Jakarta, CNN Indonesia --
Kaligrafi, terutama kaligrafi Arab, merupakan salah satu bentuk kesenian tulis yang berkaitan erat dengan budaya Islam. Di berbagai masjid hingga tempat pendidikan berbasis agama Islam, hampir bisa ditemukan bentuk kaligrafi.
Selama ini, kaligrafi banyak dianggap sebagai bentuk kesenian tulis menggambar ayat Al-Qur'an yang beraksara bahasa Arab. Bentuk kesenian ini sudah akrab di kalangan masyarakat muslim Indonesia, bahkan sudah ada lomba kaligrafi untuk anak-anak.
Namun sebenarnya, kaligrafi lebih dari sekadar tulisan bahasa Arab yang indah. Kaligrafi bahkan memiliki arti penting hingga diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya takbenda pada 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa arti dan makna kaligrafi?
Sepbianti Rangga Patriani dari Seni Rupa Universitas PGRI Adi Buana Surabaya menulis dalam tulisannya, Pengaruh Sosiokultural Budaya Islam terhadap Seni Luki Kaligrafi di Indonesia yang tayang di Jurnal Buana Pendidikan pada Februari 2017, bahwa kaligrafi punya riwayat yang panjang.
Kaligrafi memiliki keterkaitan dengan tulisan Arab yang mulai tumbuh dan berkembang sejak agama Islam muncul di jazirah Arab pada 6 Masehi.
Penulisan ini juga berkembang seiring dengan penulisan ayat-ayat wahyu dari Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW yang kemudian dikumpulkan sebagai Al-Qur'an.
 Aliran Naskhi merupakan jenis tulisan kaligrafi yang berbentuk bergerak memutar yang sifatnya mudah dibaca, dan lebih berperan sebagai tulisan mushaf Al-Qur'an. Aliran ini juga digunakan untuk penulisan Al-Qur'an di berbagai negara, termasuk Indonesia. (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra) |
Sementara itu, kaligrafi sendiri merupakan corak atau bentuk seni menulis secara indah. Secara harafiah, kata ini berasal dari "kalligraphia" dari kata "kalios" yang berarti indah, dan "graphia" yang berarti coretan atau tulisan.
"Seni tulis indah atau yang disebut seni kaligrafi, adalah suatu jenis tulisan yang bersumber dari tulisan Arab. Seni kaligrafi Arab merupakan salah satu jenis tulisan tertua yang pernah dihasilkan oleh umat manusia khususnya bangsa Arab." tulis Sepbianti.
Jenis-jenis aliran kaligrafi Arab
Sepbianti menyebut ada tujuh jenis aliran kaligrafi Arab yang berkembang, yakni Naskhi, Tsuluts, Rayhani, Diwani, Ta'liq Farisi, Koufi, dan Riq'ah.
Aliran Naskhi merupakan jenis tulisan kaligrafi yang berbentuk bergerak memutar yang sifatnya mudah dibaca, dan lebih berperan sebagai tulisan mushaf Al-Qur'an. Aliran ini juga digunakan untuk penulisan Al-Qur'an di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Aliran Tsuluts muncul pada abad ke-7 Masehi tapi mulai berkembang pada abad ke-9. Tulisan ini biasanya digunakan untuk tujuan hiasan pada manuskrip dan dinding seperti di masjid. Aliran Rayhani mulai berkembang pada abad ke-9 Masehi oleh Ali Ibnu Al Ubydah Al Rayhani dan merupakan kombinasi dari Naskhi dan Tsuluts.
 Kaligrafi aliran Tsuluts muncul pada abad ke-7 tapi mulai berkembang pada abad ke-9. Tulisan ini biasanya digunakan untuk tujuan hiasan pada manuskrip dan dinding seperti di masjid. (CNN Indonesia/Dhio Faiz) |
Aliran Diwali berasal dari Turki dan digunakan sebagai tulisan resmi di kantor-kantor Kesultanan Ustmani. Sementara itu aliran Farisi yang berciri condong ke kanan dan hurufnya lebar tak sama digunakan sebagai tulisan resmi di Persia (sekarang Iran).
Aliran Koufi berbentuk siku-siku dan biasanya digunakan sebagai hiasan mata uang atau masjid, tekstil, hingga permadani. Aliran Riq'ah jadi tulisan paling umum dalam penulisan bahasa Arab karena cepat dan tak banyak lekukan di ujung-ujung hurufnya.
Lanjut ke sebelah...
Arti penting kaligrafi bagi Islam di Indonesia
Buku Kebudayaan Islam Indonesia yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 2018 menyebut kaligrafi adalah bentuk seni budaya Islam yang pertama kali ditemukan, dan sebagai tanda Islam masuk ke Indonesia.
