Surabaya, CNN Indonesia -- "Kulihat Ibu Pertiwi...
Sedang bersusah hati...
Air matamu berlinang..."
(Lirik Lagu “Ibu Pertiwi” – Ismail Marzuki)
Penggalan paragraf di atas merupakan potongan lirik lagu “Ibu Pertiwi.” Memang, Ibu Pertiwi kini sedang bersusah hati dan prihatin melihat kita, anak-anak yang dikasihinya. Sama seperti seorang ibu yang mengelus dada sambil meneteskan air mata melihat perilaku anak tercinta yang semakin tak bermoral. Ya, itulah yang kini terjadi pada generasi kita. Generasi yang berpendidikan dan bergelimang fasilitas canggih nan mewah. Namun, justru berbanding terbalik dengan kondisi moral dan kepribadiannya.
Begitu banyak masalah yang merundung Ibu Pertiwi kita dewasa ini. Mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, maupun budaya tak luput dari permasalahan. Ironis memang, di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini masih saja banyak ditemui kebobrokan moral masyarakatnya. Sebut saja, kasus korupsi yang selalu menghiasi berita-berita di media, kasus kriminalitas yang makin merajalela, dan masih banyak lagi tindakan keji lainnya. Dari rentetan masalah tersebut sebenarnya hanya ada satu akar masalah, yaitu lunturnya “budaya malu” kita.
Memang, di era yang semakin maju ini “budaya malu” generasi kita hilang entah kemana. Malu disini adalah dalam konteks positif, yakni malu untuk melakukan perbuatan negatif yang tak sesuai peraturan dan norma yang ada. Bagaimana mungkin rakyat di negeri yang kaya akan ideologi Pancasila dan norma-norma sosial sudah kehilangan “kemaluan”? Sungguh menjadi sebuah ironi, bukan?
Mari kita lihat para koruptor dan pelaku tindak kriminal. Malukah mereka dengan perbuatan hina yang mereka perbuat? Rasanya tidak.
Sekarang mari kita tengok keseharian kita sebagai anak muda. Dari contoh sederhana saja, ketika Ujian Nasional tiba, tak sedikit pemberitaan yang mengabarkan kasus contek-mencontek, jual-beli kunci jawaban, dan masih banyak tindakan memalukan yang diperbuat hanya demi nilai semata. Lantas, malukah mereka? Rasanya pun tidak.
Mereka malah berbangga hati ketika mendapat nilai tinggi dari hasil kebohongan itu. Belum lagi jika kita bicara soal gaya berpacaran anak muda yang semakin mengkhawatirkan. Tak jarang dapat kita temui mereka-mereka yang bertindak tak senonoh di muka umum. Masih adakah rasa malu dalam diri mereka? Sekali lagi, rasanya tidak. Terbukti dengan banyaknya posting-an mereka di media sosial, bahkan dengan caption yang seakan tidakan tersebut benar dan patut ditiru kawula muda lainnya.
Sungguh, sebuah potret miris yang terjadi pada negeri ini....
Tetapi, tenang saja, selama bumi masih berputar kita pun masih memiliki harapan. Ya, kita yang mencintai negeri ini.
Saya dan Anda sekalian bisa melakukan perubahan untuk Ibu Pertiwi. Mulailah dari mengembalikan “budaya malu” kita. Dengan membudayakan malu untuk melakukan hal negatif kita pasti bisa mengubah tangis Ibu Pertiwi menjadi senyum merekah tanda kebanggaan.
Mari kita membumikan kembali budaya malu di keluarga, sekolah, lingkungan sekitar, tempat kerja, dan di mana pun kita berpijak. Yakinlah bahwa hal itu bisa kita lakukan bersama. Ini semua bukan sekadar omong kosong. Ini semua dapat kita wujudkan bersama. Ayo, bersama-sama kita dengungkan kembali “budaya malu” untuk masyarakat Indonesia yang bermoral!
(ded/ded)