Oppenheimer ini jelas merupakan film yang ditujukan kepada Amerika karena sejarahnya. Sehingga sebagai orang Indonesia yang mungkin cuma paham sejarah penjajahan Indonesia oleh Belanda dan Jepang, tentu harus mengubek-ubek internet untuk memahami konteks sejarah Amerika, terutama zaman Perang Dunia II.
Hal ini juga terjadi pada saya ketika menonton Oppenheimer pertama kalinya. Jujur saja, saya banyak tidak paham dengan segala bahasa fisika plus perpolitikan Amerika yang ditampilkan maju-mundur dalam film ini. Ketika saya menonton kedua kalinya setelah dibekali baca sejarah ini-itu, barulah saya lebih memahami filmnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ocehan Oppenheimer tidak berhenti ketika Amerika sudah menjatuhkan Fat Man dan Little Boy ke Hiroshima dan Nagasaki. Sekarang dia mesti menghadapi sidang tertutup melawan Komisi Energi Atom (AEC) untuk memperpanjang izin keamanannya. Ia menghadapi musuh dalam selimut dengan Lewis Strauss yang diperankan oleh Robert Downey Jr. dengan apik.
Adegan bolak-balik sidang tertutup Oppenheimer melawan orang suruhan Strauss, sementara Strauss sendiri memperjuangkan kursi di kabinet terus berputar dengan cepat. Adegan sejam terakhir inilah yang menunjukkan keterampilan akting Downey yang setelah 10 tahun terjebak dengan karakter Tony Stark alias Iron Man.
![]() |
Downey sendiri mengakui bahwa ia punya ketakutan kemampuan aktingnya lapuk gara-gara imej karakter Marvel itu terlalu menempel pada dirinya. Namun, Downey membuktikan dirinya sendiri dan juga penonton bahwa ia masih menjadi salah satu aktor kelas atas Hollywood yang patut diperhitungkan setelah mengasahnya kembali lewat karakter Strauss.
Mungkin saja kita bisa menyaksikan Robert Downey Jr. menerima piala di atas panggung Oscar tahun depan untuk kategori pemeran pendukung.
Soal pemilihan aktor, Christopher Nolan tidak memanggil aktor-aktor secara sembarangan untuk bermain dalam filmnya.
Dari Cillian Murphy yang akhirnya mendapat kepercayaan untuk menjadi pemeran utama dan tampil pol-polan, Emily Blunt yang berperan sebagai istri alkoholik tapi menjadi garda terdepan untuk melindungi suaminya, Matt Damon sebagai rekan kerja yang suportif, hingga Florence Pugh sebagai salah satu korban womanizer Oppenheimer.
Tidak lupa dengan para pemeran pendukung. Mulai dari para ilmuwan sekaligus sahabat Oppenheimer, Rami Malek yang membuka tabir kelicikan Strauss, hingga para "musuh" Oppenheimer yang duduk di hadapannya maupun di belakang sidang tertutup.
Oppenheimer is a casting gone right.
Selain itu, Christopher Nolan juga mengambil keputusan yang bijak untuk tidak menampilkan ketika dua bom atom dijatuhkan di Jepang dan juga korban yang berjatuhan akibatnya. Ia tidak mempertimbangkan dari sisi Jepang, tapi lebih karena film itu diambil dari sudut pandang Oppenheimer yang tidak tahu apa-apa hingga mendengar beritanya lewat radio.
Tidak heran jika Jepang punya sentimen terhadap film Oppenheimer hingga saat ini. Peristiwa nahas itu merupakan salah satu sejarah terkelam Negeri Sakura. Bahkan, hingga review ini dipublikasikan, saya bisa memastikan Oppenheimer masih belum tayang di Jepang alias statusnya masih to be determined (TBD).
Api yang diberikan oleh Prometheus yang diberikan kepada manusia, yang awalnya ditujukan kepada Jerman, malah meleset dan dilempar ke Jepang.
Berbeda dari film-film terdahulu Christopher Nolan, Oppenheimer diambil dari kisah nyata. Sehingga, jika tidak paham saat menonton pertama kalinya, penonton bisa berselancar di internet untuk membaca sejarahnya, lalu menontonnya ulang.
Ini juga bisa dinilai sebagai strategi marketing yang baik karena bisa menarik penonton kembali ke bioskop untuk kedua kalinya atau berkali-kali.
Saya bisa menilai bahwa Oppenheimer merupakan salah satu film Christopher Nolan yang sangat saya nikmati, ya, meskipun awalnya sedikit pusing karena plot cerita yang padat. Tetapi itu sudah biasa dalam film-film Nolan.
Gambar yang diambil dengan kamera IMAX 70mm, alunan musik yang intens, akting yang ciamik, hingga dialog yang cepat tapi berisi, membuat Oppenheimer layak ditonton berulang kali di layar lebar.