Jakarta, CNN Indonesia --
Spencer menggambarkan film artistik belum tentu membuat penonton betah atau berkeinginan menyaksikannya kembali. Film ini apik, tapi akan ada sejuta alasan bagi saya untuk kembali memutarnya lagi.
Spencer seolah dibuat hanya sebagai panggung Kristen Stewart sebagai Putri Diana. Tidak lebih. Selama nyaris dua jam, film ini bisa dibilang hanya menggambarkan serangkaian emosi Diana.
Panggung pertunjukan emosi Diana itu memang jadi tonggak sejarah bagi karier Kristen Stewart. Saya masih ingat betul aksi Stewart dari era Twilight (2008) hingga Charlie's Angel (2019) di mata saya tak ada bedanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dalam Spencer, meski masih ada sebagian gaya yang "Kristen Stewart banget", mantan kekasih Robert Pattinson itu akhirnya bisa saya anggap 'meletek' sebagai aktris.
Segala emosi dan kegundahan mental Diana tergambar jelas dari sorot mata, raut wajah, hingga gerak-gerik yang dimainkan Kristen Stewart. Meski, ada beberapa mimik dan gerak terasa janggal juga tak natural.
Walau begitu, Kristen Stewart jelas bekerja dengan amat keras untuk Spencer dan tampil sangat baik seolah pemain serta karakter lain tidaklah cukup berarti untuk diperhatikan.
Apalagi dengan pengenalan karakter lain yang minim, semakin tenggelamlah tokoh-tokoh itu selain yang mudah dikenali: Charles, Ratu Elizabeth, Harry, dan William.
 Review Spencer: film ini seolah dibuat hanya sebagai panggung Kristen Stewart sebagai Putri Diana. (dok. Shoebox Films/Komplizen Film/FilmNation Entertainment via IMDb) |
Maka sebuah nominasi Oscar kategori Best Actress untuk Kristen Stewart sejatinya adalah hal yang layak didapat aktris tersebut. Namun persoalan apakah ia bisa memenangkannya, itu hal yang lain dan ada banyak faktor untuk bisa menilainya.
Di sisi lain, Spencer juga terlihat dibuat bukan untuk mereka yang minim pengetahuan akan kehidupan Diana dan keluarga Kerajaan Inggris. Sejumlah karakter bercampur aduk antara fakta dan fiksi dalam naskah yang ditulis Steven Knight ini.
Apalagi, ada banyak imajinasi Knight yang sebenarnya ganjil dan irasional untuk dimasukkan dalam latar kehidupan seorang Princess of Wales. Mulai dari keberadaan hantu Anne Boleyn hingga asisten pribadi Diana, Maggie.
Namun di sisi lain, saya bisa memahami mengapa Knight memilih kisah Anne Boleyn untuk menggarisbawahi situasi Diana, serta Maggie yang saya duga hanya sekadar atas nama "keberagaman".
Segala campur aduk fakta-fiksi itu akan membuat Spencer dengan mudah menjebak penonton yang kurang memiliki pengetahuan kisah Diana dan Charles, meski film ini sudah dijelaskan sebagai film fiksi sejarah.
Review Spencer lanjut ke sebelah...
Apalagi, banyak penonton yang akan berharap mendapatkan cerita yang sungguh berasal dari kehidupan Diana dan Charles. Setidaknya, seperti ketika mereka menyaksikan serial The Crown.
Berbicara The Crown, saya harus akui sulit untuk tidak membandingkan Spencer dengan serial hit tersebut.
Dari segi cerita, jelas The Crown lebih masuk akal dan rasional. Sementara dari segi akting, saya masih lebih memilih Josh O'Connor sebagai Pangeran Charles dibanding Jack Farthing.
Namun untuk pemeran Diana, saya masih belum bisa memastikan apakah Elizabeth Debicki bakal tampil prima sebagai Diana dewasa dan mengungguli Kristen Stewart. Apalagi, peran Emma Corrin sebagai Diana di awal pernikahan dengan Charles dalam The Crown Season 4 begitu memikat.
Meski begitu, Spencer menawarkan hal yang lebih personal dan intens dibanding The Crown. Naskah dari Steven Knight dan pengarahan Pablo Larrain untuk mengeksploitasi ketidakstabilan emosi Diana patut diacungi jempol.
Kegelisahan dan rasa tidak nyaman yang dirasakan Diana versi Kristen Stewart ini sampai ke penonton, setidaknya saya. Energi itu sampai berkat aksi prima Stewart, sinematografi dan penggunaan kamera, scoring dan musik, hingga alur cerita.
 Review Spencer: film ini memadukan cerita lambat, sunyi, dan kelam dalam visual yang cerah tapi sendu, fokus pada ekspresi, dan diiringi scoring orkestrasi yang intens. (dok. Shoebox Films/Komplizen Film/FilmNation Entertainment via IMDb) |
Spencer memadukan cerita lambat, sunyi, dan kelam dalam visual yang cerah tapi sendu, fokus pada ekspresi, dan diiringi scoring orkestrasi yang intens.
Sehingga wajar rasanya bila film ini berhasil menuai pujian kritikus karena memang mampu mengeksploitasi jiwa dan emosi manusia dengan cukup baik.
Meskipun bagi saya, narasi alur cerita dalam Spencer mestinya bisa dibuat lebih baik dan tidak hanya fokus mengambil stock shoot pose Kristen Stewart sebagai Diana dalam berbagai baju dan adegan tanpa cerita esensial.
Dengan sajian Spencer ini pula bisa dipahami bila akan banyak penonton, termasuk saya, yang berpikir berulang kali untuk melihat film ini kecuali kondisi terpaksa.
Akhir kata, Spencer akan saya kelompokkan sebagai film terakhir yang saya rekomendasikan untuk mereka yang mencari kedamaian dan hiburan apalagi sebagai pelepas penat, meski ada perubahan suasana mengikuti jiwa Diana yang perlahan menemukan kebebasan.
[Gambas:Youtube]