REVIEW ALBUM

Berkontemplasi di And In The Darkness, Hearts Aglow dari Weyes Blood

Mohammad Farras | CNN Indonesia
Minggu, 27 Nov 2022 10:25 WIB
Review album: And In The Darkness, Hearts Aglow bukan cuma sajian bermutu dari Weyes Blood, tetapi juga kawan setia berkontemplasi dengan penuh arti.
Review album: And In The Darkness, Hearts Aglow bukan cuma sajian bermutu dari Weyes Blood, tetapi juga kawan setia berkontemplasi dengan penuh arti. (dok. Sub Pop via Twitter @WeyesBlood )
img-title Endro Priherdityo
5
And In The Darkness, Hearts Aglow bukan cuma sajian bermutu dari Weyes Blood, tetapi juga kawan setia berkontemplasi dengan penuh arti.
Jakarta, CNN Indonesia --

Butuh waktu bagi saya memberanikan diri mendengar album terbaru Weyes Blood yang rilis pada 18 November 2022, And In The Darkness, Hearts Aglow.

Pasalnya, narasi dan pesan album ini begitu eksplisit: penerimaan diri atas ketidaksempurnaan, dalam lirik demi lirik di 10 lagu. Konsep itu, bagi saya, hal nyaris mustahil yang nyatanya mesti dihadapi seluruh manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lewat 10 lagu, Blood begitu konsisten meramu pedihnya pesan itu dengan gayanya yang anggun nan mempesona.

Pada September lalu, perempuan bernama asli Natalie Laura Mering ini sejatinya telah merilis single pembuka yang bertajuk It's Not Just Me, It's Everybody. Lantunan mendayu khas Blood masih belum menggoyahkan saya kala itu.

Namun begitu memasuki bagian akhir, saat ia melantunkan "Mercy is the only cure for being so lonely / Has a time ever been more revealing / That the people are hurting?", bulu kuduk pun merinding dengan memori kelam masa lalu berhembus.

[Gambas:Youtube]



Hanya dengan satu lagu itu, Blood berhasil memadukan pahitnya kenyataan dengan manisnya menertawakan diri sendiri menjadi sebuah formula yang tepat.

Ia dengan magis mengajak pendengar untuk sadar, bahwa romansa bukan cuma hubungan satu sama lain melainkan memprioritaskan diri sendiri.

Ketika lagu kedua, Grapevine, rilis pada Oktober, manifestasi itu benar-benar terukir. "Sedih terus tapi tetap keren" adalah kesan pertama yang saya rasakan dari Weyes Blood karena lagu itu.

Grapevine bermakna tak berbeda dari lagu sebelumnya. Alih-alih pakai kalimat eksplisit, Blood justru menyisipkan sebuah kebun anggun sebagai simbol kesendirian tiada tara. Sebuah hal yang manusiawi, tapi amat pahit diterima.

[Gambas:Youtube]



Gaya penulisan lirik dari Natalie Laura Mering memang tak banyak berubah sejak album keempat, Titanic Rising (2019). Perpaduan satire, klise romansa, serta rima yang terukur jadi gaya utama Mering kala menuliskan syair lagunya.

Ketika album And In The Darkness, Hearts Aglow rilis pekan lalu, banyak ulasan memuji keberanian Weyes Blood dalam melantunkan syair penuh kejujuran. Hal ini menandakan lagu yang lain tak banyak beda dari dua single sebelumnya.

Saya pun akhirnya merasakan 'siksaan indah' dari album ini. Mendengarkan album ini bagai menjadi momen kontemplasi pribadi, dengan visualisasi imaji pertama yang muncul usai 10 lagu diputar tanpa henti adalah serasa diri ini merekah.

Lanjut ke sebelah...

'Sesi Kontemplasi'

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER