REVIEW ALBUM

Berkontemplasi di And In The Darkness, Hearts Aglow dari Weyes Blood

Mohammad Farras | CNN Indonesia
Minggu, 27 Nov 2022 10:25 WIB
Review album: And In The Darkness, Hearts Aglow bukan cuma sajian bermutu dari Weyes Blood, tetapi juga kawan setia berkontemplasi dengan penuh arti.
Review album: And In The Darkness, Hearts Aglow bukan cuma sajian bermutu dari Weyes Blood, tetapi juga kawan setia berkontemplasi dengan penuh arti. (dok. Sub Pop via Twitter @WeyesBlood )
img-title Endro Priherdityo
5
And In The Darkness, Hearts Aglow bukan cuma sajian bermutu dari Weyes Blood, tetapi juga kawan setia berkontemplasi dengan penuh arti.

Pesan Weyes Blood akan penerimaan diri nyatanya tak sesempit itu. Maknanya menjadi begitu luas, berjalan beriringan dengan aransemen musik yang tak main-main.

Produser yang telah lama bekerja sama dengan Weyes Blood, Jonathan Rado, kembali berandil besar dalam meracik nomor-nomor perayaan self-deprecation kali ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun dalam And In The Darkness, Hearts Aglow, Weyes Blood punya porsi jauh lebih besar. Bersama dua produser lainnya, Rodaidh McDonald dan Ben Babbitt, Blood terdengar berani mengeksplorasi progresi nada yang cukup masif.

Upaya itu berhasil. Lagu demi lagu dijahit dengan rapi sesuai dengan porsi dan pesan yang ingin disampaikan.

Hearts Aglow misalnya yang ditempatkan tepat setelah God Turn Me Into a Flower. Kedua lagu ini menilik masa-masa tak mengenakkan dari proses penerimaan diri yang menyesakkan hati.

Dari segi aransemen, dua lagu ini seakan menunjukkan wujud sesungguhnya dari Weyes Blood. Nada-nada vokal nan elektrik khas anti-folk bersanding sepadan dengan bagan lagu yang didominasi oleh crescendo yang elegan.



Pada nomor-nomor selanjutnya, Blood memilih membawa perjalanan penuh kontemplasi ini sedikit berenergi. Ia menggambarkan bahwa setiap perasaan manusia adalah valid dan tak layak tuk disesali.

Usai memberondong dengan beberapa aransemen enam menitan, Mering menjembataninya lewat track empat menit Twin Flame yang diapit dua nomor instrumental pendek sarat arti tersirat.

Twin Flame yang bersuasana elektronika ini jadi anomali dalam keseluruhan album, tapi justru jadi salah satu lagu favorit di album ini. Bukan hanya karena aransemen yang cerdas, melainkan penulisan lirik Mering --yang lagi-lagi-- amat fenomenal.

"Cause we are more than our disguises // We are more than just the pain // And I'm standing here laughing at my shame"

Siapa yang tak merasa tertampar usai mendengarkan lantunan itu dengan nada lirih nan lembut, tapi tetap tajam menikam?

Secara keseluruhan, fleksibilitas dan kelembutan gaya vokal Weyes Blood jadi kekuatan utama dari album ini. Selain itu, struktur penulisan lagu dan instrumentasi tiap lagunya juga menawarkan kebaharuan serta kekayaan yang tak mudah ditemukan setiap hari.

Intuisi Mering sebagai seorang penulis yang apik jelas tergambar nyata melalui lirik-liriknya yang didominasi kekuatan diri sendiri.

Sebagai andalan, lagu Twin Flames, Grapevine, serta It's Not Just Me, It's Everybody adalah pilihan yang tepat untuk mewakili album And In The Darkness, Hearts Aglow.

Hingga pada akhirnya, And In The Darkness, Hearts Aglow dari Weyes Blood tak hanya menawarkan sajian bermutu penuh gizi bagi telinga, tapi juga sebagai kawan setia menikmati sesi kontemplasi diri penuh arti.

[Gambas:Youtube]



(end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER