Jakarta, CNN Indonesia --
Film Agak Laen memang agak lain dibanding film komedi lokal yang saya lihat sedekade terakhir. Di tengah film komedi lokal dengan jenaka yang maksa, Agak Laen datang dengan lelucon skala amat keseharian.
Saya angkat topi untuk Muhadkly Acho yang menggarap dan menulis Agak Laen dengan sangat matang, rapi, keep it simple and to the point. Hal ini memudahkan penonton untuk langsung terhubung dengan alur cerita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penilaian itu terlihat dari bagaimana saya dan penonton lainnya dengan mudah memahami cerita, obrolan, dan candaan lainnya meski menggunakan logat kedaerahan atau sindiran-sindiran di dalam obrolan tongkrongan.
Lewat Agak Laen, Acho menggambarkan dengan baik bagaimana Indonesia adalah negara yang sangat plural dan beragam, dengan masyarakat yang memang terbiasa akan keberagaman tersebut.
Memang ada beberapa sindiran halus soal identitas tertentu, tapi semua itu terasa tidak melewati batas. Acho menunjukkan dengan jelas, bagaimana identitas yang sensitif sebenarnya bisa dibawakan dengan santai tanpa harus pakai urat.
Cara Acho dalam menulis Agak Laen ini sebenarnya bukan barang baru. Trio legendaris Warkop DKI adalah salah satu pelaku hiburan modern yang menggunakan cara ini, sementara untuk versi tradisional ada kelompok Srimulat. Dan mereka sukses di pasaran.
 Review Film Agak Laen (2024): cerita Muhadkly Acho tak akan bisa terejawantahkan dalam gambar bergerak bila tidak ada kuartet Boris Bokis, Indra Jegel, Bene Dion, dan Oki Rengga. (Imajinari) |
Meski begitu, cara mengemas komedi keseharian dan diangkat ke layar lebar bukan perkara gampang. Ada banyak sineas dan komedian sebelumnya menggunakan formula serupa, tapi sedikit yang bisa menuai kesuksesan apalagi menjaganya.
Muhadkly Acho adalah salah satu di antara orang yang sedikit itu. Namun tentu saja, cerita Acho tak akan bisa terejawantahkan dalam gambar bergerak bila tidak ada kuartet Boris Bokis, Indra Jegel, Bene Dion, dan Oki Rengga.
Keempatnya yang sudah bekerja sama dalam siniar populer Agak Laen ini tak perlu diragukan chemistry ataupun karakter khasnya masing-masing. Acho paham betul potensi kuartet ini dan berhasil memasaknya dengan baik.
Alhasil, kuartet ini bisa membawakan konsep dan lelucon keseharian tanpa harus banyak menggunakan slapstick yang masih diandalkan sebagian besar tayangan hiburan di Indonesia.
[Gambas:Video CNN]
Muhadkly Acho juga lulus dalam memformulasikan komedi verbal dan slapstick dengan baik. Formula ini jelas sangat tricky dan peramunya mesti jeli dalam menentukan penggunaannya.
Komedi slapstick memang mudah membuat tawa terutama untuk masyarakat awam, tapi rentan membuat karya kehilangan esensi. Akan tetapi, tayangan komedi verbal dengan materi ala stand-up juga memiliki jangkauan penonton yang terbatas.
Chemistry kuartet Agak Laen membantu Acho dalam membawakan komedi slapstick tersebut lewat mimik, akting, tingkah laku, hingga koneksi di antara mereka. Hal ini persis seperti yang dilakukan trio Warkop DKI dalam film-film legendaris mereka dulu.
Lanjut ke sebelah...
Apalagi dengan lelucon percakapan ala masa kini yang disisipkan oleh Muhadkly Acho, maka pertahanan humor saya dengan mudah jebol tak sampai setengah jam pertama. Maka wajar, studio bisa terisi penuh dan berbagai tawa kencang menggema hingga akhir.
Meski begitu, hal yang saya sebenarnya tak duga dari Acho adalah ia juga berhasil membawa unsur horor dan drama dalam film ini. Pengalaman dirinya terlibat dalam berbagai produksi drama dan horor rasanya benar-benar bermanfaat dalam Agak Laen.
Unsur horor yang dibawa Acho cukup membuat saya kagum. Acho bisa menggunakan jumpscare atau membangun nuansa horor yang sederhana, tapi mengena. Asli, modalnya 'hanya' riasan, posisi kamera, timing, dan sedikit scoring juga efek, tapi bisa bikin agak kaget.
Sementara itu, Muhadkly Acho juga tampak tak ingin sekadar membuat film ala-ala horor dengan komedi di dalamnya. Drama yang bisa menggoyang kantong air mata pun dengan pas ia masukkan dalam naskah.
Beruntungnya, Oki Rengga sebagai pion yang memainkan bagian tersebut bisa membawakannya dengan cukup baik. Entah karena memang parasnya sangat mendukung narasi atau karena naskahnya luar biasa, saya hanya bisa bilang "super!".
Saya sangat mengapresiasi kru kreatif seperti desain produksi, kostum, tata rias, hingga lighting dan tata suara Agak Laen untuk skala produksi yang sebenarnya terbilang sederhana, tapi efektif dan efisien.
 Review Film Agak Laen (2024): Muhadkly Acho bisa menggunakan jumpscare atau membangun nuansa horor yang sederhana, tapi mengena. (Imajinari/Syafira Muthiary) |
Selain itu, penggunaan bahasa isyarat dalam film ini juga jadi sebuah contoh baik dan bukti nyata niat membangun lingkungan film yang lebih inklusi.
Hal lain yang juga saya suka dari Agak Laen adalah sinematografinya. Arfian jelas tak butuh permainan cahaya yang berlebihan supaya lebih dramatis demi menampilkan sajian memanjakan mata dan menguatkan cerita Agak Laen.
Dari seluruh tampilan Agak Laen, saya merasa Muhadkly Acho masih bisa memadatkan cerita film ini menjadi lebih ringkas tanpa harus banyak basa-basi di bagian tengah cerita. Namun itupun sebenarnya tak sampai mengurangi pengalaman menikmati film ini.
Hanya saja, saya berharap film sekualitas Agak Laen ini tidak hanya berhenti kali ini saja atau baru akan muncul lagi sedekade kemudian. Selain itu, Acho jelas juga akan diberikan ekspektasi tersendiri dari penonton usai film ini dirilis, tinggal bagaimana ia akan menjaga capaian pasca Agak Laen di masa depan.
Hingga akhirnya, Agak Laen menjadi film yang memang agak lain untuk industri film Indonesia saat ini. Bukan hanya menyajikan film dengan naskah matang dan baik, tapi juga bisa menjangkau serta menghibur penonton yang berujung mendulang pundi-pundi.
Memanglah, agak laen kawan kita satu ni.
[Gambas:Youtube]