Washington, D.C., CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menyatakan bahwa negaranya tidak berperang melawan Islam. Obama menepis anggapan bahwa aksi kekerasan yang dilakukan kelompok militan yang semakin marak belakangan ini, terkait dengan ideologi agama Islam yang sebenarnya.
"Kami tidak berperang melawan Islam. Kami berperang melawan mereka yang melecehkan Islam," kata Obama dalam Konferensi Anti-Ekstremisme, di Washington D.C., dikutip dari
CNN, Rabu (18/2).
Pada konferensi tersebut, Obama berharap dapat menyusun cara untuk melawan teror yang diluncurkan oleh berbagai kelompok militan di daratan Eropa, Kanada dan Australia yang gencar dalam beberapa bulan terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Para pemimpin Muslim harus berbuat lebih banyak untuk mendiskreditkan gagasan bahwa bangsa kita (Amerika Serikat) bertekad untuk menekan Islam," kata Obama, mengacu pada tuduhan dari kelompok militan yang mengatasnamakan Islam, bahwa AS merupakan musuh utama Islam.
Obama mengatakan pemuda Muslim sangat rentan terhadap propaganda ekstrimis, yang dapat mendorong mereka untuk bergabung Negara Islam di Suriah atau melakukan serangan di dalam negeri.
Obama mengkhawatirkan maraknya aksi militan yang mengatasnamakan Islam membuat masyarakat Muslim dikucilkan di AS dan diasosiasikan dengan sel radikal.
"Saya tidak berdalih dengan label. Saya pikir kita semua mengakui bahwa ini adalah masalah tertentu yang memiliki akar dalam komunitas Muslim," kata Obama dalam wawancara dengan CNN, pada Januari.
"Tapi saya pikir kita harus ingat bahwa mayoritas umat Islam menolak ideologi (ekstremisme) ini," kata Obama melanjutkan.
"Kami tahu cara terbaik untuk melindungi pemuda agar tidak jatuh ke dalam cengkeraman ekstremis adalah melalui dukungan dari keluarga, teman, guru, dan pemimpin agama," ucap Obama.
Obama juga menjelaskan bahwa terdapat penyebab lain tindakan ekstremisme, yaitu pemerintah otoriter yang melanggar hak asasi manusia, dan sering dipandang sebagai sumber ekstremisme di Timur Tengah.
"Kelompok-kelompok seperti al-Qaidah dan ISIS memanfaatkan kemarahan orang-orang yang merasa mengalami ketidakadilan dan korupsi, dan merasa tidak ada kesempatan memperbaiki kehidupan mereka. Dunia harus menawarkan sesuatu yang lebih baik kepada para pemuda," kata Obama melanjutkan.
Obama juga menyebutkan bahwa tidak semua serangan ekstremis diluncurkan atas nama Islam. Obama menyebut serangan teror terhadap sebuah kuil Sikh di Wisconsin pada tahun 2012, dan pada pusat komunitas Yahudi pada tahun lalu, dilakukan oleh warga kulit putih yang rasis.
Sementara, dilaporkan Reuters, beberapa pemimpin Muslim di AS juga telah mendorong upaya pemerintah untuk membina hubungan dengan komunitas mereka.
Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Jeh Johnson, telah mengunjungi komunitas Muslim di seluruh Amerika Serikat pada Juni lalu untuk mengimbau mereka terkait perilaku yang harus diperhatikan agar pemuda Muslim terhindar dari radikalisme.
Di Minneapolis, Jaksa Agung Andrew Luger meminta masyarakat untuk menyediakan layanan sosial yang memberdayakan pemuda Muslim dan menjauhkan mereka ekstremisme.
"Upaya ini mengaburkan batas antara jangkauan di masyarakat dan tindak intelijen," kata Jaylani Hussein, direktur eksekutif Dewan Hubungan Amerika-Islam di Minnesota, Selasa (17/2).
Gedung Putih mengklaim pihaknya secara konsisten menghindari penamaan 'ekstremisme Islam' sebagai pembahasan utama dalam Konferensi Anti-Ekstremisme. Seorang pejabat senior pemerintah menyatakan pertemuan tersebut tidak hanya membahas soal ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok militan ISIS di Irak dan Suriah.
"Ekstremisme berasal dari aksi teroris yang datang dalam segala macam bentuk," kata pejabat yang tak diidentifikasi namanya tersebut.
"Para pelaku serangan di Perancis dan Denmark adalah teroris, dan bukan penganut agama tertentu," katanya melanjutkan.
Namun, penolakan menggunakan istilah 'ekstremisme Islam' menuai kritik dari pakar terorisme yang menganggap Gedung Putih seharusnya tidak "malu-malu" untuk menyebutkan ancaman radikal datang dari kelompok militan yang mengatasnamakan Islam.
"Para teroris sendiri mengaku melakukan hal ini atas nama Islam, dan Gedung Putih terkesan tidak menyelesaikan masalah dengan apa adanya, kata analis CNN, Bobby Ghosh.
(ama)