Yangoon, CNN Indonesia -- Satu orang tewas dan 20 lainnya luka-luka setelah polisi Myanmar melepas tembakan ke arah para pengunjuk rasa dekat satu tambang yang menjadi inti dari sengketa lahan.
Media-media melaporkan bahwa aksi unjuk rasa pada Senin (22/12) ini dipicu oleh pengumuman perusahaan yang terkait dengan Tiongkok untuk memperluas proyek pertambangan itu.
Stasiun televisi dan situs Myanmar bernama Suara Demokratis Birma, DVB, melaporkan penembakan satu orang pengunjuk rasa di tambang tembaga Letpadaung, Myanmar tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khin San Hlaing, anggota parlemen dari partai Liga Nasional bagi Demokrasi yang beroposisi, mengutip pernyataan para saksi yang mengatakan korban adalah seorang perempuan yang terkena peluru di kepalanya.
Myanmar Winbao, perusahaan tambang tembaga, ini membenarkan korban tewas tersebut.
"Insiden yang berakhir dengan kematian korban masih belum jelas," ujar Cao Desheng, juru bicara perusahaan itu, dalam pernyataan tertulis.
"Kami mengetahui bahwa polisi berada di lokasi dan berharap mereka akan melakukan penyelidikan atas insiden tersebut".
Polisi setempat yang dihubungi oleh kantor berita Reuters mengatakan tidak memiliki informasi mengenai aksi protes tersebut.
Pada Senin pagi, Wanbao, yang merupakan anak perusahaan pembuat senjata Tiongkok, China North Industries Group Corp, mengatakan akan "memperluas tempat kerja proyek tembaga Letpadaung untuk memenuhi persyaratan ijin investasi".
"Pembangunan berjalan sebagai hasil dari dukungan luas masyarakat terhadap proyek ini," ujar perusahaan ini dalam pernyataan tertulis, dan menambahkan bahwa dua persen dari keuntungan tambang ini akan dialokasikan untuk pembangunan komunitas setempat.
Aksi protes berdarah ini terjadi ketika pemerintah semi sipil, yang mulai berkuasa pada 2011 setelah 49 tahun dibawah pemerintahan militer, dikritik karena pelanggaran hak asasi manusia seperti penangangan terhadap wartawan dan aksi unjuk rasa.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama memperingatkan bahwa negara itu mengalami kemunduran dalam reformasi.
Penduduk setempat memprotes tambang Lepadaung di Monywa, sekitar 100 km dari Mandalay, karena ribuan hektar tanah disita untuk proyek itu.
Pada November, Amnesty Internasional mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek tersebut karena lahannya dikuasai melalui proses yang cacat dan sejumlah isu sosial dan lingkungan harus dipecahkan terlebih dahulu.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia juga mengatakan pihak aparat belum melakukan pertanggungjawaban atas serangan terhadap pengunjuk rasa dua tahun sebelumnya.
Pada November 2012, lebih dari 100 orang termasuk 67 biksu terluka ketika polisi anti huru hara menggerebek kamp yang didirikan oleh pengunjuk rasa.