Pihak Nikita Mirzani kecewa dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menolak banding dan justru menyatakan dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap Reza Gladys ikut terbukti.
Dengan putusan tersebut, hukuman terhadap Nikita Mirzani yang semula empat tahun penjara hanya untuk kasus pemerasan di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kini menjadi enam tahun penjara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengacara Nikita, Usman Lawara dan Andi Syarifudin, memastikan bahwa mereka akan mengajukan kasasi dengan alasan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sudah keliru dalam membuat putusan.
"Saya ingin menyampaikan begini, bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI itu menurut saya, bahkan tim kami, bahwa itu adalah putusan yang seharusnya batal demi hukum atau dapat dibatalkan," tegas Andi Syarifudin.
"Kami tegaskan, kami akan mengajukan kasasi," katanya seperti diberitakan detikHot pada Minggu (14/12).
"Dengan adanya putusan itu, ya justru kami menganggap bahwa putusan itu adalah putusan yang tentu tidak berkenaan dengan fakta atau hukum yang sebenarnya," kata Usman.
Tim kuasa hukum Nikita Mirzani menyoroti logika yang digunakan hakim Pengadilan Tinggi DKI dalam menginterpretasikan uang tutup mulut sebagai upaya TPPU.
Andi dan Usman memaparkan, fakta persidangan yang sebelumnya digelar menunjukkan ada permintaan tolong dari pihak Reza Gladys selaku pelapor kepada Nikita Mirzani.
Permintaan dari Reza Gladys terkait dengan produk skincare yang jadi bisnisnya. Permintaan tersebut dinilai bukan upaya pemerasan atau penyembunyian uang.
"Disimpulkan [di Pengadilan Tinggi DKI] bahwa Nikita memerintahkan atau menyuruh Oky memburamkan tanggal. Nah, ini adalah kekeliruan yang sangat menyesatkan. Fakta persidangan, Nikita mendapat nota pembelian Glowing Booster Cell itu dari saksi Yosi," kata Usman.
"Kalau uang itu misalnya begini uangnya langsung dari si pemberi duit langsung ke perusahaan itu. Apanya yang disembunyikan coba?" lanjutnya.
Andi juga menimpali dan mempertanyakan pemahaman hakim Pengadilan Tinggi DKI terhadap hukum dasar. Ia juga menilai putusan teranyar untuk Nikita Mirzani tersebut merusak keadilan di Indonesia.
Kasus bermula saat Nikita Mirzani dilaporkan Reza Gladys ke Polda Metro Jaya pada Desember 2024 atas kasus pemerasan melalui ITE dan TPPU. Saat itu, Reza Gladys melaporkan Nikita Mirzani dengan dugaan kasus pemerasan Rp4 miliar.
Dalam sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hakim Ketua Kairul Soleh menyatakan Nikita Mirzani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik.
Nikita dinyatakan bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain, sebagaimana dalam dakwaan pertama alternatif kesatu penuntut umum.
Sehingga, hakim sepakat menjatuhkan hukuman kepada Nikita Mirzani pidana empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Keputusan lainnya adalah menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan Nikita untuk tetap ditahan.
Nikita Mirzani sudah ditahan di Rutan Pondok Bambu sejak ditangkap 4 Maret 2025 atas perkara ini.
(end)