PENEMBAKAN DI PARIS

Kartunis Arab Khawatir akan Nasib Mereka Usai Charlie Hebdo

Reuters/Ranny Utami | CNN Indonesia
Jumat, 09 Jan 2015 17:58 WIB
Serangan di kantor majalah mingguan satir Charlie Hebdo mengingatkan para kartunis di negara-negara Arab terkait bahaya serupa di negara mereka masing-masing.
Seniman dan kartunis dari penjuru dunia menggambarkan reaksi mereka atas penembakan di Charlie Hebdo. (Reuters/Gonzalo Fuentes)
Kairo, CNN Indonesia -- Seorang kartunis Mesir, Andeel, menerima banyak ungkapan simpati dari berbagai pihak setelah ia mengutuk serangan di Paris melalui media sosial, tetapi simpati ini seringkali bukan ditujukan kepada para korban, melainkan untuk para pelaku penembakan.

Beberapa reaksi balasan yang diterima Andeel dalam situs Facebook-nya mengkritisi serangan di kantor majalah satir Charlie Hebdo yang menewaskan 12 orang, termasuk beberapa kartunis terkenal Perancis.

Tak bisa dipungkiri, Andeel cukup khawatir dengan tingkat dukungan pembunuhan kantor mingguan Perancis yang dikenal suka mengejek agama, termasuk Islam. Penulis satir berusia 28 tahun ini mengatakan dirinya takut suara moderasi tenggelam karena ekspresi kebencian 'selalu lebih berwarna dan keras'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Serangan Charlie Hebdo ini terjadi di ribuan kilometer dari Kairo dan mengingatkan para kartunis Arab mengenai resiko yang juga mereka hadapi dari kelompok radikal yang tidak menyukai kririk terhadap Islam apalagi Nabi Muhammad.

"Banyak orang yang menunjukan dukungan begitu besar atas kejahatan ini dan ini benar-benar aneh dan agak gila," ujar Andeel.

"Saya ingin mendiskusikan bagaimana orang-orang berpikir bahwa membuat lelucon dari nabi atau Islam tidak dapat diterima dan ini dianggap sebagai sebuah kejahatan," ujar Andeel kepada Reuters sambil menambahkan bahwa ia membayangkan bagaimana orang-orang dapat mengira 'membunuh merupakan reaksi yang benar'.

"Saya melihat apa yang terjadi (di Paris) sebagai sebuah lanjutan dari apa yang terjadi di Irak dan Suriah. Mental yang sama," ujar Hany Shams, seorang kartunis di koran pemerintah Mesir, Akhbar Al Youm.

Membunuh mereka lebih baik

Di kota Ramadi Irak, prajurit infanteri ISIS, Abu Saaduldin al-Quraishi, menaruh batasan terkait toleransi.

"Kami tidak mengharapkan penghinaan terhadap Tuhan, agama atau nabinya. Kami akan memperingatkan tindakan seperti itu dan jika tidak berhasil, kemudian lebih baik membunuh mereka," ujar Al Quraishi menambahkan.

Di Libanon, penulis satir memiliki kebebasan menulis lebih mudah, tetapi jauh dari kata ideal.

Stavro Jabra merupakan seorang kartunis yang karyanya diterbitkan di dua media dan ia mengaku mengetahui beberapa korban Charlie Hebdo.

"Kami ingin mempertahankan kebebasan kami, kebebasan pers, media, dan opini. Ini misi kami," ujar Jabra.

Libanon memiliki kebebasan lebih daripada negara-negara Arab lainnya, namun mereka masih terbatas terutama terhadap kritik kepada pemimpin lokal, begitu juga dengan agama di negara multi etnis. Salah satunya adalah pemimpin gerakan Muslim Syiah, Hassan Nasrallah.

"Kami tidak dapat masuk ke agama. Jika Anda menggambar Nasrallah, mereka akan menyerang Anda," ujar Jabra.

"Jika Anda menggambar orang ini atau semacamnya, hal tersebut dilarang. Anda (akan) mendapat ancaman, panggilan telepon, surat eletronik yang mengatakan 'ini tidak dapat ditarik'," ujar Jabra menjelaskan.

Di luar dunia Arab, di Turki, para kartunis menjadi sasaran beberapa penulis Islam melalui media sosial Twitter setelah serangan Paris.

Ibrahim Yoruk, seorang kolumnis dari koran harian Vahdet memperingatkan majalah satir Turki, Penguen, di bawah tagar #CharlieHebdo.

Sementara pengguna akun Twitter lainnya, yang kemudian akun tersebut tampaknya ditangguhkan, menulis melalui Twitter sebuah ancaman lain ke majalah satir mingguan, Leman.

"Insya Allah berikutnya adalah majalah Leman, mungkin ada lebih dari 12 yang akan dipenggal," bunyi tweet dengan tagar yang sama. (stu/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER