Warsawa, CNN Indonesia -- Kerusuhan terjadi di ibu kota Polandia, Warsawa, pada Selasa (11/11) malam ketika ratusan orang bertopeng melemparkan batu dan lampu pijar kepada barisan polisi anti huru-hara.
Aksi tersebut dimulai ketika berbagai kelompok nasionalis yang mempercayai nilai tradisional Polandia melakukan aksi berjalan kaki di Warsawa dalam rangka memperingati hari kemerdekaan negara itu.
Selama empat tahun terakhir, aksi yang semula dilakukan dengan damai itu selalu berubah menjadi kerusuhan yang penuh aksi kekerasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerusuhan pada Selasa malam dimulai ketika sekelompok orang bertopeng memisahkan diri dari barisan long march yang tengah menyebrangi sungai Vistula dekat stadion bola, dan merusak halte bus yang berada di sekitar lokasi, seperti diberitakan
Reuters, Rabu (13/11).
Massa juga mulai menyerang barisan polisi anti-huru hara. Pihak kepolisian Polandia harus menembakkan gas air mata dan peluru karet ke udara untuk menghentikan massa yang mengamuk.
Tiga orang mencoba untuk tetap menyerang dan menggunakan marka jalan yang telah mereka copot untuk melindungi diri dari serangan polisi.
Hingga saat ini, belum jelas apakah ada korban jiwa atau terluka akibat kerusuhan tersebut.
Wartawan
Reuters melaporkan seorang pria terluka parah di kepalanya. Sementara, siaran televisi setempat memperlihatkan seorang polisi tengah digotong ke ambulans.
"Lebih dari 200 orang ditahan. Sebagian besar membawa senjata tajam sebelum long march dimulai," kata Juru bicara kepolisian Mariusz Sokolowski.
Sokolowski menyatakan petugas telah berhasil mengamankan amukan massa di daerah sekitar stadion sepak bola. Sebagian besar demonstran didorong kembali ke dalam barisan long march secara damai.
Polandia kini dipimpin oleh pemerintah kanan-tengah yang dianggap menganut nilai-nilai Uni Eropa.
Pengamat menilai Polandia tengah menikmati masa kemakmuran belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah modern.
Namun, beberapa pendukung nasionalis Polandia merasa nilai-nilai konvensional semakin terkikis, utamanya terkait hubungan dengan Gereja Katolik dan pertentangan terhadap legalisasi aborsi serta pernikahan sesama jenis, sejak Polandia bergabung dengan Uni Eropa pada 2004 lalu.