Lee Sun-kyun dan Nestapa di Balik Tuntutan Tampil Sempurna
CNN Indonesia
Jumat, 29 Des 2023 11:49 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Lee Sun-kyun adalah aktor Korea Selatan yang nyaris memiliki jejak karier sempurna sejak merintis pada 2001. (Getty Images via AFP/FRAZER HARRISON)
Jakarta, CNN Indonesia --
Para penggemar film, drama, dan budaya Korea Selatan terguncang pada 27 Desember 2023 pagi. Pagi hari yang sudah berhawa liburan akhir tahun itu digegerkan berita Lee Sun-kyun ditemukan meninggal dunia.
Bagi para penonton drama dan film Korea Selatan, nama Lee Sun-kyun tidak asing. Pria kelahiran 2 Maret 1975 tersebut bisa jadi semacam Brad Pitt dari Korea Selatan. Akting, rupa, dan suaranya menawan.
Lee Sun-kyun ditemukan meninggal bukan karena sakit. Ia diduga mengakhiri hidupnya sendiri, sebuah mimpi buruk yang acap kali terdengar dari industri hiburan Korea Selatan, tapi tetap bikin miris dan sesak di dada para penggemar.
Mungkin banyak yang mengira Lee Sun-kyun adalah orang terakhir yang bisa memilih jalan tersebut.
Meski tengah terlilit kasus dugaan narkoba, sebenarnya Lee Sun-kyun punya harapan untuk bebas. Dua uji narkoba menunjukkan Lee Sun-kyun bersih. Selain itu, polisi Incheon sejatinya juga tidak menangkap tangan Lee Sun-kyun sedang mengonsumsi zat terlarang.
Namun, aktor Korea Selatan yang berhasil menembus panggung penghargaan Amerika Serikat itu diperlakukan sebagai pesakitan semenjak kasus ini muncul pada Oktober 2023.
Lee Sun-kyun (paling kanan) bersama para pemeran Parasite saat memenangkan piala Screen Actor Guild di Los Angeles untuk pertama kalinya bagi sejarah perfilman Korea Selatan. (Gregg DeGuire/Getty Images for Turner/AFP)
Wajah Lee Sun-kyun sudah murung dan tertekan semenjak pertama kali muncul. Ia berbeda jauh dari G-Dragon BIGBANG yang terlilit masalah sama --dan kemudian bebas dari tuduhan-- yang bisa tersenyum dan berpose di depan awak media.
Dari sini, Lee Sun-kyun sudah terlihat terbebani secara mental.
Bila ditilik, logis rasanya Lee Sun-kyun terbawa perasaan akibat kasus ini. Ia adalah aktor Korea Selatan yang nyaris memiliki jejak karier sempurna sejak merintis pada 2001.
Meski tak semua film atau dramanya hit, tapi mayoritas dari mereka menuai respons positif dan dikenang para penonton. Penggemarnya pun setia meski tak masif.
Kehidupan pribadi Lee Sun-kyun juga jauh dari sorotan media gosip dan berita miring. Ia menikah dengan aktris berprestasi, Jeon Hye-jin, pada 2009 dan mendapatkan dua anak hasil perkawinan itu.
Perjalanan karier Lee Sun-kyun terus menanjak hingga ia membintangi Parasite yang mencetak sejarah sebagai film Korea Selatan dan film non-bahasa Inggris pertama yang meraih Piala Oscar di kategori Best Picture, label tertinggi semesta perfilman.
Kehidupan Lee Sun-kyun terasa sempurna hingga seorang manajer klub malam elite Korea Selatan menuding ia menggunakan narkoba selama setahun terakhir dan mengadukannya ke polisi.
Wajah Lee Sun-kyun sudah murung dan tertekan semenjak pertama kali muncul dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkoba. (via REUTERS/YONHAP)
Kesempurnaan hidup Lee Sun-kyun pun terusik. Bagi siapapun yang berada di level yang sama seperti Lee Sun-kyun, tudingan itu mestilah menguras psikis, pikiran, emosi, dan fisik.
Apalagi dalam kehidupan masyarakat Korea Selatan yang menuntut segalanya mesti sempurna, cela sedikit terasa bagai aib yang hina. Hal itu terlihat dari berapa banyak kasus bunuh diri di Korea Selatan.
Bunuh diri di Korea Selatan banyak dianggap sebagai jalan pintas dalam menghadapi tekanan yang muncul, baik dari pekerjaan, ekonomi, sosial, hingga rumah tangga.
Data Korea Disease Control and Prevention Agency yang diberitakan The Korea Herald pada Desember 2023 menyebut, angka bunuh diri di Korea Selatan mencapai 25,2 kasus dalam setiap 100 ribu kematian sepanjang 2022.
Secara sederhana, 36 orang bunuh diri di Korea Selatan setiap 39 menit.
Temuan itu dua kali lipat lebih tinggi dari standar Organization for Economic Cooperation and Development, yakni 10-11 kasus bunuh diri per 100 ribu kasus kematian.
