Ada di Garuda di Dadaku, Bagaimana Kans Pencipta Apuse Dapat Royalti?

CNN Indonesia
Rabu, 21 Sep 2022 19:35 WIB
Garuda di Dadaku dipakai untuk film dan yel-yel, pihak keluarga tetap berhak berupaya mendaftarkan nama Korinus Mandosir sebagai pencipta sah lagu Apuse.
Garuda di Dadaku dipakai untuk film dan yel-yel, pihak keluarga tetap berhak berupaya mendaftarkan nama Korinus Mandosir sebagai pencipta sah lagu Apuse. (Foto: Arsip Istimewa)

"Nanti bisa dipelajari PP 56 itu yang secara singkat mereka harus mendaftarkan ciptaannya lebih dahulu, mencatatkan, sehingga bisa masuk ke dalam catatan milik LMK," terang Dr. Henry ketika dihubungi oleh CNNIndonesia.com, Selasa (20/9).

"Lalu dengan begitu, dia telah dianggap memberi kuasa secara hukum kepada LMK untuk memperoleh royalti atas penggunaan lagu dia. Termasuk dalam hal ini, lagu yang dipakai oleh NTRL," imbuhnya.

Untuk mempertegas status ahli waris sekaligus menghindari klaim tak berdasar dari pihak lain, Henry juga menjelaskan kiat-kiat yang digunakan untuk mengakui keabsahan nama Korinus Mandosir sebagai pencipta lagu Apuse.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu kiat yang paling mendasar adalah testimoni dari pihak eksternal mengenai proses di balik penciptaan lagu terkait.

"Basis legalnya itu ada. Ada ahli warisnya. Karena, didukung dengan fakta bahwa masyarakat nanti tinggal diminta testimoni saja. Seperti saya pun, saya siap menjadi pemberi testimoni. Saya tahu kalau lagu Apuse itu lagu Papua yang sudah lama," jelas Henry.

"Teman-teman bisa memberikan testimoni untuk memastikan bahwa lagu ini adalah lagu Papua. Dan, baru belakangan, sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesadaran hukum keluarga, ternyata baru menyadari tentang adanya hak di lagu itu," imbuhnya.

Henry juga menjelaskan alasan selama ini hak atas pencipta lagu di daerah non-Jakarta kerap terpinggirkan. Bagi Henry, fenomena seperti ini merupakan produk dari kesadaran atas komersialisasi hak cipta yang belum merata di Indonesia.

"Saya sebagai orang hukum memahami jika masyarakat sudah mengerti nilai ekonominya, maka mereka akan berupaya untuk menjaga dan memanfaatkannya. Kalau tidak melihat ada nilai ekonominya, ya itu akan diabaikan," jelasnya.

"Nah, kesadaran seperti ini mulai terbentuk karena di kota-kota besar seperti Jakarta, industri hiburan itu sangat rakus dalam menggunakan lagu-lagu itu," lanjutnya.

Atas dasar itu, Henry mengaku tak heran jika di kemudian hari terdapat persoalan serupa. Menurutnya, kesadaran seperti ini bisa berkembang jika ada persebaran informasi atas potensi ekonomi yang muncul pada sebuah lagu.

"Dulu 'kan orang abai karena tidak melihat potensi ekonomi pada lagu ciptaan. Tapi dalam perkembanganya pada saat ini, lagu itu punya nilai ekonomi, bahkan dari satu lagu satu saja," ungkap Henry.

"[Kesadaran] punya nilai ekonomi itu baru belakangan ini terbentuk ketika masyarakat sudah membentuk pasar. Nah, perkembangan seperti ini akhirnya terbaca oleh mereka yang di daerah [luar Jakarta]," lanjutnya.

"Jadi tidak heran kalau setelah Apuse nanti akan ada lagi. Itu sejalan dengan perkembangan pemahaman masyarakat dan kesadaran hukum. Mereka paham ada nilai ekonomi, mereka menyadari ada hak hukumnya, pasti akan diurus karena ada nilainya," tambah Henry.

Sebagai informasi, pihak keluarga mendiang Korinus Mandosir Sarumi selaku ahli waris sah untuk lagu Apuse telah menyatakan akan terus melanjutkan upaya untuk mendaftarkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atas penciptaan lagu Apuse.

Yohanis Mandosir, anak kedua mendiang Korinus, menegaskan bahwa upaya itu akan terus berlanjut usai masa berkabung dan pemakaman telah digelar.

"Jadi yang untuk hak cipta itu, intinya kami nanti tetap ikuti untuk kejar ke perwakilan Kementerian [di Jayapura]," terang Yohanis Mandosir ketika dihubungi oleh CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.



(far/pra)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER