Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok militan ISIS akhirnya membebaskan 20 pekerja medis yang mereka culik saat menyerbu Rumah Sakit Ibn Sina di Sirte, Libya, pada Minggu (15/3).
Sekitar lebih dari 30 personel pasukan bersenjata ISIS menyerang rumah sakit tersebut sementara sebuah bus menunggu para pekerja yang bukan warga Libya untuk diangkut ke Tripoli.
Mayoritas korban penculikan adalah orang Filipina, sementara yang lainnya adalah warga Ukraina, India, dan Serbia. Menurut petugas rumah sakit, mereka diculik lantaran mencoba pergi dari kota tersebut karena situasi keamanan sejak ISIS memegang kendali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petugas rumah sakit percaya bahwa ISIS tidak ingin staf meninggalkan kota tersebut karena mereka adalah satu-satunya tim yang ada jika pasukan bersenjata mereka cedera.
Para pekerja medis ini akhirnya dibebaskan dan dipulangkan ke rumah masing-masing yang terletak tak jauh dari rumah sakit pada Selasa (17/3). Namun, mereka tidak dapat pergi jauh lantaran ISIS meminta mereka tak meninggalkan Sirte.
Salah satu dokter korban penculikan mengaku bahwa ia akan selamat selama tidak meninggalkan lokasi dan merawat militan yang terluka.
"Mereka mengatakan itu kepadanya, untuk hidupmu, kamu tinggal dan bekerja di kota ini," ujar seorang petugas keamanan.
Sirte terletak antara Tripoli dan Benghazi. Kota ini adalah benteng pertahanan utama terakhir bagi loyalis Moammar Gaddafi dalam perang sipil Libya, yang juga menjadi lokasi tewasnya Gaddafi.
ISIS mengambil alih Sirte dan rumah sakit ini pada tahun lalu. ISIS juga mengklaim bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas pembunuhan 21 umat Kristen Koptik asal Mesir di kota tersebut pada bulan lalu.
Sebelumnya, untuk pertama kalinya kelompok militan Libya yang sudah berbaiat pada ISIS diberitakan terlibat bentrokan besar dengan pasukan faksi pemerintah di ibu kota Tripoli.
Kehadiran ISIS di tengah kecamuk Libya membuat makin banyak kelompok yang bertarung di negara itu sejak Muammar Gaddafi tewas. Hal ini menambah parah perpecahan, di mana dua kelompok besar juga telah mengklaim diri mereka menjadi pemerintah yang sah.
Pemerintah yang diakui oleh dunia internasional kini memerintah dari wilayah timur Libya setelah mereka diusir oleh pemerintah “Libya Dawn” yang merebut ibu kota Tripoli pada Agustus tahun lalu.
Melihat gejolak politik di Libya ini, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tripoli memberikan peringatan bagi warga negara Indonesia untuk tidak melancong ke Libya.
Dalam surat edaran KBRI Tripoli pada Minggu (15/3), KBRI juga mengingatkan WNI yang sudah terlanjur berada di Libya untuk terus meningkatkan kewaspadaan dan memantau semua perkembangan.
WNI yang berada di Libya diharapkan segera menghubungi KBRI Tripoli jika menemui masalah ke nomor-nomor berikut ini:
- Hotline KBRI Tripoli ( 216 25 596 366)
- Sdr. Bambang Priya Hutama ( 216 28 504 750) - Koordinator Fungsi Pensosbud/Protkons
- Sdr. Untung Istiawan ( 216 21 683 669)
- Sdr. Haris Agung ( 216 28 674 946)
- Sdr. Zakaria El Barouni ( 218 91 931 6294)
- Email KBRI Tripoli: tripoli.kbrikemlu.co.id
(stu/stu)