Review Film: Si Paling Aktor
Si Paling Aktor berhasil mengemas kisah sederhana menjadi tontonan yang menarik dan juga mendalam pada waktu bersamaan, dari awal hingga akhir.
Komedi jelas menjadi kekuatan utama film ini. Beragam jenis guyonan, dari satir, komedi fisik, hingga self-deprecating konsisten ditampilkan sampai ujung. Semua dibangun perlahan dan klimaksnya membuat penonton terbahak-bahak.
Namun, di sepanjang perjalanannya, memang tak semua upaya itu berhasil. Ada bagian-bagian yang terkesan terlalu nyeleneh dan terasa cringe, tapi terbayarkan saat melihat film ini secara keseluruhan.
Apresiasi juga patut diberikan kepada Jourdy Pranata selaku Gilang Garnida. Ia berhasil menjadi orang "menyedihkan" yang membuat penonton merasa kasihan, terenyuh, hingga secondhand embarrassment melihat situasinya.
Film hasil adaptasi novel tersebut sekilas menampilkan kisah aktor pendukung yang gagal menjadi pemeran utama akibat terlalu totalitas hingga dianggap gengges oleh tim produksi.
Dalam pengembangannya, film ini menyajikan hal-hal lain yang bisa dengan mudah terhubung dengan banyak lapisan masyarakat, tak hanya pelaku industri perfilman. Hal yang dihadapi Gilang mudah ditemukan dalam industri lain.
Gilang merepresentasikan pekerja berdedikasi tinggi atas semua pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, tanpa melihat besar atau kecilnya tanggung jawab itu.
Meski tak secara langsung dirasakan, semua hal yang dipelajari pada akhirnya tidak akan kembali dengan sia-sia.
Karakter itu juga jadi sentilan bagi pelaku industri yang kerap memandang sebelah mata peran-peran minor yang sebenarnya tanpa mereka sebuah karya itu tidak menjadi utuh.
Dari hal itu lah, saya rasa perlu mengapresiasi penampilan Beby Tsabina dan Kevin Julio yang turut menjadi pemantik komedi dan membuat Si Paling Aktor semakin menarik untuk diikuti.
Begitu pula dengan David Nurbianto dan Vidi Bule yang tanpa disangka sukses membuat saya terpingkal-pingkal melihat chemistry dan keabsurdan mereka.
Kisah Si Paling Aktor amat gamblang menyoroti situasi bahwa kerja keras tak cukup untuk menjamin kesuksesan di tengah sengitnya persaingan dunia kerja saat ini.
Sayangnya, suka tidak suka, adaptasi di lingkungan kerja atau "menyesuaikan frekuensi" memengaruhi usia karier. Jadi, tak salah rasanya bahwa "bukan kerja keras, tapi kerja cerdas" juga diperlukan.
Dari Gilang, penonton seperti diajak belajar pentingnya mengenal potensi diri. Hal itu perlu disadari dari dalam diri kita pribadi dan juga jajaran pemimpin.
Mentoknya jenjang karier Gilang bisa dibilang akibat Ramli (Indra Birowo) selaku manajer tidak bisa melihat potensi artisnya. Ia selalu mengajukan Gilang sebagai pemeran pendukung. Padahal, Gilang jelas jauh lebih besar dari itu.
Melalui kehidupan Gilang pula masyarakat seperti diingatkan kembali mengenai pentingnya dukungan orang tua atas pilihan anak. Dukungan tersebut yang membuat anak bisa terus berjalan dan bertahan hingga akhir.
Seluruh pesan moral dan penampilan dari para bintang itu juga didukung dengan sinematografi serta skoring yang membuat film ini terasa begitu fun.
Pada akhirnya, Si Paling Aktor lebih dari sekadar film laga komedi. Perpaduan romantis yang tipis hingga hubungan orang tua dan anak yang menyentuh berhasil membungkus film ini menjadi tontonan yang menyenangkan.
Si Paling Aktor berhasil tontonan menghibur yang membuat penonton tinggal duduk dan menikmati ceritanya dengan mudah, tanpa perlu berpikir keras. Pesan-pesan moral pun disampaikan dengan asik tanpa menggurui.