Hindari Sanksi Perdagangan PBB, Kapal Korut Ganti Nama

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Kamis, 26 Feb 2015 12:14 WIB
Perusahaan pelayaran Korea Utara yang masuk dalam daftar perusahaan yang dikenai sanksi perdagangan oleh PBB memutuskan untuk mengganti nama kapalnya.
DK PBB mengenai sanksi atas perusahaan pelayaran Korea Utara, Ocean Maritime Management Company atas tuduhan mengatur kiriman ilegal di kapal Chong Chon Gang. (Ilustrasi/Getty Images/ Edward L. Pruitt)
Pyongyang, CNN Indonesia -- Sebuah perusahaan pelayaran Korea Utara yang masuk dalam daftar perusahaan yang dikenai sanksi perdagangan oleh PBB memutuskan untuk mengganti hampir seluruh nama kapalnya, agar dapat terus melakukan pengiriman.

Diberitakan Reuters pada Rabu (25/2), menurut laporan dari Panel Ahli Dewan Keamanan PBB yang memonitor pelaksanaan sanksi terhadap Pyongyang, Korea Utara "terus menentang resolusi Dewan Keamanan dengan tetap melanjutkan program nuklir dan rudal balistik."

Juli lalu, PBB mengenai sanksi atas perusahaan pelayaran Ocean Maritime Management Company (OMM) atas tuduhan mengatur kiriman ilegal di kapal Chong Chon Gang, yang ditangkap di Panama dan ditemukan membawa senjata, termasuk dua jet tempur MiG-21, yang disembunyikan di bawah ribuan ton gula Kuba.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setelah penunjukan sanksi atas OMM... Korea (Utara) bertindak untuk menghindari sanksi dengan mengubah pendaftaran dan kepemilikan kapal yang dikendalikan oleh perusahaan tersebut," bunyi laporan tersebut.

"Sejauh ini, 13 dari 14 kapal yang dikendalikan oleh OMM telah berganti nama, kepemilikan ditransfer ke perusahaan pemilik kapal tunggal lainnya (dengan nama-nama yang berasal dari nama baru kapal) dan manajemen kapal dipindahkan ke dua perusahaan utama," bunyi laporan tersebut.

Korea Utara saat ini berada di bawah sanksi PBB karena uji coba nuklir dan peluncuran rudal. Pyongyang dilarang mengimpor dan mengekspor senjata, teknologi nuklir dan rudal. Selain itu, Pyongyang juga tidak diperbolehkan untuk mengimpor barang-barang mewah.

Dalam laporan setebal 76 halaman tersebut, para ahli menyatakan sanksi tersebut tidak termasuk ekspor-impor makanan atau bantuan kemanusiaan. Namun mereka menyarankan PBB menguraikan apa saja makanan dan bantuan yang dapat dikirim ke Korea Utara.

Laporan ini belum dapat diverifikasi oleh Reuters. Misi PBB Korea Utara di New York belum bersedia memberikan komentar atas laporan ini.

Laporan tersebut juga menyatakan bahwa OMM bekerja dengan individu dan entitas yang berbasis di sejumlah negara seperti Brazil, Tiongkok, Mesir, Yunani, Jepang, Malaysia, Peru, Rusia, Singapura dan Thailand.

Panel merekomendasikan DK PBB memberikan sanksi terhadap 34 entitas OMM, termasuk Chongchongang Shipping Co, Amnokgang Shipping dan Biryugang Shipping. Laporan ini juga menganjurkan DK PBB memberikan sanksi kepada Wakil Presiden OMM Choe Chol Ho, Presiden Chongchongang Shipping, Kim Ryong Chol dan tiga direktur Chongchongang.

Laporan tersebut menyatakan bahwa diplomat, pejabat dan perwakilan perdagangan Korea Utara memainkan peran kunci dalam senjata ilegal dan penawaran rudal. Mereka sering terlibat dalam transfer dana ilegal.

Panel juga menyatakan bahwa agen intelijen Korea Utara membantu pergerakan uang yang diyakini terkait dengan transaksi senjata.

Laporan tersebut juga menyatakan bahwa agen Biro Umum Reconnaissance (RGB), badan intelijen utama Korea Utara, telah bekerja di organisasi internasional dan menggunakan posisi mereka untuk mendukung kegiatan yang bertujuan untuk menghindari sanksi perdagangan.

Terkait hal ini, laporan tersebut menyebutkan keputusan pemerintah Perancis untuk membekukan aset Kim Yong Nam, seorang perwira RGB yang menyamar dan bekerja sebagai karyawan di UNESCO, organisasi budaya dan ilmiah PBB di Paris.

Putra Kim Yong Nam, yang bernama Kim Su Gwang, yang juga merupakan agen RGB, bekerja di Program Pangan Dunia PBB.

Panel menyatakan bahwa putri Kim Young Nam, yaitu Kim Su Gyong bekerja di Korea United Development Bank "terlibat dalam kegiatan keuangan dengan alasan palsu untuk menyembunyikan keterlibatan negaranya."

Panel juga membuka penyelidikan awal terkait kemungkinan penggunaan drone. Antara Oktober 2013 dan Maret 2014, Korea Selatan menemukan puing-puing dari tiga drone yang dinyatakan berasal dari Korea Utara dan telah memata-matai fasilitas militer Korea Selatan.

DK PBB telah melarang pasokan dan penjualan drone yang bersenjata maupun yang berfungsi untuk tujuan pengintaian, dengan jangkauan minimal 300 km. Belum jelas apakah drone yang ditemukan tersebut merupakan drone yang berasal dari luar negeri, atau yang dirakit sendiri oleh Korea Utara.

Meski begitu, para ahli menyatakan sanksi yang diterapkan PBB atas Korea Utara tidak "mengakibatkan kekurangan bahan makanan atau bantuan kemanusiaan lainnya." (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER