Jakarta, CNN Indonesia --
Guardians of the Galaxy Vol. 3 menjadi kado perpisahan yang berkesan dari James Gunn. Ia mencurahkan semua buah pikirnya, seolah menjadi isyarat bahwa kepindahan Gunn ke 'seberang' akan menjadi kehilangan besar bagi semesta Marvel.
Visi dan dedikasi Gunn mengarahkan kisah GOTG selama hampir satu dekade berujung manis. Film ini menutup perjalanan geng Guardians dengan suguhan cerita yang lengkap dan tak kehilangan arah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu ditunjukkan oleh sang sutradara dengan tetap konsisten memusatkan cerita dalam pusaran Star-Lord dkk. Ia bahkan tidak tergoda dengan potensi crossover, suatu hal yang semakin lazim di Marvel Cinematic Universe (MCU).
Alhasil, para penggemar yang sudah mengikuti kisah GOTG sejak awal pun dapat jatuh hati dengan mudah saat menyaksikan GOTG Vol. 3.
James Gunn benar-benar memanfaatkan kedekatan fan dan geng Guardians dengan menyuguhkan cerita yang emosional.
Perasaan emosional itu bahkan sudah terasa sejak lagu hit Creep dari Radiohead mengalun pada pembuka film. Melihat Rocket bersenandung lagu tersebut membuat saya merasa seperti akan dibawa ke sebuah perjalanan terakhir yang penuh emosi.
 Review Guardians of the Galaxy Vol 3:James Gunn benar-benar memanfaatkan kedekatan fan dan geng Guardians dengan menyuguhkan cerita yang emosional. (dok. Marvel Studios via IMDb) |
Dugaan saya sama sekali tak meleset. Misi pemungkas geng Guardians itu sukses membuat emosi naik turun tak karuan.
GUARDIANS OF THE GALAXY 3 |
Pada satu momen, gelak tawa penonton pecah akibat celetukan komikal Drax dengan Mantis atau Nebula dan Star-Lord. Namun tak lama dari itu, penonton menjadi iba hingga geram gara-gara melihat masa lalu tragis kehidupan Rocket.
Terdapat setidaknya dua hal yang bagi saya berpengaruh dalam menciptakan kesan tersebut. Pertama, chemistry geng Guardians sudah begitu teruji sehingga mampu menyuguhkan kedekatan yang alami.
Kedua, kemunculan High Evolutionary sebagai villain Guardians of the Galaxy Vol. 3 juga sangat menawan. James Gunn menciptakan karakter villain itu sebagai seorang ilmuwan yang benar-benar jahat.
Ia begitu kejam, penuh obsesi, menganggap dirinya sebagai Tuhan, dan tidak memiliki satu pun sisi humanis atau kompleksitas moral seperti villain pada umumnya.
 Review Guardians of the Galaxy Vol 3: Karakter High Evolutionary berhasil dibawakan dengan sangat gemilang oleh Chukwudi Iwuji. (dok. Marvel Studios) |
Karakter itu kemudian berhasil dibawakan dengan sangat gemilang oleh Chukwudi Iwuji. Transformasi sang aktor patut diacungi jempol karena tidak ada sedikit pun rasa empati yang muncul dalam diri saya terhadap villain ini.
Kebengisan High Evolutionary didukung dengan latar belakang sang karakter yang digarap teliti. Gunn dan Iwuji menggambarkan High Evolutionary sebagai pencinta musik klasik.
Keputusan itu bagi saya cukup tepat, karena musik klasik memperkuat kesan obsesi High Evolutionary sebagai ilmuwan yang bekerja siang malam demi eksperimennya.
Penutup trilogi tersebut juga menjadi momentum untuk menggambarkan perkembangan para karakter. James Gunn mengemas bagian ini dengan menjahit cerita dengan distribusi yang cukup proporsional.
Lanjut ke sebelah...
Star-Lord, Rocket, Nebula, Gamora, Drax, Groot, Mantis, bahkan Kraglin hingga Cosmo the Spacedog mendapat kesempatan untuk bersinar dengan pertaruhan masing-masing.
Namun di antara semua karakter, saya menilai Nebula punya perkembangan karakter paling apik. Ia berhasil bertransformasi dari robot android pembunuh menjadi makhluk yang lebih humanis.
Perubahan itu pun tidak terjadi secara tiba-tiba. Ia telah melewati berbagai peristiwa dan merasakan kehilangan, hingga akhirnya menemukan jati diri serta memahami arah hidup yang diinginkan.
Peran Teefs, Lylla, dan Floor sebagai tiga hewan yang menjadi subjek eksperimen sekaligus teman Rocket juga mencuri perhatian. Nasib malang yang mereka alami akhirnya menjelaskan masa kelam Rocket yang selama ini misterius.
GOTG Vol. 3 turut menjawab penantian panjang fan akan kemunculan Adam Warlock. Makhluk super yang ikonis itu akhirnya muncul dengan desain karakter dan visual yang tak mengecewakan.
Will Poulter juga berhasil membawa Adam Warlock menjadi karakter yang cukup menjanjikan. Namun, saya tak terlalu puas dengan screen time yang didapat Warlock meski ini baru kemunculan perdana.
[Gambas:Video CNN]
Meski begitu, saya tetap menganggap GOTG Vol. 3 menjadi salah satu penutup trilogi terbaik di MCU. Saya juga tidak bisa mengabaikan sentuhan musik yang sudah menjadi ciri khas saga Guardians.
GUARDIANS OF THE GALAXY 3 |
Setelah mengeksplorasi musik yang didominasi era '70-an untuk dua film pertama, GOTG Vol. 3 menyelipkan lagu-lagu dengan jangkauan era hingga 2000-an.
Sebut saja Crazy on You milik Heart, single hit Earth, Wind, & Fire berjudul Reasons, hingga No Sleep Till Brooklyn yang dibawakan Beastie Boys atau We Care A Lot milik Faith No More.
Kurasi tersebut semakin sempurna karena penempatan lagu yang mendukung adegan maupun emosi yang berusaha ditunjukkan.
Salah satu yang paling berkesan tentu adegan menuju puncak ketika Geng Guardians berhadapan dengan tentara High Evolutionary. Adegan itu memiliki komposisi yang lengkap, mulai dari visual, koreografi, hingga musik yang mengalun di latar.
Sekuens tersebut juga menjadi bukti bahwa James Gunn memiliki sentuhan unik yang begitu menonjol dibanding film-film MCU garapan sutradara lainnya.
[Gambas:Youtube]
Segudang pengalaman manis usai menonton Guardians of the Galaxy Vol. 3 menunjukkan bahwa film ini berhasil menutup saga Guardians dengan indah. Bahkan, saya rasa tak berlebihan jika trilogi ini menjadi salah satu yang terbaik dari MCU.
Di sisi lain, saga GOTG juga menjadi warisan berkesan dari James Gunn yang telah hijrah menjadi co-CEO DC Studios. Dengan rekam jejak ini, kiprah Gunn bersama DC Studios kelak menjadi layak dinanti.
Visi brilian James Gunn lewat Guardians of the Galaxy juga dapat diartikan sebagai isyarat bahwa DC Studios di bawah kendalinya berpotensi 'mendobrak' kemapanan Marvel Studios di industri film superhero.