Review Film: Panggil Aku Ayah

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Jumat, 08 Agu 2025 20:20 WIB
Review Panggil Aku Ayah: Hasil interpretasi chosen family yang baik dan dekat dengan masyarakat Indonesia meski memiliki satu catatan.
Review Panggil Aku Ayah: Hasil interpretasi found family yang baik dan dekat dengan masyarakat Indonesia meski memiliki satu catatan. (Visinema Studios/CJ ENM)
4
Review Panggil Aku Ayah: Hasil interpretasi chosen family yang baik dan dekat dengan masyarakat Indonesia meski memiliki satu catatan.
Jakarta, CNN Indonesia --

Panggil Aku Ayah merupakan hasil adaptasi yang apik dan sukses menggambarkan trope found family yang menghangatkan hati dan mata seperti film originalnya, Pawn.

Berawal dari trailer dan judulnya saja, calon penonton sewajarnya sudah tahu apa yang bakal mereka saksikan atau rasakan ketika masuk studio dan menyaksikan Panggil Aku Ayah. Terlebih lagi bagi para penonton Pawn, termasuk saya, pasti tahu persis cerita yang bakal disajikan dalam film tersebut.

Lihat Juga :

Tapi apakah hal itu mengurangi kenikmatan menonton? Jawabannya, tidak. Tim di belakang layar, terutama penulis Rifki Ardisha membuat Panggil Aku Ayah menjadi sebuah film yang terasa amat dekat dengan masyarakat Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedekatan ini bukan soal bahasa dan latar yang kini berada di Indonesia, tapi dalam menginterpretasikan hubungan orang tua dan anak, masalah yang dihadapi, serta keberadaan orang tak pernah diduga yang dituangkan dalam penceritaan.

Hal-hal itu yang kemudian berhasil membuat film tersebut tetap sukses menyentuh hati penonton hingga berlinang air mata meski mungkin sebenarnya sudah coba menguatkan hati dan perasaan sebelum menonton.

Poin utama yang jadi kekuatan film ini bisa saya bilang di pendekatan berbeda atas kisah kedua karakter utamanya, Dedi (Ringgo Agus Rahman) dan Intan kecil alias Pacil (Myesha Lin).

[Gambas:Video CNN]

Dua karakter asing ini benar-benar mengambil waktu yang cukup panjang hingga akhirnya bisa dekat bak keluarga, terlebih lagi untuk Pacil, bocah perempuan untuk bisa percaya dengan laki-laki asing dewasa dan sempat mengancam keselamatan dirinya dan sang ibu, Rossa (Sita Nursanti).

Meski panjang, proses yang berjalan tidak membosankan atau buang-buang waktu. Semua pas, termasuk dengan perubahan terkait permasalahan-permasalahan yang dihadapi Pacil, baik sengaja atau tidak sengaja jadi kritik sosial kondisi saat ini.

Situasi tersebut yang membuat penonton akhirnya memahami bahkan ikut merasakan pergeseran hubungan dari yang asing berubah jadi sebuah keluarga.

Film Panggil Aku Ayah (2025). (Visinema Studios/CJ ENM)Review Panggil Aku Ayah: Chemistry Ringgo dan Myesha sebagai Dedi serta Pacil begitu kuat hingga interaksi yang mungkin sehari-hari tampak biasa tetap memancing air mata karena mengingat begitu banyak masalah mereka hadapi hingga berada di titik itu. (Visinema Studios/CJ ENM)

Durasi membuka hati dan percaya ini sesungguhnya menjadi salah satu catatan utama saya ketika menyaksikan Pawn pada 2020. Hati saya pun langsung lega ketika melihat eksekusi yang dilakukan Panggil Aku Ayah berbeda.

Hal itu ditambah kemampuan akting Ringgo Agus Rahman dan Myesha Lin, terutama dalam menyampaikan emosi lewat ekspresi dan tatapan saja, membuat chemistry Dedi bersama Pacil sangat kuat hingga ke titik saat mereka bahagia dan tertawa, penonton tetap meneteskan air mata.

Pujian juga masih perlu saya berikan kepada Myesha Lin dalam menggambarkan sosok anak yang tampak kuat, tapi sesungguhnya masih menyimpan rasa takut ditelantarkan meski sudah bersama orang yang benar-benar merawatnya.

Satu demi satu progres yang ia ambil untuk bisa percaya, baik secara psikologi serta fisik, kepada Dedi dan Tatang (Boris Bokir) terasa pas baik secara akting dan timing.

Kehadiran Tatang yang nyablak dan kerap mengundang tawa jadi menyeimbangkan situasi haru dari hubungan Dedi dan Pacil.

Sehingga, wajar rasanya untuk mengatakan Panggil Aku Ayah sukses dan juga berani dalam mengoreksi catatan-catatan yang ada dalam Pawn saat mengadaptasinya ke versi Indonesia.

Tak hanya hubungan Dedi dengan Pacil, sosok ibu atau Rossa dalam Panggil Aku Ayah jelas mendapatkan porsi lebih besar daripada sosok ibu dalam Pawn. Hal itu dilakukan untuk membuat kisahnya jadi lebih terhubung dengan situasi di Indonesia.

Film Panggil Aku Ayah (2025). (Visinema Studios/CJ ENM)Review Panggil Aku Ayah: Meski penceritaan kisah ibu dalam film ini lebih banyak dari versi original, kesan asing tetap terasa dalam interaksinya bersama Intan baik yang kecil maupun dewasa. (Visinema Studios/CJ ENM)

Meski Panggil Aku Ayah mengambil pendekatan dan pengembangan berbeda, bukan berarti film ini bebas dari catatan.

Kisah emosional yang sudah terbangun dengan sangat baik antara Pacil, Dedi, dan Tatang terasa langsung hilang ketika anak perempuan itu sudah dewasa.

Ikatan tersebut sulit rasanya untuk dirasakan ketika Dedi bersama Intan dewasa (Tissa Biani). Begitu pula saat momen klimaks Intan dengan sang ibunda yang seharusnya memainkan emosi, tapi terasa hambar dan lewat begitu saja.

Hal tersebut bisa jadi karena memang minimnya porsi Intan dewasa berinteraksi dengan karakter-karakter lain yang berimbas pada munculnya kesan asing di antara mereka.

Secara garis besar, film ini menyoroti found family or chosen family, sekelompok orang yang pada akhirnya saling mendukung dan penuh kasih, terlepas dari ikatan darah atau pun hukum.

Dua pemeran utamanya pun seperti menguatkan bahwa Panggil Aku Ayah berbicara soal hubungan anak, terutama anak perempuan dengan ayahnya, dan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak.

Namun, film itu sesungguhnya berbicara dan menyoroti banyak relasi dan permasalahan lainnya, melalui setiap karakter-karakternya.

Seorang ibu yang terjepit dan terpaksa ambil keputusan ekstrem bak Rossa, absennya sosok dan peran ayah yang kini makin gencar disoroti sebagai isu fatherless generation, termasuk isu predator, penculikan, hingga pekerja anak.

Pesan-pesan penting yang harus dipegang dan diketahui dalam tumbuh kembang anak perempuan melalui kisah yang menyentuh hati dan sedikit sentuhan komedi di dalamnya ini.

Akhirnya, saya hanya bisa berterima kasih karena telah mengingatkan penonton dengan lembut, tanpa menggurui, bahwa tidak ada orang tua dan anak yang sempurna di dunia ini.

[Gambas:Youtube]

(chri)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER