Jambi, CNN Indonesia -- Evipanyas Tuti Arna Rade Anna Siagian, putri ke dua dari lima bersaudara perempuan ini sudah mencintai profesinya saat ini sebagai guru. Tapi kalau diingat-ingat, semasa kecil sampai remaja, Evi, begitu ia akrab dipanggil, sebetulnya bercita-cita bekerja di bidang kesehatan.
Tapi perjalanan hidup justru mengantarnya jadi guru. Selulus SMA dia sudah mencoba tes untuk masuk ke Politeknik Kesehatan di Jambi, jurusan kebidanan. Hasilnya tak seperti harapan. Evi pun harus memikirkan ulang rencananya.
Akhirnya Evi memutuskan mengikuti ujian Seleksi Mandiri Universitas Jambi jurusan PIPS, pada 2009. Dia diterima. “Sebelumnya enggak kebayang mau jadi guru. Pilihnya ngasal aja dan sampai akhir lulus aja belum ada niat buat jadi guru,” ungkap Evi mengingat masa kuliah.
Setelah menyelesaikan kuliah selama empat tahun, ia malah ingin bekerja sebagai personalia di sebuah perusahaan. “Kepikiran buat kerja di perusahaan karena waktu SMA pernah jadi siswa panggilan Garuda Indonesia, tapi gagal,” ungkapnya.
Keputusannya menjadi personalia di perusahan pun terkabul. Setelah lulus dan mengetahui sebuah swalayan sedang membuka lowongan, ia memutuskan untuk mendaftar. Ia pun mendapat posisi sebagai kepala toko.
“Banyak hal yang berbeda ditemui ketika bekerja sebagai kepala toko. Saat kuliah kita diajarkan untuk menjad pembimbing, tapi saat kerja saya diminta untuk mengajar,” katanya.
Tapi hal tersebut dapat dikolaborasi olehnya sehingga ia dapat bekerja, sebagai kepala toko bukan memerintah, tetapi membimbing pekerja dengan melakukan kerja sama.
Tak berjalan lama, Evi hanya bekerja selamaa satu tahun di swalayan tersebut. Keinginan menjadi seorang guru kemudian muncul. Hati memang tak bisa membohongi, pengalaman dan pengetahuan yang tertanam selama kuliah kembali menghantarkannya kembali ke kodratnya menjadi seorang guru.
“Lihat teman-teman sudah ngajar dan posting bareng anak-anak buat saya tertarik untuk mengajar,” ungkap Evi.
Gayung bersambut ia mendapatkan kabar bahwa ada penerimaan guru di sekolah swasta Goang Ming School yang bertempat di kompleks pasar baru square. Ia pun memutuskan untuk mendaftar dan mengajar untuk menerapkan ilmunya. Setelah terjun menjadi guru, Evi kemudian menyadari bahwa itulah panggilan jiwanya.
Banyak pengalaman berharga yang diperoleh ketika mengajar. Gadis berusia 28 tahun ini mengungkapkan dirinya sangat menikmati pekerjaannya. “Di sini bisa refreshing sambil bekerja, ketemu anak-anak yang pasti menggemaskan,” ungkapnya.
Walaupun sekolah tempatnya mengajar diakuinya sebagai sekolah yang berbeda dengan sekolah pada umumnya dia tetap mencintainya. “Di sekolah ini saya bukan hanya dituntut untuk mengajarkan pendidikan, tetapi terpenting adalah moral,” ungkapnya.
“Kami mengajarkan setiap siswa untuk mengucapkan terima kasih, mengucap maaf jika salah, mengucap “tolong” dan menyapa orang tua setiap bertemu,” ungkapnya.
Tak hanya menanamkan moral, kegiatan sekolah yang menerapkan praktik dalam setiap pelajaran menjadi nilai plus baginya. “Setiap pelajaran yang disampaikan disertai dengan praktiknya. Siswa akan mudah menangkap pelajaran jika mereka melihat dan merasakan,” ucap Evi.
Sudah dua tahun mengajar di sekolah itu, Evi merasakan banyak perubahan di sekolah tersebut. Kalau pada awal-awal dia diberi tanggung jawab mengajar TK dan SD, sekarang para guru ditetapkan fokus. Evi kini mengajar kelas I sampai IV untuk mata pelajaran Creative Subject, di mana Evi dituntut mengemas pelajar sekreatif mungkin. “Creative Subject itu perpaduan antara pelajaran Bahasa Indonesia, IPS, dan PKn. Jadi, saya harus bisa menggabungkan ketiganya menjadi pelajaran yang menyenangkan,” ungkap Evi.
“Bahasa itu pelajaran menulis, IPS kami ajarkan tentang sosial dan PKn tentang kerukunan. Jadi, kami mengajak siswa untuk membuat cerita tentang kehidupan sosial dengan menonjolkan kegiatan gotong royong,” kata dia.
Tak menutup kemungkinan, semua pengajar memang berharap berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Akan tetapi, kecintaannya dengan dunia mengajar di tempatnya mengajar kini hampir membuat dia lupa akan hal itu.
“Tidak munafik semua orang pasti berharap bisa menjadi PNS, bukan karena pandangan orang lain terhadap diri sendiri juga, tetapi soal finansial yang didapat,” kata Evi. Tapi dia yakin, tujuan guru di sekolah negeri dan sekolah swasta sama saja, yaitu untuk membimbing murid-muridnya menjadi sosok berharga di masa depan. Dan itu membuatnya tetap setia bertahan.