Review Serial: Live Action Avatar the Last Airbender (2024)
Review di bawah ini mengandung spoiler/beberan.
Meski mendapatkan ulasan miring para kritikus, live action Avatar: The Last Airbender menjadi serial yang benar-benar bisa saya nikmati hingga akhir. Nostalgia dirasakan begitu kuat bagi fan animasi yang tayang hampir dua dekade lalu.
Mengadaptasi animasi legendaris yang begitu dicintai penggemar bertahun-tahun tentu bukan hal mudah dan menjadi tanggung jawab besar bagi para tim produksi serta bintangnya.
Mereka harus tetap bisa membuat para fan terhibur dan bernostalgia dengan tontonan favorit, tapi juga bisa menarik perhatian penonton baru.
Serial yang digarap Albert Kim ini jelas terlihat menjaga supaya inti cerita Book One: Water versi original tetap tersampaikan dalam live action, meski memiliki penceritaan dan perspektif baru.
Penceritaan berbeda jelas terlihat atau terdengar sejak opening credits hingga episode kedelapan musim pertama berakhir.
Hal tersebut juga membuat live action menghadirkan beberapa karakter yang sesungguhnya tak muncul pada Book One, jadi muncul pada musim pertama live action Avatar: The Last Airbender.
Kendati demikian, perubahan-perubahan tersebut masih menyatu dengan jalan cerita karya original. Begitu pula dengan penambahan cerita untuk memperdalam kisah para karakter yang tetap amat bisa dinikmati.
Pendalaman dan sudut pandang baru tersebut bisa dibilang terasa amat baik untuk kisah Air Nomads, Aang terutama saat bersama Gyatso, serta Zuko dan prajurit Negara Api yang menemaninya.
Walau memiliki penceritaan berbeda, tim produksi memastikan visual dalam live action tetap ciamik. Penggambaran dari tiap tribe, seperti kawasan, pakaian, hingga properti mereka benar-benar seperti dalam versi animasinya.
Apresiasi saya berikan kepada tim casting. Bintang-bintang muda; Gordon Cormier, Kiawantiiio, Ian Ousley, dan Dallas Liu, bisa menghidupkan dengan baik karakter mereka masing-masing, Aang, Katara, Sokka, dan Zuko.
Menghadirkan aktor dengan usia yang tak jauh dari karakter original membuat adaptasi jadi natural. Terutama Gordon sebagai Aang yang tampak bersenang-senang bak anak seusianya dengan segala keusilannya.
Secara khusus, saya memberikan apresiasi kepada Dallas Liu. Dalam beberapa kesempatan, ia mengaku sebagai fan animasi Avatar: The Last Airbender. Hal tersebut ia buktikan saat berakting sebagai pewaris takhta Negara Api. Dallas Liu adalah Zuko.
Pujian setinggi-tingginya juga saya berikan kepada dua aktor senior Paul Sun-Hyung Lee dan Lim Kay Siu yang amat ciamik memerankan Uncle Iroh dan Monk Gyatso. Kehadiran mereka selalu sukses membuat adegan begitu heartwarming.
Begitu pula dengan Arden Cho sebagai June dan Maria Zhang sebagai Suki.
Unsur lain yang membuat fan bisa mudah bernostalgia adalah scoring dan sound effect yang begitu familier di telinga. Tim produksi tanpa disangka memasukkan instrumental untuk salah satu adegan paling menyedihkan dalam serial baik versi animasi dan live action.
Aspek lain yang patut dipuji adalah bending (pengendalian elemen). Tim produksi dan para pemain jelas terlihat bekerja keras memastikan bending tampak riil di depan kamera melalui banyak pelatihan seni bela diri, seta didukung CGI dan VFX yang mulus.
Lanjut ke sebelah...