LSF Buka Suara Soal Peluang Sensor Konten Netflix dkk

CNN Indonesia
Senin, 28 Agu 2023 14:25 WIB
Lembaga Sensor Film menilai peluang sensor konten layanan streaming macam Netflix perlu kajian terlebih dahulu dari segi aturan.
Lembaga Sensor Film menilai peluang sensor konten layanan streaming atau over the top (OTT) perlu kajian terlebih dahulu dari segi aturan. (iStockphoto/simpson33)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Sensor Film menilai peluang sensor konten layanan streaming atau over the top (OTT) macam Netflix dan sejenisnya perlu kajian terlebih dahulu dari segi aturan, dalam hal ini terkait Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Soal OTT ini perlu pembicaraan serius antara Kemenkominfo dan LSF, termasuk nanti kalau ada lembaga-lembaga terkait," kata Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Rommy Fibri Hardiyanto di kawasan Candi Prambanan Yogyakarta, Sabtu (26/8) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Persoalannya adalah, yang lebih penting dari UU ITE harus dikaji, apakah itu cukup atau enggak," lanjutnya.

Kata Rommy, kajian diperlukan guna memperjelas posisi OTT alias layanan streaming yang beredar, apakah cukup bisa dianggap sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), serta apakah ada regulasi turunan yang mengatur PSE tersebut.

Rommy beralasan, mekanisme pengaturan PSE baik lingkup publik maupun pribadi mesti dituangkan dalam regulasi turunan. Intinya, memperjelas kedudukan platform streaming berbayar.

"Misalnya, [jika ada konten bertentangan aturan] bisa dengan mekanisme pelaporan, mekanisme take down. Kemudian kalau lebih jauh lagi bisa ada punishment atau sanksi," kata Rommy.

[Gambas:Video CNN]



"Ini yang harus dikaji, dan mengkaji ini harus serius. Karena bukan soal siapa lembaga yang berwenang menyensor atau apa, tapi bagaimana ini aturan mainnya seperti apa," lanjutnya.

Rommy mengakui selama ini memang belum ada aturan soal OTT secara mendalam, mulai dari aspek perizinan, pengawasan konten baik sebelum maupun sesudah penayangan.

Selain itu, mekanisme penindakan pelanggaran aturan undang-undang dalam konten seperti pornografi maupun pornoaksi disebut Rommy belum diatur secara mendetail.

Hal ini berbeda dengan televisi konvensional ataupun kabel yang sudah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran dengan tugas pengaturan, dan pengawasannya menjadi domain Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

"Nah dalam hal OTT atau video streaming seperti apa? Nah itu yang harus diperjelas. Kalau LSF prinsipnya akan berkolaborasi dengan Kemenkominfo untuk melihat bagaimana pengaturan ini lebih lanjut," katanya.

Sementara itu, menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong, aturan penyensoran layanan streaming film seperti Netflix tidak cukup memakai UU ITE.



"Jadi secara umum sebetulnya bisa meminta take down kalau ada konten yang dilarang," kata Usman saat dikonfirmasi, Senin (14/8).

"Tetapi persoalannya, Netflix adalah film, nah pertanyaannya apakah yang berwenang katakanlah untuk melakukan sensor itu adalah Lembaga Sensor Film (LSF)," lanjutnya.

Dengan begitu, kata Usman, masih belum ada kejelasan siapa yang berhak melakukan penyensoran film di platform streaming berbayar seperti Netflix.

Saat ini, Kominfo masih berkutik dalam sengketa penyensoran, dan mengenai wacana ini pihaknya mengaku "baru dalam tahap gagasan untuk membahas secara serius."

Kendati demikian, Usman berharap tidak ada take down konten di layanan streaming berbayar, melainkan hanya lewat metode sensor dan pencegahan.

(kum/end)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER