Maraknya orang Minangkabau memakai nama bernuansa Barat atau bule jadi fenomena unik yang kerap dibahas masyarakat. Fenomena itu juga telah bertahan lebih dari puluhan tahun hingga sekarang.
Beberapa figur publik keturunan Minang bisa menjadi bukti karena nama-nama mereka punya nuansa orang Barat, seperti Nikita Willy, Jefri Nichol, Vidi Aldiano, hingga politisi Faldo Maldini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga asli Indonesia dan belum tentu mempunyai garis keturunan orang luar negeri.
Namun, jika ditarik lebih jauh, penamaan orang-orang Minang ala Barat bukan tanpa sebab. Sejarah di tanah Minangkabau turut andil dalam menciptakan fenomena itu.
Awalnya, masyarakat Minangkabau memegang kearifan lokal yang dikenal dengan falsafah Alam Takambang Jadi Guru dalam pemberian nama, yang kemudian berkembang ke nama-nama nabi atau sahabat rasul menyusul masuknya Islam ke Minangkabau.
Namun, semua berubah sejak kemunculan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1960-an. PRRI pada masa itu dianggap sebagai gerakan separatisme yang mengancam Republik Indonesia.
Pemerintah pusat lantas menyikapi munculnya PRRI lewat pendekatan militer. Gerakan yang berbasis di tanah Minang itu ditumpas dengan operasi militer hingga PRRI lenyap.
Operasi militer itu bukan akhir dari sikap pemerintah pusat terhadap orang-orang Minangkabau. Sejarawan Gusti Asnan dalam Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat Tahun 1950-an (2007) mengatakan peristiwa militer itu sempat memicu kecurigaan dari pemerintah terhadap orang Minang.
Pemerintah lantas berusaha mengendalikan situasi pasca-PRRI dengan mengirim banyak personel militer dan pejabat dari Jawa ke Minang.
Imbasnya, pada akhir 1960-an, masyarakat Minangkabau berusaha mencari cara supaya terbebas dari jeratan militer. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan melepas identitas Minang mereka, seperti mengganti nama.
Lanjut ke sebelah...