Menurut studi deskriptif kasus bunuh diri di Korea Selatan karya Moon Gil-seong dari National Pension Service dan Profesor Ahn Jeong-yong dari Jeonbuk National University yang rilis pada 2020, ada beberapa penyebab mengapa kasus bunuh diri banyak terjadi di negara itu.
Beberapa penyebabnya adalah karena masalah keluarga, ekonomi, penyakit fisik, masalah kesehatan mental, dan masalah pekerjaan atau karier. Namun menurut data Moon dan Ahn, prevalensi penyebab tertinggi kasus bunuh diri pada 2018 adalah masalah mental sebesar 31,6 persen.
Masalah kesehatan mental inipun dianggap juga dipengaruhi dari bagaimana masyarakat Korea Selatan dalam memandang kehidupan era modern, serta menilai kehidupan orang lain.
Dalam kolom di Korea Times, Deauwand Myers, seorang ekspatriat dan pengajar di Shingu College Korea Selatan, standar kesempurnaan yang dianut orang Korea beserta cara pandanganya bisa dikategorikan toksik.
"Ada sisi gelap dan destruktif dalam negara ini: kebutuhan untuk menjadi sempurna dalam segala hal, dan ini merupakan masalah sosial besar yang perlu diatasi oleh masyarakat dan pemerintah," tulis Myers.
"Gurita obsesi terhadap kesempurnaan ini menjangkau banyak bidang masyarakat Korea," lanjutnya.
Myers menyinggung bagaimana masyarakat Korea Selatan menuntut anak-anak di bawah umur memiliki nilai tinggi di bidang akademis, lalu terkait ribuan pelajar berjuang mati-matian --secara harfiah-- untuk bisa mendapatkan nilai tinggi di ujian masuk universitas.
Masalahnya, begitu ada individu yang tidak mencapai standar tersebut atau memiliki cacat dalam kehidupannya, penghakiman kepada mereka dari lingkungan bisa jadi sangat mengerikan.
Dampak tekanan itupun terlihat dari sebuah kasus di Seoul pada 2011, yakni seorang anak membunuh ibunya sendiri karena terus memaksanya untuk masuk universitas top dan mendapatkan peringkat tertinggi saat ujian. Si anak menyembunyikan bangkai ibunya selama 8 bulan di rumah.
Bila dalam kehidupan pelajar Korea Selatan saja dampak penghakiman berkenaan tuntutan tinggi bisa sebegitu mengerikan, apalagi untuk mereka yang berkarier sebagai idola di industri hiburan yang dikenal mesti tampil tanpa cela?
Sudah jadi rahasia gelap yang umum bahwa industri hiburan Korea Selatan sangat kejam terhadap para pekerjanya. Mereka dituntut memiliki porsi tubuh ideal, warna kulit seperti porselen, performa tampil prima, dan capaian fantastis.
Bila para seleb ini 'apes' karena memiliki skandal atau cacat dalam kehidupan mereka, maka mereka mesti bersiap dengan serangan dan cercaan jahat netizen di dunia maya. Hal ini pun sudah berulang kali terjadi, seperti kepada mediang Goo Hara ataupun Sulli.
Sementara itu, masalah depresi dan kesehatan mental disebut dalam laporan Moon dan Ahn sebagai hal yang tabu di Korea Selatan. Kondisi ini yang membuat penanganan masalah depresi menjadi rendah dan membuat penderitanya memilih jalan pintas.
"Orang Korea cenderung enggan membuat masalah kesehatan mental mereka diketahui orang lain," kata Moon dan Ahn.
Menurut temuan Community Health Survey pada 2013 yang dikutip Moon dan Ahn, ada 5,8 persen warga Korea merasakan dampak depresi, tapi hanya 16 persen dari mereka yang berkonsultasi soal kondisi depresi tersebut ke tenaga medis.
"Stigma bukan hanya mempersulit deteksi dini gangguan tersebut, tapi juga menjadi penghalang akses terhadap layanan kesehatan mental," tulis keduanya yang menyebut penting bagi masyarakat dan pemerintah Korea Selatan membangun "sistem sosial untuk mengurangi stigma dan untuk deteksi dini".
Terlepas dari ketersediaan fasilitas kesehatan mental atau apakah Lee Sun-kyun sempat berkonsultasi terkait tekanan yang ia terima dengan tenaga profesional, kasus ini kembali mengingatkan bahwa selebritas pada dasarnya juga manusia biasa.
Mereka memiliki batasan beban yang bisa dipikul, mereka juga melakukan kesalahan, mereka juga sedih dan stres, sama seperti masyarakat pada umumnya terlepas dari tuntutan pekerjaan sebagai penghibur.
Mungkin saja, masyarakat perlu mengingat satu bait Pretty Hurts (2013) dari Beyonce demi mencegah kasus Lee Sun-kyun terulang lagi di masa depan.
We shine the light on whatever's worst Perfection is a disease of a nation
Infografis - Reputasi Mentereng Lee Sun-kyun yang Abadi. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)