Benarkah Negara Sedang 'Begini'?

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Kamis, 02 Feb 2017 12:46 WIB
Sebenarnya bagaimana kondisi negara kita sekarang? Benarkah keriuhan ini negatif? Atau justru kalau sepi, itu yang mengkhawatirkan?
Foto: CNN Indonesia/Denny Aprianto
Jakarta, CNN Indonesia -- Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar "hoax" berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang? *SBY*

Cuitan mantan presiden SBY di atas bertanggal Kamis, 19 Januari 2017. Menafsirkan cuitan di atas sesuai nalar masing-masing adalah kecerobohan, karena hanya pak SBY dan Tuhan sendiri yang mengerti maksudnya. Yang jelas, beri perhatian lebih pada kalimat ke 2 : “negara kok jadi begini”.

Sebenarnya bagaimana kondisi negara kita sekarang? Ada status teman di FB saya, yang kurang lebih kalimatnya begini: rindu masa presiden SBY yang tidak ada kontroversi, tak ada yang mampu seperti beliau, bisa mengatasi masalah dengan tenang, sabar tapi tegas, dan kinerjanya selalu dapat apresiasi dari masyarakat.

Benarkah negara kita sedang “begini”? Mungkin bagi sebagian orang negara kita sedang panas, karena berita-berita beberapa bulan belakangan, seperti: dugaan penistaan agama oleh calon gubernur BTP, demonstrasi besar-besaran untuk mengawal kasus BTP, dugaan simbol palu arit di mata uang baru, dugaan kerugian negara di pembangunan masjid yang membawa nama cawagub sebagai saksi, dan lain-lain.

Mungkin yang paling diberatkan oleh orang-orang adalah bagian yang terbaru: di mana penulisan kalimat tauhid di bendera negara menjadi dugaan pelanggaran hukum oleh polisi, meskipun ada yang bisa membuktikan bahwa di beberapa konser grup musik juga terdapat penulisan pada bendera negara. Ada yang keberatan, kok orang nulis kalimat tauhid di bendera negara ditangkap, sedangkan yang nulis nama band atau artis di konser malah tidak di tangkap? Bagian ini akan saya bahas belakangan.

Kembali ke kondisi negara yang sedang “begini”. Tanya ke diri masing-masing yang sedang membaca, apa 1 kata yang tepat untuk mencerminkan kondisi negara sekarang. Taruhlah seperti status FB di atas, negara kita penuh kontroversi, atau mungkin (setidaknya sementara ini kita anggap saja) panas.

Patutkah kita khawatir terhadap kondisi negara sekarang yang “begini” alias panas? Saya rasa tidak. Justru harusnya kita bahagia jika kondisi negara panas, karena di kondisi panas tersebut hanya ada 2 kemungkinan: negara sedang berubah ke arah yang lebih baik, atau negara sedang berada di arah yang buruk.

Ingat ketika tahun 1998, mapres (mantan presiden) Soeharto akan lengser, demonstrasi, penculikan, penjarahan, kerusuhan, dan gejolak sosial lain timbul di berbagai daerah. Yang didapat dari harga tersebut ialah: tumbangnya rezim orde baru, di mana kebebasan berpendapat tidak sebebas sekarang, korupsi kolusi dan nepotisme tidak semassif dulu, dan tindakan yang diduga subversif berujung ke kematian.

JUSTRU TAKUTLAH KEPADA KONDISI NEGARA YANG SUNYI SENYAP!

Ingat, trilogi pembangunan di zaman orde baru ialah :
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Trilogi pembangunan di orde baru memang melahirkan ekonomi negara yang berkembang pesat, ditandai dengan harga pangan murah, pengutatan rupiah terhadap valuta asing, tapi juga dibarengi dengan praktik KKN yang merajalela (wikipedia). Pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dicapai karena adanya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, yang salah satu alatnya ialah meminimalisir “keributan”, atau mengekang kebebasan menyampaikan pendapat.

