Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah bersalaman lalu tersenyum lalu saling memandang lalu saling berkedip. Barangkali ada debu di mata, atau mungkin itu di sebut ‘tulus’ ketika mata berkedip atas kehendak alami.
Ada naturalisme ada ekspresionisme ada impresionisme ada realisme di antara abstraksi isme-isme. Pilihan ada pada aksara demokratisasi. Oh! Terlalu menjulang tinggi, sederhana saja, tak perlu terlalu melayang-layang di antara isme. Apakah memang harus ada isme. Perlukah isme?
Daun gugur di waktu tepat, di saat angin ingin daun itu gugur, di saat pohon ingin daunnya gugur, di saat memang sedang musim gugur, di saat daun memutuskan pergi dari batang induknya, di saat musim panas, daun, memutuskan gugur diterpa hujan lokal sesaat, ketika hujan ingin para daun, gugur, saat tanah memerlukan pupuk, sebab tunas akan tumbuh. Indahnya musim bertunas.
Ada barisan. Ada baris berbaris. ada garis batas dibuat oleh jarak antara, agar barisan menjadi indah terkomposisi, terkonfigurasi, kontrol pada disiplin. Berderap-derap menguarkan suara keserentakan, dalam tempo ritmis rampak bergerak kompak pada ketepatan ‘sistem disiplin’, pada kepatuhan gerakan kaki-kaki di keseimbangan ayunan tangan-tangan. Menjadi alur pergerakan meliuk-liuk, dinamis.
Tak ada pelanggaran sedikitpun dalam barisan. Patuh dan tertib. Ketika itu, di antara barisan, di antara disiplin-disiplin, melintas seekor tikus kecil dengan tenang, serentak pula barisan disiplin bubar kacau-balau. Pada saat bersamaan di ketinggian awan-awan, seekor Elang melihat penyebab kekacauan itu. Elang segera menukik dengan kecepatan tinggi, Elang mematuk tikus kecil, menelannya bulat-bulat. Elang, kembali terbang mengangkasa.
Terus menuju tujuan, keinginan, keyakinan, kebaikan, kebenaran, dalam badai, dalam gelap sekali pun berkabut berawan tebal, senatiasa berpetir, badai tak pernah berhenti sesaatpun. Matahari dan rembulan tetap tepat setia menghadirkan cahayanya, mampu menembus rangkaian labirin alam itu.
Para filsuf tetap menulis dengan tekun, merangkai ramalan-ramalan pikiran keseimbangan, melihat tujuan telah menjadi ilmu pengetahuan, ketika agama telah menjadi keyakinan pilihan, ketika aturan telah ditetapkan, ketika pemikiran telah menjadi warisan sejarah, ketika peradaban berjalan seperti keinginan para makhluknya, membentuk sungai-sungai kebudayaan membungkus dunia. Atmosfer melengkapi keindahan cuaca.
Sejak lampau langit membentangkan diri menjadi angkasa, setiap saat, setiap detik, tak pernah sedikitpun langit menentang keputusan planetnya, ketika, sekali pun, di dalamnya ada kehidupan ombak, dalam unit gravitasi menuju kesempurnaan cinta. Sekali pun bencana iklim, langit tak pernah protes, anarkis atau pun mengunduh kekacauan ‘donat sara’ menu provokasi di planet Bumi. Langit tetap tidak pernah marah.
Langit, tidak pernah membakar planet Bumi, tempat ibadah para makhluk hidup dan pilihannya, hingga kini. Jabat tangan erat sahabat, senyum dong, saling menyapa mengolah hidup, di bawah Satu Bendera. Satu Lambang Negara. Satu Lagu Kebangsaan. Satu Nusa Satu Bangsa. Satu Bahasa. Satu tujuan di usia Indonesia kini. Salam Indonesia Unit.
(ded/ded)