Bunga Rampai Cinta Menyongsong 2017

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Senin, 16 Jan 2017 15:49 WIB
Jangan coba-coba berkhianat pada Pancasila atau menghujatnya. 200 juta lebih rakyat Indonesia akan membelanya.
Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia -- Adakah teknologi mata-mata di era modern demokrasi berpihak pada rakyat seutuhnya, di global kini? Demokrasi perlu diuji kembali. Demokrasi kontemporer atau global demokrasi kini. Berpihak pada siapakah sesungguhnya, people power atau capital power?

Jika masih ada kepastian hegemoni, monopoli perdagangan, lomba senjata termutakhir, meski Dewan Keamaanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) berusaha susah payah, berpihak pada resolusi perdamaian antar pertikaian politik perang negara-negara anggotanya, demokrasi bikin PBB puyeng tujuh keliling. Apa iya demokrasi perlu dukungan kekuatan kapital?

Menilik modern politik dagang antar era nun jauh di benua sana, kekhawatiran, kecemasan dilanda perang dunia kesatu (PD I), di dekade kemudian bergolak perang dunia kedua (PD II), era abstraksi bergulir, Soviet, Amerika Serikat (AS), Cina dan Jepang, menetas era baru neo perang dingin, Rusia, AS, Cina, Jepang, Korea dan beberapa negara Asia kuat di dunia, berfokus pada persaingan dagang. Perang terbuka pada multi sektor di era kemudian.

Asia disibukkan dengan kolonialisme. Negara-negara di Asia menyatukan perlawanan pada hegemoni kolonial itu, tak rela menjadi negara jajahan sekalipun wilayah kecil saja. Terutama negeriku tercinta ini, negeri berjuta pesona, negeri para pemimpin, negeri negarawan tangguh di eranya, Soekarno-Hatta, para pahlawan sebelumnya dan sesudahnya, doa dari negeri tercinta untukmu pahlawan. Gerakan perlawanan menuju perdamaian, tanah merdeka masing-masing negara di Asia menguat di era PD II dan setelahnya.

Abstraksi isme-isme tengah membesarkan embrionya ke negara-negara Asia, Eropa, AS dan Amerika Latin, bersama politik dagang bilateral kontemporer kemudian. Kewaspadaan menjaga keseimbangan stabilitas wajib terus terjaga, meski kini sekalipun. Isme-isme aneh itu telah merubah wajahnya menjadi putri cantik meminjam senyum para dewa, wajib tetap diwaspadai, dunia tidak boleh lengah sedetikpun.

Kini? Teknologi perang efektif dan hiper cepat. Sanggup menghancurkan satu kurun waktu peradaban manusia amat singkat, mungkin demi kepentingan politik dagang neo kontemporer, neo monopoli, neo hegemoni. Beralasan sikap demokratisasi pinjaman modal bagai mesin uang elektronik (ATM), plus hitungan bunga meroket kelangit. Pada hitungan kurun waktu kemudian, wajib dilunasi negeri mana pun dan rakyatnya bahu membahu menghitung bunga pinjaman.

Hal biasa terjadi pada fokus modern ekonomi, konon begitu, semua negeri melakoninya, bagai kartu simpan-pinjam, seakan berbunga ringan melayang bagai kapas, hal semua negeri peradaban bumi kini, seakan wajib melalui jalan seakan indah itu, demi mencapai modern demokrasi disegala sektor. Jika tak ingin disebut menjadi negara terbelakang, meski harus berutang sekalipun, tuntutan zamannya, mungkin juga, barangkali juga.

Penguasaan media electronic-system digital, oleh pemodal kuat, merambah muka bumi sejak era 80an, hingga semakin canggih kini, satelit mencatat semua data catatan perang, mata-mata, ekonomi dan perdagangan, bagai kisah si burang elang dari Amerika Serikat (AS) Edward Snowden, benarkah murni dia melakukan hal itu atas kehendak kemanusiaan atau sistem?

