Jakarta, CNN Indonesia -- Februari besok, Xanana Gusmao disebut-sebut akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri Timor Leste.
Kabar yang sudah berhembus dari tahun lalu itu semakin menguat ketika surat kabar lokal berbahasa Portugal, Publico melaporkan kabar tersebut pada Kamis (29/1).
Bagi banyak warga Timor Leste, Gusmao adalah sosok legenda yang membantu pembebasan Timor Leste dari Indonesia. Lahir dengan nama lengkap Jose Alexandre Gusmao, pria berusia 68 tahun ini dikenal luas sebagai figur politik Timur Leste.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum terjun menjadi aktivis, Gusmao pernah menjadi pesepak bola dan wartawan. Popularitas besar Gusmao berakar pada perjuangan panjang Timor Leste meraih kemerdekaan melalui gerakan gerilya Falintil yang berisi sekelompok pejuang tanpa perlengkapan yang memadai untuk melawan pemerintah Indonesia.
Di bawah kepemimpinan Gusmao selama lebih dari satu dekade, gerilya Falintil membantu menyatukan kelompok-kelompok pro-kemerdekaan lain di Timor Lorosa’e. Gusmao juga menjadi pemimpin Fretilin, sayap politik gerakan kemerdekaan yang kemudian menjadi partai politik terbesar di Timor Leste.
Semasa perjuangannya meraih kemerdekaan, Gusmao terlibat dalam sejumlah organisasi revolusioner. Pada 1971, dia bergabung dengan organisasi nasionalis pimpinan Jose Ramos Horta. Gusmao juga sempat ditahan oleh faksi lawan ketika terjadi konflik politik pada 1975.
Pada 1992, Gusmao ditangkap oleh Indonesia dan dihukum dengan tuduhan melancarkan pemberontakan dan ditahan di penjara Cipinang. Meskipun mendekam di penjara, Gusmao tetap menjadi tokoh gerakan kemerdekaan Timor Leste. Oleh karenanya, banyak yang menyebut Gusmao sebagai Nelson Mandela dari Asia Tenggara.
Setelah akhirnya dibebaskan pada September 1999, Gusmao kembali ke tanah kelahirannya.
Kerusuhan besar-besaran yang terjadi berkepanjangan akhirnya ditutup dengan referendum kemerdekaan yang didukung PBB. Warga Lorosa'e pun memilih untuk merdeka dan lepas dari NKRI.
Saat kembali, Gusmao disambut bak pahlawan. Berpidato di tengah kerumunan besar di ibukota yang masih membara dari Dili, Gusmao meminta warga Timor Leste untuk fokus pada masa depan, pada pembaharuan dan rekonsiliasi dan bukan lagi kepada pertumpahan darah di masa lalu.
"Semua penderitaan kita, bisa kita tinggalkan sekarang. Tanah ini milik kita dan kita akan mandiri selamanya," kata Gusmao, dikutip dari
CNN pada 2002 silam.
Setelah Timor Leste meraih kemerdekaan pada Mei 2002, Gosmao menempati posisi pemimpin de facto Timor Leste sebelum pemilihan presiden pertama Timor Leste. Gusmao pun dicalonkan untuk menjadi presiden pertama Timor Leste. Namun, saat itu Gusmao menyatakan keengganannya untuk berada di pemerintahan.
"Saya lebih suka menjadi petani labu dan menggunakan waktu saya untuk memperdalam hobi fotografi," kata Gusmao saat itu.
Gusmo menyatakan bahwa dengan merdekanya Timor Leste, dia akan menyingkir dari politik karena merasa sudah saatnya generasi muda untuk mengambil alih kepemimpinan.
Alasan yang sama juga dikemukakan oleh Gusmao saat ini ketika ia dikabarkan ingin mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri.
"Menjadi presiden membutuhkan pengalaman dan kemampuan yang tidak saya miliki," kata Gusmao.
Namun Gusmao akhirnya ikut dalam pemilu presiden pertama dan terpilih sebagai presiden hingga Mei 2007.
Pada Maret 2007, Gusmao mendirikan partai baru bernama Conselho Nacional de Reconstrucao de Timor atau Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor (CNRT) untuk ikut bersaing dalam pemilihan parlemen. Partai CNRT memenangkan 24,10 persen suara dalam pemilu, menduduki peringkat kedua setelah Partai Fretilin yang memenangkan suara sebanyak 29 persen. Perseteruan dan pembentukan koalisi pun berkecamuk antara kedua partai ini dan partai ketiga, Partai Sosialis Demokrat.
Akhirnya, presiden Timur Leste saat itu, Ramos Horta, mengumumkan pada 6 Agustus 2007, bahwa koalisi akan membentuk pemerintah dan Gusmao akan menjadi Perdana Menteri.
Gusmao tidak tercatat mengenyam pendidikan tinggi. Diceritakan setelah lulus SMA, ia langsung bekerja serabutan. Meski demikian, Gusmao mendapat banyak penghargaan dari beberapa negara oleh karena pemikiran-pemikirannya tentang kebebasan.
Ia juga menerbitkan sebuah buku otobiografi berjudul "To Resist, To Win".
Di penghujung tahun 2014, Gusmao menyatakan akan mengundurkan diri sebagai perdana menteri tanpa alasan yang jelas. Beberapa nama muncul berpotensi menggantikan Gusmao, namun yang paling santer terdengar adalah Rui Araujo, mantan menteri kesehatan dari partai oposisi Fretilin.
(ama/stu)