Penjelasan Ending Conclave

CNN Indonesia
Kamis, 06 Mar 2025 19:30 WIB
Conclave resmi tayang di bioskop Indonesia sejak 26 Februari 2025. Film ini menuai banyak pujian atas kisahnya yang penuh intrik dan drama dalam rapat pemilihan Sri Paus. (dok. Focus Features via IMDb)
Jakarta, CNN Indonesia --

Conclave resmi tayang di bioskop Indonesia sejak 26 Februari 2025. Film ini menuai banyak pujian atas kisahnya yang penuh intrik dan drama dalam rapat pemilihan Sri Paus.

Film ini dibintangi Ralph Fiennes sebagai Thomas Lawrence, Stanley Tucci sebagai Aldo Bellini, John Lithgow sebagai Joseph Trembley, Sergio Castellitto Goffredo Todesco, and Isabella Rossellini sebagai Suster Agnes.

Conclave merupakan film yang digarap oleh Edward Berger dan ditulis oleh Peter Straughan berdasarkan novel bertajuk sama karya penulis dan jurnalis asal Inggris, Robert Harris.

Kala dirilis pada 29 November 2024, Conclave mendapatkan berbagai pujian. Bahkan dalam laman Rotten Tomatoes per Selasa (25/2), film ini mendulang nilai 93 persen dari 311 ulasan yang membuatnya mendapatkan label tomat segar.

Conclave juga dinobatkan sebagai salah satu dari 10 film teratas tahun 2024 oleh National Board of Review dan American Film Institute. Dalam Oscar 2025, Conclave mendapatkan 8 nominasi, termasuk Best Picture.

Ending Conclave menampilkan Kardinal Tedesco menyerukan perang terhadap Islam yang ia anggap sebagai bagian dari kelompok ekstremis  (dok. Focus Features via IMDb)

Penjelasan ending Conclave

Ending Conclave dimulai setelah para kardinal yang sedang rapat menentukan pemimpin Gereja Katolik berikutnya mendadak diserang ledakan. Ledakan tersebut adalah bagian dari serangkaian bom bunuh diri yang dilakukan ekstremis di seluruh penjuru Eropa.

Sejumlah kardinal kemudian berkumpul di sebuah ruangan. Mereka membahas soal kejadian tersebut dan apa yang harus dilakukan oleh Gereja Katolik berikutnya, termasuk kelanjutan konklaf.

Dalam rapat tersebut, Kardinal Tedesco menyerukan perang terhadap Islam yang ia anggap sebagai bagian dari kelompok ekstremis. Gagasan tersebut membuat para kardinal gempar.



Kardinal Benitez kemudian berdiri menolak gagasan tersebut. Ia yang pernah bertugas di Kabul, Afghanistan, percaya bahwa kekerasan tidak semestinya dilawan dengan kekerasan.

Selain itu, Kardinal Benitez yang selama ini diam dan tak populer, juga dengan blak-blakan menentang para kardinal yang dengan tanpa malu bermanuver politik di atas kepentingan agama Katolik yang sedang vakum kepemimpinan.

Pidato Kardinal Benitez rupanya menggugah para kardinal lainnya. Dalam pemilihan suara berikutnya, namanya memenuhi syarat minimal suara untuk menjadi Sri Paus. Seluruh kardinal pun bertepuk tangan mengelilingi Benitez.

Kardinal Lawrence sebagai Dekan Dewan Kardinal kemudian mendatangi Benitez dan bertanya kepadanya nama kepausan yang ia pilih. Benitez kemudian menjawab, Innocent.

Setelah itu, Kardinal Lawrence berbincang dengan Monsinyur Raymond O'Malley. Monsinyur melaporkan temuan yang ia luput sampaikan terkait Benitez kepada Lawrencen, terutama soal misteri kunjungan medis Benitez ke Zurich.

Mendapatkan informasi yang diberikan Monsinyur, Kardinal Lawrence kemudian mendatangi Benitez yang sedang mempersiapkan diri sebelum benar-benar menyapa umat Katolik di Lapangan Santo Petrus sebagai Paus Innocent.

Kardinal Lawrence mempertanyakan, apa alasan Benitez melakukan tindakan medis di Zurich. Benitez pun kemudian mengakui bahwa dirinya melakukan hampir melakukan operasi histerektomi laparoskopi.

Lanjut ke sebelah...

Interseks


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :

TOPIK TERKAIT