pria dan itu [The Power of the Dog] kisah yang maskulin, jadi saya harus berpikir apa yang akan Thomas Savage pikirkan tentang saya mengarahkan ceritanya dan menulis naskahnya?" kata Campion.
"Dan karena menurutku Thomas Savage pria yang cukup feminin, di dunia yang sangat maskulin, saya merasa dia akan senang denganku," lanjutnya.
Campion kemudian berusaha mencari tahu siapa yang memiliki hak cipta akan novel The Power of the Dog. Ia dibantu oleh produser Tanya Seghatchian. Seghatchian ikut terpincut dengan The Power of the Dog usai membaca novel pemberian Campion itu.
Setelah melakukan pencarian, mereka menemukan bahwa hak cipta novel ini dipegang oleh produser asal Kanada, Roger Frappier. Frappier sendiri sudah berusaha untuk mengangkat kisah ini ke gambar bergerak namun tak jua terwujud.
Hingga pada 2017, Campion dan Seghatchian sengaja terbang ke Cannes Film Festival tahun tersebut untuk bertemu dengan Frappier. Mereka bertemu dan berbincang sembari ngopi bareng.
 Nilai dan ciri karya Savage yang personal seperti di The Power of the Dog, diakui Jane Campion, sempat membuatnya bertanya kepada dirinya sendiri. (KIRSTY GRIFFIN/NETFLIX) |
"Ketika agen Jane menelepon saya untuk menanyakan soal hak cipta tersebut, saya hampir jatuh dari kursi. Saya merupakan penggemar berat Jane sejak An Angel at My Table," kata Frapper dalam catatan produksi.
"Saya memiliki rasa hormat dan kekaguman yang begitu besar untuknya. Kami mengadakan pertemuan di Cannes, berbicara selama beberapa waktu dan saya benar-benar merasa bahwa kami berada dalam getaran yang sama soal buku itu dan soal pembuatan film ini," lanjutnya.
"Setelah pekan itu, saya tahu Jane adalah jelas orang yang tepat untuk melakukan film ini. Ini momen luar biasa bagi saya," kata Frapper.
"Saya telah mengembangkan proyek ini selama delapan tahun dan saya tidak pernah puas dengan sebelum-sebelumnya dan saya tiba-tiba merasa, setelah selama ini, bahwa cerita ini menemukan jodohnya," lanjut Frapper.
Setelah itu, persiapan bisnis pun dimulai. See-Saw Films yang bekerja sama dengan Jane Campion dalam Top of the Lake kemudian bergabung dan disusul oleh Netflix. Total, dana US$30 juta mengalir untuk produksi film ini.
Kini, The Power of the Dog menjadi salah satu film terkuat yang diproyeksi memenangkan Best Picture Academy Awards ke-94 alias Piala Oscar 2022, setelah sebelumnya memenangkan berbagai penghargaan di ajang festival film internasional.
[Gambas:Youtube]