CNN Indonesia -- Seorang dokter bedah yang tertular Ebola saat bekerja di Sierra Leone akhirnya meninggal Senin (17/11) di sebuah rumah sakit di Nebraska.
Dr. Martin Salia, yang berasal dari Sierra Leone dan memegang status penduduk tetap di Amerika Serikat, telah berada dalam kondisi kritis saat tiba di Pusat Kesehatan Nebraska Sabtu (15/11) sore lalu.
“Ginjalnya tidak berfungsi lagi, untuk bernapas saja sangat sulit baginya,” ujar Dr. Daniel Johnson.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salia dipasangkan mesin dialisis, intubasi dan alat bantuan napas beberapa jam setelah ketibaannya di RS. Ia diberikan plasma dari seorang mantan pasien Ebola dan juga obat eksperimental ZMapp.
Ia merupakan kepala petugas medis di RS Kissy, sebuah RS milik Gereja Metodis Bersatu di Freetown, Sierra Leone, sewaktu dikonfirmasi tertular Ebola Selasa (11/11) lalu.
Masih belum jelas bagaimana Salia bisa tertular virus tersebut. Pria yang belajar kedokteran di College of Medicine di Sierra Leone tersebut juga bekerja di beberapa fasilitas kesehatan lainnya.
“Kami sangat memikirkan keluarganya yang sedang berduka,” ujar Uskup Warner H. Brown Jr., presiden Dewan Uskup Gereja Metodis Bersatu, dalam sebuah pernyataan. “Dr. Salia merupakan seorang dokter Kristiani yang mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang lain.”
Salia dievakuasi ke Amerika Serikat atas permintaan dari istrinya, seorang warga negara Amerika yang tinggal di Maryland.
Salia merupakan pasien ketiga Ebola yang dirawat di RS yang terletak di Omaha tersebut. Dua pasien Ebola lainnya yang tertular di Liberia telah sembuh.
Dr. Phil Smith, Direktur Medis Unit Penanganan Biologis di Pusat Kesehatan Nebraska, mengatakan dokter-dokter yang ikut merawat Salia akan diambil suhu badannya dua hari sekali. Mereka juga akan dites secara berkala untuk gejala-gejala Ebola, namun mereka masih boleh bekerja.
“Selama mereka tidak menunjukkan gejola, mereka dianggap tidak tertular,” ujar Smith. “Walaupun mereka tertular, mereka tidak akan menyebarkan virus tersebut.”
Wabah Ebola kali ini adalah yang terparah sepanjang sejarah. Menurut statistik terbaru Organisasi Kesehatan Dunia, wabah ini telah menewaskan 5.177 orang.
Mayoritas dari mereka merupakan warga Sierra Leone, Liberia dan Guinea. Sistem kesehatan ketiga negara tersebut, yang memang sudah lemah, sudah tidak mampu lagi mengakomodasi pasien-pasien Ebola baru.