Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak upaya untuk menekankan angka perokok anak di Indonesia. Mulai dari penggunaan gambar-gambar seram pada kemasan rokok. Meminimalkan iklan tayang rokok, menaikkan harga pajak dan jual rokok. Hingga berbagai himbauan peringatan, semacam membawa kematian dan resiko penyakit berat.
Sayangnya upaya tersebut tidak mempengaruhi calon perokok pemula. Dorongan mereka adalah melihat rokok sebagai alat pergaulan. “Merokok itu keren,” kira-kira begitulah anggapan mereka.
Menurut teori
social cognitive learning dari psikolog Albert Bandura, perilaku individu disebabkan oleh pengaruh lingkungan, individu dan kognitif. Jadi, perilaku merokok bukan hanya proses meniru, namun ada penguatan dari teman sebaya dan keluarga bila sama-sama merokok.
Teman adalah konsultan terdekat anak, orang yang lebih sering mereka temui. Anak akan melihat teman sebagai gambarannya. Ketika teman mencontohkan "citra" yang lebih dewasa dan terlihat keren ketika merokok, maka anak akan menirunya.
Kebutuhan untuk diterima dalam pergaulan adalah dorongan selanjutnya. Mereka tidak ingin dipandang "culun" hanya karena tidak merokok.
(ded/ded)