Kaligrafi tanda Islam masuk ke Indonesia ditemukan dalam nisan-nisan makam kuno kerajaan Islam di Aceh, kompleks makam Troloyo Mojokerto, Keraton Cirebon, Ternate, Jawa, Madura, dan daerah lainnya.
Kaligrafi bukan hanya sekadar penanda, tetapi juga digunakan sebagai penulisan undang-undang, naskah Melayu, perjanjian resmi, hingga mushaf-mushaf Al-Qur'an. Kaligrafi ini berkembang seiring juga dengan tradisi naskah Melayu.
"Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi tidak hanya sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks kesenirupaan," tulis dalam buku tersebut.
Sejumlah bentuk seni rupa kaligrafi tersebut adalah seni lukis kaca di Cirebon yang berisi ayat-ayat Al-Qur'an dengan gaya kaligrafi, kemudian lukisan kaligrafi pada 1979. Ahmad Sadali dianggap sebagai pelopor yang mengangkat kaligrafi dalam lukisan.
[Gambas:Infografis CNN]
Kaligrafi dan syariat Islam
Sepbianti juga menjelaskan, kaligrafi dalam perjalanannya juga berkembang menjadi lukisan kaligrafi. Hal ini tak lepas dari perkembangan seni lukis Islam yang tumbuh dan berkembang pada awal abad ke-11 hingga 18 Masehi di Mesopotamia (sekarang Irak), Persia (Iran), Turki, Suriah, dan India.
Namun seni lukis dalam Islam menghadapi hambatan terutama dari aspek syariat, yakni larangan melukis makhluk bernyawa sebagai objek lukisan.
Hal itu didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan HR Ahmad, Bukhari, dan Muslim yang kemudian difatwakan menggambar makhluk bernyawa sebagai haram oleh banyak ulama.
Maka dari itu, banyak seniman lukis Islam segan dalam menggambar atau menciptakan seni lukis Islam dengan objek makhluk hidup dan membuat perkembangan seni lukis Islam terhambat.
 Dalam seni lukis kaligrafi, seniman dituntut memiliki eksplorasi akan pola geometri tulisan, ditantang dengan lengkungan ritmis, dan dipadu dengan imaji serta konsep kreatif yang ingin dituang. (ANTARA FOTO/ Aloysius Jarot Nugroho) |
Hingga kemudian Islam berkembang ke Indonesia, kaligrafi mendapatkan nyawa baru. Pada abad ke-18 hingga 20 Masehi, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media.
"Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi bukan hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks kesenirupaan atau visual art khususnya seni lukis," papar Sepbianti.
Dalam seni lukis kaligrafi, seniman dituntut memiliki eksplorasi akan pola geometri tulisan, ditantang dengan lengkungan ritmis, dan dipadu dengan imaji serta konsep kreatif yang ingin dituang.
"Dalam konteks ini, kaligrafi menjadi jalan namun bukan pelarian bagi para seniman lukis yang ragu untuk menggambar makhluk hidup." lanjut Sepbianti.
[Gambas:Photo CNN]
Pengakuan UNESCO
Pada 2021, UNESCO memutuskan kaligrafi Arab masuk ke dalam daftar warisan budaya takbenda dunia. Kaligrafi Arab menjadi warisan budaya atas Arab Saudi, Aljazair, Bahrain, Mesir, Irak, Yordania, Kuwait, Libanon, Mauritania, Maroko, Oman, Palestina, Sudan, Tunisia, Uni Emirat Arab, dan Yaman.
"Kaligrafi Arab merupakan praktik seni menulis huruf Arab dengan tangan secara luwes untuk menyampaikan keselarasan, keanggunan, dan keindahan," tulis UNESCO dalam web mereka.
"Praktik ini, yang dapat diwariskan melalui pendidikan formal dan informal, menggunakan dua puluh delapan huruf alfabet Arab, ditulis dengan huruf sambung, dari kanan ke kiri," tulis UNESCO.
"Kelancaran aksara Arab menawarkan kemungkinan tak terbatas, bahkan dalam satu kata, karena huruf dapat diregangkan dan diubah dalam banyak cara untuk menciptakan motif berbeda." lanjutnya.
"Kaligrafi Arab tersebar luas di negara-negara Arab dan non-Arab dan dipraktikkan oleh pria dan perempuan dari segala usia. Keterampilan tersebut diwariskan secara informal atau melalui sekolah formal atau pelatihan." papar UNESCO.
[Gambas:Video CNN]