Jakarta, CNN Indonesia --
Conclave resmi tayang di bioskop Indonesia sejak 26 Februari 2025. Film ini menuai banyak pujian atas kisahnya yang penuh intrik dan drama dalam rapat pemilihan Sri Paus.
Film ini dibintangi Ralph Fiennes sebagai Thomas Lawrence, Stanley Tucci sebagai Aldo Bellini, John Lithgow sebagai Joseph Trembley, Sergio Castellitto Goffredo Todesco, and Isabella Rossellini sebagai Suster Agnes.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Conclave merupakan film yang digarap oleh Edward Berger dan ditulis oleh Peter Straughan berdasarkan novel bertajuk sama karya penulis dan jurnalis asal Inggris, Robert Harris.
Kala dirilis pada 29 November 2024, Conclave mendapatkan berbagai pujian. Bahkan dalam laman Rotten Tomatoes per Selasa (25/2), film ini mendulang nilai 93 persen dari 311 ulasan yang membuatnya mendapatkan label tomat segar.
Conclave juga dinobatkan sebagai salah satu dari 10 film teratas tahun 2024 oleh National Board of Review dan American Film Institute. Dalam Oscar 2025, Conclave mendapatkan 8 nominasi, termasuk Best Picture.
 Ending Conclave menampilkan Kardinal Tedesco menyerukan perang terhadap Islam yang ia anggap sebagai bagian dari kelompok ekstremis (dok. Focus Features via IMDb) |
Penjelasan ending Conclave
Ending Conclave dimulai setelah para kardinal yang sedang rapat menentukan pemimpin Gereja Katolik berikutnya mendadak diserang ledakan. Ledakan tersebut adalah bagian dari serangkaian bom bunuh diri yang dilakukan ekstremis di seluruh penjuru Eropa.
Sejumlah kardinal kemudian berkumpul di sebuah ruangan. Mereka membahas soal kejadian tersebut dan apa yang harus dilakukan oleh Gereja Katolik berikutnya, termasuk kelanjutan konklaf.
Dalam rapat tersebut, Kardinal Tedesco menyerukan perang terhadap Islam yang ia anggap sebagai bagian dari kelompok ekstremis. Gagasan tersebut membuat para kardinal gempar.
[Gambas:Video CNN]
Kardinal Benitez kemudian berdiri menolak gagasan tersebut. Ia yang pernah bertugas di Kabul, Afghanistan, percaya bahwa kekerasan tidak semestinya dilawan dengan kekerasan.
Selain itu, Kardinal Benitez yang selama ini diam dan tak populer, juga dengan blak-blakan menentang para kardinal yang dengan tanpa malu bermanuver politik di atas kepentingan agama Katolik yang sedang vakum kepemimpinan.
Pidato Kardinal Benitez rupanya menggugah para kardinal lainnya. Dalam pemilihan suara berikutnya, namanya memenuhi syarat minimal suara untuk menjadi Sri Paus. Seluruh kardinal pun bertepuk tangan mengelilingi Benitez.
Kardinal Lawrence sebagai Dekan Dewan Kardinal kemudian mendatangi Benitez dan bertanya kepadanya nama kepausan yang ia pilih. Benitez kemudian menjawab, Innocent.
[Gambas:Youtube]
Setelah itu, Kardinal Lawrence berbincang dengan Monsinyur Raymond O'Malley. Monsinyur melaporkan temuan yang ia luput sampaikan terkait Benitez kepada Lawrencen, terutama soal misteri kunjungan medis Benitez ke Zurich.
Mendapatkan informasi yang diberikan Monsinyur, Kardinal Lawrence kemudian mendatangi Benitez yang sedang mempersiapkan diri sebelum benar-benar menyapa umat Katolik di Lapangan Santo Petrus sebagai Paus Innocent.
Kardinal Lawrence mempertanyakan, apa alasan Benitez melakukan tindakan medis di Zurich. Benitez pun kemudian mengakui bahwa dirinya melakukan hampir melakukan operasi histerektomi laparoskopi.
Lanjut ke sebelah...
Benitez mengatakan dirinya semula tak mengetahui situasi tersebut sampai ia menjalani operasi usus buntu. Ia pun kemudian membuat janji untuk menjalani operasi histerektomi di Zurich, tapi kemudian ia batalkan.
Benitez menyebut dirinya membatalkan operasi tersebut karena merasa Tuhan menciptakan dirinya dalam kondisi tersebut. Hal ini juga sudah diketahui oleh Sri Paus sebelumnya dan keputusan Benitez juga mendapatkan dukungan dari Sri Paus.
Kardinal Lawrence pun menerima jawaban tersebut dan membiarkan Paus Innocent menyapa umat Katolik.
 Ending Conclave: Kardinal Benitez yang selama ini diam dan tak populer, juga dengan blak-blakan menentang para kardinal yang dengan tanpa malu bermanuver politik di atas kepentingan agama Katolik yang sedang vakum kepemimpinan. (dok. Focus Features via IMDb) |
Plot twist dari Kardinal Benitez
Dalam ending tersebut, Kardinal Benitez menjadi plot twist penting dalam Conclave. Kardinal Benitez mengakui bahwa dirinya lahir sebagai interseks.
Interseks merupakan istilah yang menggambarkan seseorang lahir dengan dua kelamin berbeda. Kasus ini terjadi sekitar 1 dari 1.000 bayi yang lahir di seluruh dunia. Hal ini terjadi karena perubahan genetik terutama kromosom penentu jenis kelamin.
Pada kondisi Kardinal Benitez, ia mengakui bahwa dirinya lahir sebagai laki-laki yang memiliki rahim. Namun ia baru mengetahui itu kala dirinya sudah dewasa.
Untuk menangani kondisi interseks yang dialami Kardinal Benitez, tindakan medis seperti histerektomi atau pengangkatan rahim bisa dilakukan bila yang bersangkutan lebih memilih untuk mempertahankan organ reproduksi laki-laki.
Namun karena Kardinal Benitez memutuskan untuk membatalkan operasi tersebut dengan alasan dirinya diciptakan seperti itu, maka ia masih sebagai interseks saat menjadi pemimpin Gereja Katolik yang baru.
[Gambas:Video CNN]
Makna nama "Innocent"
Nama Innocent yang dipilih oleh Kardinal Benitez sebagai nama kepausan dirinya adalah yang pertama, sejak terakhir kali digunakan oleh Kardinal Michelangelo dei Conti sebagai Paus Innocent XIII pada Mei 1721 sampai Maret 1724.
Paus Innocent atau Inosensius I adalah yang pertama kali menggunakan nama tersebut. Ia lahir di Albano, Italia, dan menjadi Paus pada Desember 401 hingga Maret 417.
Dalam sejarah, Paus Inosensius I dikenal sebagai sosok pemimpin Gereja yang tegas terkait persoalan doktrinal dan displiner, penengah umum perselisihan Gereja Timur dan Barat, serta berperan penting dalam meneguhkan otoritas Gereja Katolik Roma dalam masa penuh tantangan.
Namun menurut sutradara Conclave, Edward Berger, nama Innocent dipilih karena nama yang merujuk "kemurnian tanpa prasangka apa pun". Hal itu berkebalikan dengan konklaf yang penuh dengan intrik dan drama.
[Gambas:Youtube]
"Nama tersebut merupakan nama kemurnian tanpa prasangka apa pun. Anda melihatnya pada anak-anak-mereka tidak memiliki pengalaman buruk, mereka secara teoritis hanya bersikap positif, hanya terbuka terhadap orang lain. Mereka tidak memiliki prasangka. Mereka polos," kata Berger, seperti diberitakan Screen Rant.
"Kemudian masyarakat mengondisikan mereka untuk menjadi seperti itu, orang tua, sekolah, teman, dan pengalaman buruk mereka meninggalkan trauma. Jadi Benitez datang kepada kita dengan keterbukaan penuh, dan saya pikir itulah artinya." paparnya.