Review Film: Indiana Jones and the Dial of Destiny

Prabarini Kartika | CNN Indonesia
Jumat, 30 Jun 2023 20:00 WIB
Harrison Ford menggantung lasso dan topi fedora Indiana Jones untuk terakhir kali lewat film Dial of Destiny.
Harrison Ford menggantung lasso dan topi fedora Indiana Jones untuk terakhir kali lewat film Dial of Destiny. (Jonathan Olley / Lucasfilm Ltd.)
img-title Prabarini Kartika
3
Dial of Destiny menjadi film penutup yang baik untuk berpisah dengan Harrison Ford sebagai Indiana Jones.

James Mangold mesti diancungi jempol dalam menutup petualangan terakhir Indiana Jones lewat cerita yang disuguhkan di Dial of Destiny. Ia mengisi kekosongan besar yang ditinggalkan oleh Steven Spielberg, sutradara yang menangani empat film sebelumnya.

Namun, Mangold terasa seperti benar-benar memahami Indiana Jones. Film Dial of Destiny masih menyuguhkan komedi ala Indiana Jones hingga petualangan yang lengkap.

Oleh Mangold, Indiana Jones diberi petualangan di udara, air, dan tentu saja darat. Tentu saja ia tidak lupa untuk memberikan teka-teki yang mesti dipecahkan agar bisa menemukan "harta karun" Archimedes.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mangold juga mengembalikan waralaba Indiana Jones pada fitrahnya dengan membuat sang petualang menghadapi musuh bebuyutannya lagi: Nazi.

Kali ini Nazi itu dihidupkan lewat karakter bernama Jurgen Voller yang diperankan oleh Mads Mikkelsen. Akting Mikkelsen sebagai tokoh antagonis sudah tidak perlu ditanyakan lagi. Ia sudah fasih dalam memerankan villain di film-film sebelumnya, seperti di Hannibal, Casino Royale, hingga Fantastic Beasts 3.

Doctor Jürgen Voller (Mads Mikkelsen) in Lucasfilm's INDIANA JONES AND THE DIAL OF DESTINY. ©2023 Lucasfilm Ltd. & TM. All Rights Reserved.Mads Mikkelsen berperan sebagai mantan Nazi bernama Jurgen Voller. (Lucasfilm Ltd.)

Dalam Indiana Jones and the Dial of Destiny, Jurgen Voller diceritakan memiliki ambisi sejak lama untuk merebut Pelat Archimedes agar bisa kembali ke masa lalu dan "memperbaiki" sejarah.

Ini bukan pertama kali Voller bertemu dengan Indiana Jones ketika Amerika dan Rusia sedang berlomba ke luar angkasa. Keduanya sudah pernah bertemu ketika masih lebih muda, tepatnya di tengah Perang Dunia II.

Pertemuan Indy dan Voller di masa lalu itu membuat artificial intelligence (AI) dan teknologi CGI masuk dan terpaksa mesti membuat wajah keduanya lebih muda. Langkah ini tidak disambut baik oleh para kritikus dan penggemar Indiana Jones.

Saat menonton di layar lebar, wajah Indy dan Voller versi muda memang terlihat agak coak sana-sini. Tapi, saya mesti sepakat dengan pembelaan Harrison Ford. Itu tetap wajahnya ketika masih muda dulu.

Intervensi AI dan CGI untuk mempermuda Indy dan Voller bagi saya tidak terlalu mengganggu. Toh, porsi cerita di zaman Perang Dunia II itu juga tidak terlalu banyak dan membuat penonton terdistraksi dengan wajah "palsu" Indy dan Voller sepanjang film.

Indiana Jones and the Dial of the Destiny mengisahkan Indiana Jones mengajak anak baptisnya, Helena Shaw, berpetualang mencari artefak legendaris demi mengubah sejarah.Tampilan Harrison Ford sebagai Indiana Jones versi lebih muda. (dok. Walt Disney Studios via IMDb)

Pada akhirnya, Dial of Destiny tetap menyuguhkan petualangan yang menyenangkan. Meskipun, menurut saya penutupnya agak kurang memuaskan karena meninggalkan perasaan menggantung usai credit title diputar.

Namun, Dial of Destiny tetap menjadi film penutup yang baik untuk berpisah dengan Harrison Ford sebagai Indiana Jones. Bahkan, bisa dibilang mengharukan.

Lagi-lagi mengutip perkataan Harrison Ford, tidak ada yang bisa menggantikan dirinya sebagai Indiana Jones. Jika bukan Harrison Ford yang bermain, lebih baik tidak usah ada Indiana Jones lagi.



(pra)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER