Orang Minangkabau yang awalnya memakai nama dengan kearifan lokal, nuansa Islam dan Arab, atau suku (klan), seperti Koto, Chaniago, Tanjung, Sikumbang bertransformasi.
Sebagian dari mereka memilih nama Jawa demi menyamakan identitas dengan pemerintah. Tak sedikit pula yang memilih menggunakan nama-nama bernuansa Barat.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tren itu akhirnya menjadi fenomena sosial, melahirkan nama-nama seperti Bastian, John, Nikhol, Maldini, Vidi, Willy, Edwar, Loeis, hingga Sandhy.
Nama-nama itu juga membuktikan orang Minang tidak mengadopsi unsur Barat secara mentah. Dalam perkembangannya, nama-nama ala Barat itu muncul berkat ide dan kreativitas masing-masing.
Dalam laman STEKOM, orang Minang ditulis kerap menyingkat nama atau membuat akronim dari nama panjang sebagai panggilan, seperti Hamka yang jadi singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amarullah.
Faldo Maldini jadi contoh lainnya. Ia mengaku bahwa nama itu diberikan karena bertepatan dengan momen kelahiran pada final Piala Dunia 1990 di Roma yang disiarkan malam dini hari waktu Indonesia.
Nama Faldo Maldini kemudian dipilih karena menjadi akronim dari "Final Piala Dunia di Roma Malam Dini Hari".
Beberapa nama itu juga mengubah ejaan versi Barat menjadi versi lokal, seperti Michael menjadi Maikel, Nicole menjadi Nikhol, atau Edward menjadi Edwar.
Model penamaan orang Minang itu kemudian bertahan hingga era sekarang. Namun, banyak pula orang-orang Minang yang kini menamai anaknya dengan bahasa modern hingga nama-nama dari bahasa Sanskerta.
Di sisi lain, masih banyak pula hingga kini yang menggunakan nama suku sebagai nama belakang mereka, seperti Andrinof Chaniago, Irma Chaniago, Zulhevi Sikumbang, dan banyak lagi.
(frl/chri)