Berani mengungkap satu kebenaran politik negaranya. AS, meretaskan rahasia personal publiknya sendiri lewat program mata-mata Badan Keamanan Nasional AS Prisma-NSA, mengguncang stabilitas hubungan bilateral antar negara sahabat AS? Meski tujuan utamanya deteksi dini gerakan terorisme. (CNN Indonesia 15/11/2016 15:22 WIB).

Barangkali, ini jikalau loh, jika benar ada pertanyaan di nurani manusia, semisal, mengapa sesama manusia menaruh rasa curiga? Keputusan perang atawa invasi pada bangsa lain sesungguhnya ke mana perginya arah cita-cita perang itu? Untuk perkembangan kemajuan peradaban manusia atawa sekadar unjuk agitasi teknologi? Atau untuk pencapaian hal muskil?

Teknologi perang demi kemaslahatan peradaban manusia atawa demi kepentingan politik, ekonomi ketujuan penguasaan lahan atau kebudayaan bangsa lain atawa bagian dari orasi kedigdayaan? Siapa sesungguhnya pencipta perang itu, manusia atau sistem dalam pola kultural kecanggihan mesin perang, atau budaya daya pikir modern?

Apa kurang baik dan sehat jika kebudayaan manusia baik-baik saja, tanpa agitasi perang terhadap kebudayaan bangsa lain? Jadi siapa pembuat kiamat sesungguhnya, penghancur kebudayaan disejarah panjang peradaban? Barangkali manusia. Apa iya? Ini sekadar mungkin loh. Apa manusia tak bisa hidup sederhana dalam damai?

Hancurnya peradaban lampau, artefak Bagdad kota 1001 malam, Parisnya Jazirah Timur tempo dulu. Bagdad, salah satu tempat lahirnya susastra epik pada abad pertengahan, peradaban masa keemasan dongeng 1001 malam, segala habitat artefaknya sebagai ranah sains dari kecerdasan bangsa lampau, sebuah pelajaran arkeologis sebagaimana seharusnya untuk generasi dunia.

Pada mulanya tujuan dalam tinjauan demokrasi konon sederhana, menumbuhkan kesetaraan anti majikan atawa anti perbudakan. Lahirnya demokrasi sebagai alat hidup utama kesetaraan berfikir, bertindak dan berbudaya setara baik segala bentuk hak-hak kemanusiaan di muka bumi ini. Bukankah begitu tujuan sederhananya demokrasi? Naif? Diperlukan dalam sebuah pertanyaan.

Apakah demokrasi telah menghargai kemanusiaan lebih tinggi dari fitrah hak atas hidup seperti moral hukum natural filosofis Ilahiah? Demokratisasi telah tertulis dalam manuskrip alam raya. Jadi demokrasi itu bukan barang baru loh.

Hukum Ilahi menghadirkan planet dan segala isinya, benar begitu kan? Apa itu bukan hukum nilai keadilan murni demokratisasi, sebagaimana wahyu telah diturunkan pada peradaban manusia setara, secara berkala berabad di peradaban sejarahnya.

Merujuk pada deklarasi HAM-PBB 1948. Pada era modern global kini, keberpihakan demokrasi pada pemodal atau rakyat? Telah ditegaskan ketatanegaraan bahwa rakyat mandataris tertinggi, termulia, di dalam sistem nilai demokrasi. Lalu rakyat duduk di manakah ketika negara telah terbentuk? Diwakili parlemen sebagai perwakilan rakyat? Semoga Montesquieu dan Cleisthenes gembira menyaksikan hal itu. Okelah kalau begitu.

Sudahkah demokrasi berpihak total pada rakyat? Tidak perlu riset mendalam, untuk mengetahui soal itu dengan dua pertanyaan sederhana saja. Apakah invasi dan perang salah satu sarana kebijakan demokrasi? Apakah kesempatan korupsi besar-besaran juga bagian dari kebijaksanaan demokrasi?

Semisal saja, sederhana saja. Segala hal dibicarakan dengan bebas di jejaring sosial, email atau hal-hal terkait dengan hidup, terkirim secepat berkedip, dicatat satelit. Barangkali itu salah satu contoh bentuk entitas etis demokrasi? Apakah itu?

Seluruh data pribadi di dunia melewati teknologi penyimpanan di orbit satelit dicatat seumur hidup. Kecuali satelitnya dihajar ledakan matahari, barangkali datanya bisa hilang, barangkali loh. Namanya juga kisah dalam dongeng hikayat 1001 malam. Ngobrol warung kopi loh.

Maraknya korupsi di isme demokrasi nyaris ada di semua negeri di dunia. Seharusnya tak perlu sulit membasmi korupsi, berlama menunggu waktu pembuktian hukum, kan semua data simpang siur baik lewat kabel maupun lewat udara atawa icluod barangkali ya. Dicatat satelit mata-mata demokrasi, akan lebih mudah, cepat mengungkap transaksi gelap kejahatan kelompok koruptif, pencatutan angka-angka merugikan negara-negara terjangkit penyakit korupsi hingga triliunan. Harusnya lebih mudah mengungkap kasus-kasus korupsi dengan tekno satelit itu?

Mengapa, legal government suatu negeri, seakan sulit membongkar data para koruptor, seolah-olah ruwet tertutup hitam pekat, perlu waktu teramat panjang memberantas epidemi korupsi itu. Bukankah negara berhak mengetahui langsung data satelit, lewat badan intelijen negara bersangkutan, misalnya. Lalu basmi dari akar kelompok mafia koruptif itu, beri sangsi terberat, dengan hukum formal tentunya. Selesailah penyakit korupsi itu. Tapi, apa semudah itu?

Bayangkan jika senyum aja terekam di satelit seumur hidup. Pedagang web/browser terbesar di dunia untuk militer atau sipil, pasti menyimpan data-data senyum tersebut, di satelit juga kan?

Adik dan Kakak, yang aku sayangi. Setiap hari sesungguhnya hari baru, waktu baru, jika kesadaran terhadap hidup menuju cita-cita berbangsa dan bernegara atas dasar cinta dan kasih sayang pada sesama. Bersyukur Indonesia memiliki “Pancasila Sakti Pengendali” demokrasi. Hal itu penting diketahui adik dan kakak. Daku tak akan bosan mengingatkan hal itu.

Jika suatu hari kelak Adik dan Kakak menjadi pejabat negara, mengabdi untuk rakyat dan Negara Kesatuaan Republik Indonesia (NKRI), terikat oleh sumpah jabatan atas nama Tuhan Yang Maha Esa, sematkan di cita-citamu, bahwa hanya ada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, sebagai pengendali demokrasi (ini yang benar dan sakti).

Fakta keteladanan bagi Indonesia, negeri pelajar dan mahasiswa akan hal sakti itu, sangat baik dan benar berani. Jiwa korsa bangkit dengan langkah kebangsaan, keputusan diambil secara tegas dan tepat oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jenderal Gatot Nurmantyo, menangguhkan kerjasama militer dengan Pasukan Pertahanan Australia (ADF) dan TNI. (CNN Indonesia Rabu, 04/01/2017).

Jadi? Jangan coba-coba berkhianat pada Pancasila atau menghujatnya. 200 juta lebih “Rakyat Indonesia” akan bela negara hingga pupus nyawa demi Pancasila. Indonesia tetap bersatu Bung!.

Yuk! Panjatkan doa bagi masa depan berkelanjutan, untuk para pahlawan kusuma bangsa semoga tetap di surga terbaik. Selamat menyongsong masa depan senantiasa damai di tahun 2017, dan tahun-tahun berikutnya.

Terus belajar, tetaplah dalam doa syukur seluas alam raya untuk negeri tercinta ini. Salam cinta Indonesia Unit. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER