Namun, di luar aspek latar dan dialog yang begitu lokal, Budi Pekerti justru membawakan cerita dengan muatan yang universal dan dekat dengan semua orang. Film ini mengangkat isu penting dengan menawarkan perspektif yang cukup komprehensif.
Ceritanya melaju dari peristiwa sehari-hari yang terlihat sepele menjadi persoalan besar dan berdampak bagi Bu Prani. Wregas lewat film ini juga jeli dalam menyuarakan sisi lain fenomena viral di internet dari potongan video yang umumnya tak lebih dari 20 detik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nestapa yang dihadapi Bu Prani seolah menjadi acungan telunjuk kepada penonton--terutama netizen--bahwa jejak jari kita di internet bisa meruntuhkan nasib orang, bahkan hingga keluarganya.
Wregas juga terlihat telah berusaha seadil mungkin dalam menggambarkan fenomena itu. Saya merasa penulisan ceritanya tidak pretensius, meski ada beberapa aspek yang didramatisasi.
Selain itu, Budi Pekerti terasa lengkap karena tidak hanya menunjukkan satu warna saja. Di dalam cerita Bu Prani, ada pula penghormatan terhadap dedikasi seorang guru, komentar untuk media dan aktivisme, hingga popularitas semu di internet.
Berbagai elemen itu dibawakan dengan narasi yang apik dengan beragam cara. Wregas bahkan bertutur melalui bahasa visual: ring light, sumur, hujan, atau nuansa kuning dan biru yang muncul nyaris dalam semua adegan.
Eksplorasi visual itu menjadi poin plus bagi Budi Pekerti, terlebih karena Wregas berusaha selalu menyelipkan makna untuk nyaris semua objek yang dimunculkan dalam film ini.
Pengalaman menonton saya berakhir sempurna berkat adegan penutup Budi Pekerti. Alunan piano Gardika Gigih lewat lagu Dan Hujan I sebagai musik latar merupakan pilihan yang tepat untuk menyimpulkan perjalanan Bu Prani.
Kolaborasi Wregas Bhanuteja di kursi sutradara dengan Gardika Gigih sebagai pengisi musik latar menjadi reuni yang tidak diperkirakan, namun ternyata saya butuhkan.
Detik demi detik menuju akhir cerita film itu menawarkan pengalaman audiovisual magis yang--entah mengapa--terasa emosional dan menyentuh relung hati.
Dengan berbagai nilai plus beserta pujian positif yang membanjiri internet, 17 nominasi Festival Film Indonesia 2023 rasanya menjadi amat bisa dipahami. Budi Pekerti juga berpotensi mendominasi ajang penghargaan tahun ini, atau bahkan melampaui dominasi Penyalin Cahaya dua tahun lalu.