Menyingkap Tabir Tradisi di Bulan Suro

CNN Indonesia
Sabtu, 30 Jul 2022 09:00 WIB
Dikenal sebagai salah satu perayaan hari besar Islam, 1 Muharam atau 1 Suro juga diselimuti berbagai tradisi hingga pamali.
Ilustrasi. Dikenal sebagai salah satu perayaan hari besar Islam, 1 Muharam atau 1 Suro juga diselimuti berbagai tradisi hingga pamali. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Meski sebagai salah satu momen perayaan hari besar Islam dalam setahun, Tahun Baru Islam atau yang dikenal juga sebagai 1 Muharam atau 1 Suro justru identik dengan ritual tradisional, pamali, mitos, hingga horor.

Nyatanya, berbagai perayaan dan tradisi bukan hanya terjadi di Solo atau pun Yogyakarta. Sejumlah daerah lain di Indonesia juga memiliki tradisi yang tak jauh berbeda dan memiliki makna yang serupa.

Bahkan di luar negeri seperti Iran juga punya tradisi yang dikenal sebagai festival assyura dan diadakan setiap hari Assyura tiba.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Akademisi Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ja'far Assegaf, tradisi pada bulan Muharam tidak terlepas dari kepercayaan akan hari Asyura.

Hari Asyura merupakan hari ke-10 dalam bulan Muharam di penanggalan Hijriah. Meski begitu, hari Asyura disebut Ja'far sudah menjadi bagian dari keyakinan bangsa Arab bahkan semenjak dahulu kala.

Semua didasarkan pada momen-momen bersejarah dalam kitab-kitab suci agama-agama samawi, seperti gelombang banjir bandang Nuh, selamatnya Musa dari kejaran Fir'aun, ketika Ibrahim melawan Namruj, atau saat Yunus selamat dari perut ikan paus.

Menurut Ja'far mengutip kitab al-firdaus bi Ma'tsur al-khitab karya al-Dailami (wafat 509 H), kejadian-kejadian itu diyakini oleh umat agama samawi terjadi pada hari Asyura.

"Kejadian itu bagi mereka sebuah kenikmatan luar biasa, sehingga dijadikan tradisi untuk menyambut keselamatan Musa tadi dengan cara berpuasa," kata Ja'far saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, baru-baru ini.

"Nah di sini, kemudian Nabi Muhammad [bahasa sederhananya] mengatakan 'kami [muslim] berhak [untuk ikut merayakan]. Tapi untuk membedakan, Nabi kemudian menganjurkan puasa di hari 9 dan 10 Muharam, yaitu Tasu'a dan Assyura," katanya.



Sehingga, beragam ritual menyambut Asyura pada Muharam yang kini identik dengan tradisi umat muslim, "awalnya bermula dari tradisi yang mungkin dianggap baik oleh Islam, kemudian dilegalisasi," kata Jafar.

Keistimewaan Muharam semakin bertambah ketika pada 10 Muharam 61 H, cucu Nabi Muhammad, Husein bin Ali, terbunuh. Peristiwa yang dikenal sebagai tragedi Karbala itu menambah makna hari Assyura bagi umat muslim.

Hingga seiring dengan berjalannya waktu, tradisi dalam bulan Muharam juga ikut berkembang.

Di Indonesia sendiri, berbagai adaptasi hingga peleburan budaya Islam dan lokal ikut menciptakan tradisi bulan Suro yang unik. Misalnya saja ada mubeng beteng di Yogya, kirab di Solo, hingga pembuatan bubur Suro yang terdiri dari dua warna.

Namun bukan cuma tradisi, Muharam juga diselimuti dengan berbagai mitos hingga pamali yang terpatri dalam benak masyarakat Indonesia.

Dalam rangkaian artikel bertajuk Sibak Tabir Bulan Suro, Fokus kali ini akan membahas mulai dari asal-usul tradisi Muharam, mencari tahu jawaban di balik banyak pamali, hingga mencari ragam jenis tradisi di bulan Suro.

Masih ada banyak kisah dari budaya Islam dalam Muharam yang belum tergali. Walaupun begitu, sedikit cerita kali ini semoga bisa memberikan pandangan baru bahwa Tahun Baru Islam tidak melulu berkaitan dengan horor malam satu Suro.

(end)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER