Review Film: Concrete Utopia

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Rabu, 30 Agu 2023 20:20 WIB
Review Concrete Utopia, film yang menggali fakta kurang menyenangkan dari sifat manusia saat hadapi bencana dalam balutan black comedy.
Review Concrete Utopia, film yang menggali fakta kurang menyenangkan dari sifat manusia saat hadapi bencana dalam balutan black comedy. (Lotte Entertainment/Climax Studio via Hancinema)
img-title Christie Stefanie
4
Review Concrete Utopia: film yang soroti rasa dilema dan fakta kurang menyenangkan dari sifat manusia saat hadapi bencana.
Jakarta, CNN Indonesia --

Hanya butuh waktu singkat bagi penonton untuk ikut memikirkan langkah yang bakal diambil jika ada dalam situasi yang ditampilkan Concrete Utopia. Mudah pula merefleksikan diri mengenai rasa kemanusiaan yang dimiliki selama ini lewat plot film tersebut.

Alih-alih beri pesan, Concrete Utopia memberikan pertanyaan mengenai kemanusiaan dan rasionalitas lewat begitu banyak kejadian di sepanjang 129 menit film.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Film bertabur bintang ini menampilkan situasi Seoul yang luluh lantak akibat bencana alam luar biasa. Namun ada satu gedung, apartemen Hwang Gung, yang masih berdiri kokoh di tengah puing-puing bangunan lain.

Concrete Utopia tak menceritakan penyebab atau situasi yang terjadi di seputar apartemen sebelum bencana alam. Hal itu dikarenakan film tersebut hanya mengadaptasi bagian kedua dari webtun Pleasant Bullying atau Joyful Outcast karya Kim Sung-nyung.

Sehingga, film ini menampilkan kisah setelah bencana, bagaimana Hwang Gung seperti sebuah surga bagi pemilik unit dan bagai harapan untuk orang-orang bukan pemilik yang mencoba bertahan hidup di sana.

[Gambas:Video CNN]



Kondisi mereka diperparah dingin ekstrem yang bisa dengan mudah membunuh warga jika di luar ruangan pada malam hari. Sehingga, mau tak mau warga bukan pemilik harus mengemis-ngemis kepada penghuni untuk menampung mereka.

Situasi setelah itu berpotensi menghadirkan pengalaman roller coaster emosi bagi penonton karena persediaan makanan yang sejatinya sudah terbatas untuk penghuni, kini harus dibagi dengan warga lain.

Terlebih lagi ada pula warga yang ditolong malah semakin lama berperilaku bak pemilik unit apartemen. Hal-hal tersebut membuat segalanya menjadi kabur mengenai keputusan mana yang paling baik untuk diambil.

Lee Byung-hun dalam film Korea Concrete Utopia. (Lotte Entertainment/Climax Studio via Hancinema)Review Concrete Utopia, film yang menggali situasi kurang menyenangkan dari sifat manusia saat menghadapi bencana.  (Lotte Entertainment/Climax Studio via Hancinema)

Banyak pula isu sosial dan kondisi familier dalam kehidupan sehari-hari ditampilkan dalam film garapan sutradara Uhm Tae-hwa ini, salah satunya adalah diskriminasi dan hierarki dalam masyarakat.

Sifat-sifat manusia, seperti ketamakan, keegoisan, haus kekuasaan, yang mungkin selama ini dipendam imbas situasi atau diredam lewat keyakinan dan agama yang dianut, jadi muncul karena berada dalam situasi terjepit.

"Tak ada bedanya antara pembunuh dan pendeta," dialog dalam Concrete Utopia merujuk pada sistem kehidupan manusia yang menjadi rapuh imbas masa apokaliptik.

"Memang mudah berbuat baik apabila perut kenyang," dialog dalam film tersebut yang mengindikasikan semuanya bisa berubah ketika perut lapar atau ada di kondisi sulit.

Lanjut ke sebelah...

Review Film: Concrete Utopia

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER