Riset: Barat Hanya Intervensi Konflik Negara Kaya Minyak

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Rabu, 28 Jan 2015 14:12 WIB
Menurut riset, teori konspirasi yang mengatakan bahwa Barat hanya ikut campur dalam konflik bersenjata negara-negara kaya minyak ternyata benar adanya.
Menurut peneliti Inggris, ISIS baru ramai diberitakan dan diserang setelah mendekati ladang minyak di wilayah Kurdi, Irak. (Ilustrasi/Getty Images)
London, CNN Indonesia -- Teori konspirasi yang mengatakan bahwa Barat hanya ikut campur dalam konflik bersenjata negara-negara kaya minyak ternyata benar adanya. Hal ini dibuktikan dalam sebuah riset yang dilakukan oleh beberapa universitas di Inggris, seperti dikutip The Independent, Rabu (28/1).

Berdasarkan penelitian para ahli dari Universitas Portsmouth, Warwick dan Essex, campur tangan militer asing terhadap perang saudara di sebuah negara kemungkinannya lebih besar 100 kali lipat jika negara itu punya banyak cadangan minyak atau produsen minyak besar, ketimbang terhadap negara miskin sumber daya.

Ini adalah riset pertama yang membenarkan peran minyak sebagai motivasi utama dalam konflik. Di antaranya adalah keterlibatan Inggris dalam intervensi militer Barat di Libya yang menewaskan Moammar Gaddafi atau koalisi Amerika Serikat saat ini dalam menggempur ISIS di utara Irak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami menemukan bukti jelas bahwa negara-negara dengan produksi minyak berlimpah akan lebih potensial menjadi sasaran intervensi asing jika perang saudara pecah," kata salah seorang peneliti dalam riset tersebut, Dr Petros Sekeris dari Universitas Portsmouth.

"Intervensi militer sangat mahal dan berisiko. Tidak ada negara yang bergabung dalam perang saudara negara lain tanpa melakukan perhitungan atas kepentingan strategis mereka sendiri," lanjut Sekeris.

Riset itu dipublikasikan di Journal of Conflict Resolution, dengan menganalisa 69 perang saudara antara tahun 1945 hingga 1999, namun tidak meriset invasi asing. Diketahui bahwa perang saudara meliputi 90 persen konflik bersenjata sejak berakhirnya Perang Dunia II dan sepertiga di antaranya melibatkan intervensi pihak ketiga.

Peneliti mengambil kesimpulan setelah menelaah proses pengambilan keputusan intervensi pihak ketiga. Banyak faktor yang muncul, seperti kemampuan militer dan kekuatan pasukan pemberontak, dan juga kebutuhan akan minyak dan cadangan minyak di negara target.

Riset menemukan bahwa kebutuhan akan minyak menjadi faktor penentu dalam intervensi asing di negara dengan perang saudara, jauh lebih penting dari faktor historis, geografis atau etnis.

"Sebelum kekuatan ISIS mendekati wilayah Kurdi yang kaya minyak di utara Irak, ISIS hampir tidak pernah diberitakan. Tapi ketika ISIS mendekati ladang minyak, dikuasainya Kobani di Suriah menjadi berita utama dan AS mengirimkan drone untuk menyerang ISIS," kata Dr Vincenzo Bove, peneliti dari Universitas Warwick.

Amerika juga disebutkan mempertahankan pasukan mereka di Teluk Persia yang kaya minyak.

Riset itu juga menyebutkan keterlibatan Inggris dalam perang sipil Nigeria pada periode 1967-1970, untuk menjaga stabilitas daerah kaya minyak di wilayah timur negara yang kini memiliki ekonomi terbesar di Afrika tersebut. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER