Review Film: Balada Si Roy

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Senin, 23 Jan 2023 20:00 WIB
Review film: Balada Si Roy memang menampilkan suasana dekade '80-an, tapi ceritanya menimbulkan banyak tanya.
Review film: Balada Si Roy memang menampilkan suasana dekade '80-an, tapi ceritanya menimbulkan banyak tanya. (dok. IDN Pictures via YouTube )
img-title Endro Priherdityo
3
Gagasan pencarian jati diri seorang pemuda bernama Roy tertutupi dengan kehebohan 'aksesori' yang ingin dipamerkan dalam Balada Si Roy.
Jakarta, CNN Indonesia --

"Untuk apa semua ini?" tanya Ani.

"Ego." jawab Edi.

Percakapan antara Ani (Febby Rastanty) dan Edi (Yusuf Mahardika) dalam salah satu adegan dalam Balada Si Roy di atas adalah yang paling tepat menggambarkan yang saya rasa selama melihat film 109 menit ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah Roy yang diangkat dari novel Gol A Gong yang hit pada dekade '90-an silam tidak membuat saya merasakan karakternya berbeda atau memiliki ciri khas dari 'pemuda SMA' lainnya yang sudah dikenal luas.

Sama seperti Boy, Rangga, atau Dilan, Roy hanya menggambarkan bagaimana sosok pemuda yang pada kasus ini duduk di bangku SMA, dianggap "edgy" alias keren pada akhir dekade '80-an.

Mungkin Roy bisa menjadi hit dan punya banyak penggemar pada seri novelnya rilis 30 tahun silam. Namun ketika diangkat dalam film yang rilis 2023, saya sendiri mempertanyakan esensi dari film ini.

Pada satu sisi, saya mengapresiasi Salman Aristo sebagai penulis naskah, Fajar Nugros sebagai sutradara, hingga Adib Hidayat sebagai kurator musik, atas riset dan penyusunan unsur budaya dalam film ini sehingga bisa semirip mungkin dengan dekade '80-an.

Hal itu terlihat dari bagaimana gaya busana, rambut, kendaraan, properti, hingga soal musik yang digunakan dalam Balada Si Roy, sudah amat cukup menggambarkan suasana tersebut.

Balada Si RoyReview Balada Si Roy:gaya busana, rambut, kendaraan, properti, hingga soal musik yang digunakan dalam Balada Si Roy, sudah amat cukup menggambarkan suasana dekade '80-an. (dok. IDN Pictures via YouTube )

Komponen ini jelas menjadi nilai tambah bagi mereka yang menghabiskan masa mudanya pada waktu itu atau mereka yang menjadi penggemar dari kisah Balada Si Roy.

Namun suasana tersebut bagi saya terasa tidak optimal lantaran sinematografi yang kelewat mutakhir untuk film ini. Bayangkan menggunakan kamera dan visualisasi standar 2020-an untuk merekam masyarakat dengan gaya dan perilaku 30 tahun silam, saya bagai melihat sebuah pesta kostum atau film televisi di pagi hari.

Mungkin sedikit berkaca pada kisah The Fabelmans yang juga berlatar di masa lalu. Namun film itu tidak berambisi untuk memamerkan kejernihan gambar setinggi mungkin, sehingga nyawa masa lalu itu tak hilang dari cerita.

Kemudian dari segi cerita, saya sebenarnya bingung dengan maksud Salman Aristo menulis cerita film ini. 

Lanjut ke sebelah...

Review Film: Balada Si Roy

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER