Jakarta, CNN Indonesia --
Ada banyak emosi setiap melewati satu demi satu episode serial Monster: the Jeffrey Dahmer Story. Marah, ngeri, jijik, kesal, terharu, hingga berduka mungkin jadi yang paling sering muncul selama mengarungi 10 episode serial ini.
Ryan Murphy dan Ian Brennan selaku kreator serial Monster seolah tak bisa membuatnya lebih mudah lagi bagi penonton, untuk mengisahkan salah satu kasus pembunuhan berantai yang membuat geger masyarakat Amerika Serikat, dan kini dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya akui tak mudah menyelesaikan 10 episode serial Monster ini, apalagi separuh pertama. Bagi mereka yang menilai bahwa serial ini meromantisasi atau seolah jadi pembenaran alasan Jeffrey Dahmer punya sifat psikopat, saya pun tak bisa membantah pendapat itu.
Separuh pertama serial ini memang membahas kehidupan Dahmer sedari kecil, mulai dari perlakuan yang ia terima dari sekitarnya, hingga pembunuhan pertama terjadi, beserta gejolak yang ia rasakan.
Narasi yang dibuat Murphy dan Brennan ini seolah jadi alasan 'manusiawi' kemunculan kepribadian iblis yang dimiliki Dahmer. Meski begitu, cerita belum selesai sampai di situ.
 Review serial Monster - the Jeffrey Dahmer Story: kreator menunjukkan kepada penonton dampak dari kejahatan keji yang dilakukan Dahmer kepada para korban. (COURTESY OF NETFLIX/) |
Bagi saya, titik balik serial ini ada di episode ke-enam. Episode itu mengisahkan --secara fiksi tentu saja-- Dahmer bertemu dengan Anthony Hughes. Di sana, pemahaman dan emosi penonton dimainkan dengan begitu dinamis hanya dalam satu episode.
Setelah episode tersebut, Murphy dan Brennan menunjukkan kepada penonton dampak dari kejahatan keji yang dilakukan Dahmer kepada para korban. Hal itu justru membuat tuduhan 'romantisasi' yang muncul di episode-episode awal tidak begitu berarti.
Hingga akhirnya, standing point dari serial ini adalah untuk membuat penonton ikut merasakan duka dan dampak yang ditimbulkan atas sebuah kejadian paling tidak manusiawi pada saat itu.
Di sisi lain, Murphy dan Brennan juga seolah menampilkan bukan hanya Dahmer yang pernah hidup dan membunuh secara sadis. Ada beberapa kisah pembunuh serial lainnya yang tak kalah sadis dari Dahmer.
Walaupun kisah 'saingan' Dahmer tersebut sebenarnya bisa saja dibuang karena tidak terkait secara langsung dengan inti cerita, namun Murphy dan Brennan seolah ingin menyampaikan pesan tersembunyi.
Apa sebenarnya yang ingin disampaikan Murphy dan Brennan dalam serial yang menjadi kontroversial ini?
Lanjut ke sebelah...
Bagi saya, tanpa membenarkan tindakan Dahmer dan tetap mengutuknya, serial ini menggambarkan hubungan sebab-akibat yang paling nyata terkait keberadaan karakter dan 'jiwa' monster dalam diri manusia.
Karakter Dahmer dalam serial ini, dengan segala kebengisan yang ia telah lakukan kepada 17 korban, adalah monster yang diciptakan dari lingkungan yang tak kalah kejam.
Perundungan, keluarga yang berantakan, orang tua yang toksik, penyalahgunaan obat, bisnis medis yang merusak mental dan psikologi masyarakat, ketidakpahaman dan abai soal kesehatan mental, hingga penghakiman dari masyarakat berdasarkan identitas, secara tidak langsung berkontribusi membentuk monster dalam diri Dahmer.
'Monster' itu terlambat untuk disadari ataupun dicegah. Dalam serial ini, 'monster' itu terlihat tumbuh dan menjadi pembenaran pikiran Dahmer dan melengkapi kecacatan dalam jiwanya, yang kemudian menjadikan pria itu sebagai monster di dunia nyata.
Serial Monster ini juga menunjukkan bagaimana Dahmer bisa bebas bertindak sehingga ada banyak korban karena masyarakat yang terpecah-belah, kebobrokan institusi polisi, hingga mentalitas penghakiman dan merasa paling benar atas segala sesuatu.
 Foto: COURTESY OF NETFLIX/ Dahmer. Monster: The Jeffrey Dahmer Story. Evan Peters as Jeffrey Dahmer in episode 101 of Dahmer. Monster: The Jeffrey Dahmer Story. Cr. 2022 |
Belum lagi trauma yang ditinggalkan Dahmer kepada sekelilingnya. Dalam episode-episode di paruh kedua, Murphy dan Brennan dengan saksama merekam kengerian dan trauma tersebut dan dibawakan dengan sempurna oleh para pemain serial ini.
Pujian saya berikan untuk Niecy Nash sebagai Glenda Cleveland, Khetphet Phagnasay sebagai Southone Sinthasomphone, dan Richard Jenkins sebagai Lionel Dahmer. Selain itu, untuk Evan Peters, performanya sebagai si pembunuh juga patut untuk dipuji.
Murphy dan Brennan seolah menggambarkan, di balik kekejaman Dahmer, ada mereka yang lebih kejam tanpa harus membunuh. Belum lagi nyatanya memang ada orang yang mengidolakan kejahatan Dahmer.
Hingga episode terakhir, serial Monster terasa hadir bukan untuk membenarkan perilaku Dahmer, melainkan memberikan peringatan berdasarkan kejadian yang nyata bahwa 17 korban tak berdosa tersebut ada karena kontribusi banyak pihak.
Meski begitu, Murphy dan Brennan semestinya bisa membuat narasi serial ini dengan lebih efisien sehingga tidak menimbulkan salah persepsi saat menyaksikannya.
Murphy dan Brennan memang terlalu bertele-tele dalam menggambarkan kehidupan si pembunuh berantai semasa kecil.
Dahmer kecil seolah ditampilkan sebagai anak yang lahir akibat penyalahgunaan obat hormon oleh ibunya, serta konflik juga kekerasan dalam rumah tangga yang ia saksikan membentuk persepsi dalam otaknya.
Belum lagi bagaimana Murphy dan Brennan mendramatisasi momen-momen para korban berkenalan dengan Dahmer. Jelas hal tersebut bisa memicu trauma atau paranoid bagi mereka yang merasa terhubung dengan cerita tersebut.
Sehingga wajar sebenarnya bila keluarga korban merasa orang yang mereka kasihi dieksploitasi secara brutal oleh Murphy dan Brennan untuk serial ini. Apalagi, beberapa plot cerita tak sepenuhnya setia dengan fakta, atau perbuatan yang sesungguhnya diakui Dahmer. yang sesungguhnya.
[Gambas:Youtube]
Namun itulah karya seni. Apapun hasil dan tujuannya, bisa menimbulkan persepsi yang berbeda-beda dari masing-masing orang karena sejatinya setiap individu memiliki penilaian dan cita rasanya sendiri.
Terlepas dari itu, serial Monster ini bagai pil pahit untuk kita semua. Bahwa pernah ada seorang 'monster' yang hidup dalam masyarakat yang begitu rapuh sehingga menimbulkan banyak korban tak berdosa.
Selain itu, serial ini memang baiknya dilihat secara bijak, sebagai peringatan dan pengingat kepada setiap individu untuk bisa lebih peduli kepada sesama sehingga penggambaran dalam serial ini tak perlu terjadi di dunia nyata.