LMK Diminta Transparan Soal Royalti, Ini Kata WAMI
Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Wahana Musik Indonesia (WAMI) merespons desakan sejumlah pihak kepada LMK untuk transparan dan melakukan audit terkait royalti.
WAMI merupakan salah satu LMK yang ada di Indonesia, bahkan sudah ada sebelum LMKN terbentuk pada 2014. Di Indonesia, setidaknya ada 15 LMK yang terbagi menjadi LMK Hak Cipta (Pencipta Lagu/Komposer) sebanyak 6 LMK, lalu LMK Hak Terkait (Produser dan Pelaku Pertunjukan) sebanyak 8 LMK, serta satu LMK untuk produser fonogram.
Dalam pernyataan yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (14/8), WAMI mengklaim audit keuangan dan administrasi secara rutin sudah dilakukan sebagai bagian dari tata kelola manajemen penarikan royalti.
"Kami diaudit secara rutin sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan, sebagai wujud komitmen untuk menjaga kepercayaan para pencipta sekaligus menjamin iklim industri musik Indonesia yang sehat," kata Presiden Director WAMI, Adi Adrian.
WAMI menyebut hasil audit juga dipublikasikan di media cetak dan mengklaim dapat diakses di situs resmi mereka.
CNNIndonesia.com pada Kamis (14/8) menemukan WAMI teranyar melaporkan kegiatan mereka termasuk soal pembagian royalti dalam bentuk Laporan Tahunan adalah pada 2023, sementara Laporan Keuangan aset mereka adalah per 2024.
Namun Laporan Tahunan yang bisa diakses publik tersebut hanya menggambarkan gambaran dan statistik secara umum terkait distribusi royalti yang dilakukan WAMI, tidak secara detail seperti nama penerima royalti atau jumlahnya, atau acara-acara yang sudah atau belum membayar royalti.
WAMI juga menyertakan Laporan Keuangan yang diaudit oleh firma Forvis Mazars dalam situs mereka. Menurut WAMI, mereka sudah menggandeng firma tersebut sejak 2022 hingga terakhir kali pada 2024.
"Sejak audit dilakukan secara rutin, laporan keuangan WAMI selalu mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ini menunjukkan pengelolaan keuangan kami dilakukan sesuai standar akuntansi yang berlaku dan sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta," kata Adian dalam pernyataannya.
"WAMI sebagai organisasi selalu terbuka dan patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi WAMI, keterbukaan adalah kunci membangun kepercayaan."
Kelompok penyanyi yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI) dan Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) sebelumnya meminta LMKN dan LMK untuk transparan terkait royalti musik.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam surat terbuka yang diunggah bersama, pada Rabu (13/8), menanggapi pelantikan baru jajaran komisioner Lembaga Manajemen Kolektif (LMKN) periode 2025-2028 pada Jumat (8/8).
Menurut PP Nomor 56 Tahun 2021 didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta), penarikan royalti musik di Indonesia dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
LMKN berfungsi untuk menarik royalti dari pihak yang menggunakan lagu secara komersial, dan kemudian berkoordinasi dengan LMK yang bertugas membagikan royalti kepada masing-masing musisi yang mereka naungi.
"Perbaikan sistem menuju digitalisasi sangat diperlukan, namun kesungguhan juga dapat dilihat dari respons cepat atas salah satu tugas-tugas utama LMKN dan LMK, yaitu distribusi royalti," kata mereka.
"Segeralah lakukan distribusi yang adil dengan audit yang baik dan informasikan secara transparan ke publik, sembari secara paralel membenahi sistem pendataan royalti yang fungsinya membantu efektivitas & produktivitas LMKN dan LMK," tulisnya.
(end)