Riyadh, CNN Indonesia -- Harga minyak naik 2 persen setelah kabar meninggalnya Raja Arab Saudi Abdullah tersiar pada Jumat (23/1). Namun harga minyak diperkirakan akan tetap stabil dan tidak terpengaruh banyak dari transisi kepemimpinan di Saudi.
Saat ini harga minyak mentah berada di atas US$47 per barel. Pasar minyak diperkirakan akan tetap stabil karena transisi akan berlangsung mulus.
Abdullah akan digantikan adiknya, Pangeran Salman bin Abdulaziz, yang diprediksi tidak akan melakukan perubahan berarti pada kebijakan dagang yang selama ini diputuskan kakaknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak melihat Kerajaan akan melakukan perubahan dramatis terkait kebijakan minyak dalam waktu dekat," kata Fahad Nazer, mantan pengamat politik di Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington, DC., Amerika Serikat.
Menurut Badan Informasi Energi AS, Arab Saudi memiliki 16 persen dari cadangan minyak dunia. Saudi dikenal sebagai negara pemimpin OPEC dan punya pengaruh besar terhadap harga energi dunia serta stabilitas politik di Timur Tengah.
Keputusan Saudi untuk tidak menurunkan produksi minyak telah membuat harga terpuruk akhir tahun lalu. Sejak pertengahan 2014, harga minyak anjlok hingga 50 persen. Pada Juli lalu, harga minyak mentah US$100 dan sekarang di bawah US$50.
"Ingat, terakhir kali harga minyak jatuh seperti ini, Uni Soviet runtuh. Karena itu, penerusnya harus orang yang sangat kompeten," kata pengamat politik CNN Fareed Zakaria.
Seperti Nazer, Zakaria tidak melihat akan ada perubahan besar di Saudi. "Saya tidak memprediksi melihat perubahan besar, kita masih harus melihat seperti apa raja baru ini," ujar dia.
Pemerintah Saudi memutuskan tidak akan mengurangi produksi minyak karena tidak ingin kehilangan pasar. Sikap ini diprediksi tidak akan berubah di bawah kepemimpinan Raja Salman.
"Semua informasi dari Keluarga Kerajaan dan Menteri Perminyakan Saudi dalam 75 hari terakhir menunjukkan sikap tetap akan mempertahankan tingginya ekspor, dan memainkan pertaruhan besar dengan negara-negara produsen minyak lainnya yang mematok harga tinggi," kata Tom Kloza, kepala analisa energi global untuk Oil Price Information Service.
Beberapa pengamat mengatakan Saudi, sedikit-banyak, gembira dengan jatuhnya harga minyak, karena setidaknya bisa menghambat peningkatan produksi minyak serpih Amerika Serikat yang sedang melonjak.
Pekan lalu, Pangeran Saudi Alwaleed mengatakan harga minyak tidak pernah kembali ke harga US$100 dan jatuhnya harga akan membuat Saudi bisa melihat "berapa banyak perusahaan produsen minyak serpih yang gulung tikar."
Banyak perusahaan minyak serpih dan industri terkait di AS telah mengumumkan penghentian produksi dan pemotongan anggaran akibat naiknya harga minyak.
Lembaga Oxford Economies memperkirakan Saudi akan menghadapi dampak negatif perekonomian tahun ini jika harga minyak masih berada atau di bawah US$50 per barel.
AS mengimpor sekitar satu juta barel minyak per hari dari Saudi. Hanya Kanada yang bisa menandingi Saudi dalam memasok AS.
Sumber:
CNN (den/den)