Intinya di zaman orde baru, negara kita tenang dan lelap, tapi KKN merajalela, kebebasan berpendapat hanya mitos, sikap reaktif berujung penjara, dan tato berakhir ke penembakan misterius. Di akhir-akhir masa orde baru, negara kita chaos (kacau), tapi kita keluar dari dinasti 32 tahun pemerintahan Soeharto. Seperti yang saya katakan di atas, kondisi panas di negara dapat memunculkan 2 kemungkinan : negara sedang berada di arah yang lebih baik, atau negara sedang berada di arah yang buruk. Contoh tumbangnya orde baru merupakan kemungkinan ke 2, di mana berada di arah yang buruk, untuk kemudian kita berada di Era Reformasi.

Sedangkan untuk kondisi negara panas atau “begini” sekarang ini, saya lebih memilih mengartikan negara ini justru “sedang berada di haluan yang baik”, setidaknya beberapa tahun pemerintahan presiden Joko Widodo. Negara kita bergeliat, karena orang-orang yang berada di sisi nyaman untuk mengeruk keuntungan pribadi, justru kini posisinya terancam. Bisa jadi, mereka yang hembuskan isu hingga timbul kondisi “begini” ini.

Setidaknya, lihat pembangunan di zaman Jokowi sekarang. Pembangunan tidak hanya berpusat di pulau ibukota negara. Bahkan, sekolah penerbangan juga sudah didirikan di Papua. Ini mencerminkan Jokowi juga ingin melibatkan daerah yang dulu minim keterlibatan, untuk kemudian menjadi bagian dari pembangunan. Terbukti dengan keinginan khusus presiden untuk mencetak pilot dari orang asli Papua. Di awal-awal pemerintahannya, Jokowi juga menginstruksikan, agar rapat-rapat tidak digelar di hotel dengan biaya yang berlebihan. Terlebih, rapat di istana negara beberapa waktu lalu juga menyajikan makanan dari pedagang kaki lima yang jualan di sekitar istana.

Kembali ke kondisi negara “begini”. Di atas saya menyebutkan akan membahas mengenai pemrosesan terhadap orang-orang yang menuliskan kalimat tauhid di bendera negara. Di sidang paripurna DPR ke 17, Almuzzamil Yusuf (sebagaimana video yang di share salah satu teman Fb) menyampaikan pendapatnya mengenai pemrosesan orang-orang yang menuliskan kalimat tauhid di bendera negara oleh polisi. Di mana ia menyatakan, bahwa polisi tidak butuh adanya laporan dari masyarakat untuk kemudian memroses penulisan bendera negara tersebut. Sedangkan ia juga menyampaikan fakta, di beberapa foto lain penulisan bendera dengan kata-kata lain tidak diproses. Kenapa yang lain tidak diproses, sedangkan kalimat tauhid dikejar tanpa butuh pelapor?

Kurang lebih saya setuju dengan pernyataannya di video tersebut. Tapi mari kita analogikan : Kita buat tokoh fiksi seorang perempuan, namanya Bunga, umur 22, status mahasiswa fakultas hukum. Bunga mengecat rambut warna kuning terang, kuliah dengan baju ketat, high heels tinggi. Apakah dosennya melarang? Tidak bukan. Coba bandingan jika Bunga belum kuliah, dia masih sekolah kelas 3 di SMA misalnya. Lantas mengecat rambut kuning terang. Bagaimana reaksi sekolah di saat razia murid?

Intinya, momen penulisan kalimat tauhid di bendera negara ini sedang berada di waktu yang tidak tepat. Saya terus terang tidak setuju pada polisi yang kesannya tebang pilih mengusut insiden penulisan bendera ini. Tapi masyarakat juga tidak menyadari bahwa ini momen yang kurang tepat.

Presiden Jokowi tidak bergelimang prestasi mungkin sejauh ini, tidak banyak bukti yang bisa saya sebutkan sebagai presiden kebanggaan saya. Tapi setidaknya saya bangga dengan Jokowi. InshaAllah, dan semoga, pemberantasan korupsi masih bisa jalan terus, penghematan anggaran bisa lebih ketat lagi, dan penyerapan anggaran di era ini lebih optimal.

Tulisan saya buat untuk, mungkin, bisa memberi pilihan bagi pembaca sekalian untuk mengartikan negara kita saat ini sedang berada di kondisi bagaimana. Kita tidak berada di tengah negara yang sedang “begini”, kita tidak berada di tengah merajalelanya fitnah dan hoax. Kita rakyat masih belum kalah dengan pemerintah. Karena setidaknya Jokowi masih bersama rakyat dan untuk rakyat hingga saat ini. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER