Jakarta, CNN Indonesia -- Mahasiswa Indonesia terpaksa hidup di tengah dentuman bom dan rentetan peluru di Yaman yang sedang berkecamuk perang. Terakhir, Yaman dibombardir oleh Arab Saudi dan negara-negara Teluk untuk memberantas pemberontak Houthi di negara tersebut.
Muhammad Kholil, mahasiswa di ibu kota Yaman, Sanaa, mengaku kaget saat Saudi melancarkan serangan Kamis lalu ke negara itu. Serangan dilakukan menyusul permintaan dari presiden Abd Rabbuh Mansur Hadi kepada negara-negara Timur Tengah.
"Pengumuman dilakukan pada jam 12 malam, dan jam 2 langsung ada serangan. Awal terjadi kita kaget," kata mahasiswa Andalus University ini kepada CNN Indonesia, Sabtu (28/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari ini adalah hari ketiga serangan dilakukan oleh Saudi dan negara-negara Teluk lainnya, termasuk juga Mesir. Kholil mengatakan, serangan udara kebanyakan dilakukan di malam hari, sedangkan siang hari hanya satu-dua. "Serangan bisa dilakukan sejak magrib hingga subuh," ujar pria 23 tahun ini.
Kondisi para WNI dan warga asing lainnya di Sanaa masih tergolong aman. Dia mengatakan, kecuali di wilayah-wilayah yang dikuasai Houthi, warga Sanaa masih bisa beraktivitas seperti biasa. Warga Sanaa, ujar Kholil, paham bahwa serangan Saudi tidak akan mengincar wilayah permukiman, hanya ke tempat-tempat yang dikuasai Houthi.
"Warga di Sanaa sudah paham, serangan hanya akan dilakukan ke tempat-tempat yang dikuasai Houthi, seperti gudang senjata, pesawat atau kamp-kamp mereka," kata Kholil lagi.
Namun di beberapa tempat lainnya, kondisi perang sangat buruk, salah satunya di kota Aden, tempat Presiden Hadi bersembunyi. Hadi sekarang telah berada di Arab Saudi.
"Saya mendapat kabar dari kawan-kawan, peperangan terdahsyat terjadi di dalam dan luar kota Aden. Di luar kota itu ada kamp terbesar yang menjadi perebutan antara Houthi dan pengikut Hadi. Di dalam kota, namun hanya di sebagian tempat, geng-geng bersenjata buat kacau untuk melemahkan semangat juang lawan," jelas Kholil.
Kholil mengatakan bahwa kini para WNI di Sanaa sudah terbiasa mendengar serangan udara. "Kami sudah terbiasa dengan ledakan-ledakan ini. Setiap malam kami melihatnya, beberapa kami rekam di video," ujar mahasiswa jurusan dirasat Islamiya ini.
Sulit belajarDia mengakui bahwa perang yang berkecamuk di Yaman membuat para mahasiswa Indonesia kesulitan untuk belajar. Hal ini karena banyak yang diliburkan, dosen yang tidak berani datang atau WNI yang mengungsi ke Kedutaan Besar RI.
Selain itu, keadaan yang tidak aman membuat para WNI takut ke luar rumah.
"Kami tidak berani keluar rumah jauh-jauh. Beberapa hari ini kurang aman, jadi kami di rumah saja. Keluar hanya untuk beli makan. Kami di perumahan, keluar dari sini, banyak tentara Houthi berkeliaran," ujar Kholil.
Kholil menyadari bahwa situasi perang di Yaman sangat berbahaya bagi para WNI. Beberapa WNI telah mengungsi ke KBRI. Evakuasi ke tanah air tidak bisa dilakukan karena bandara ditutup.
Kholil dan orangtuanya pernah mengungsi ke Indonesia saat terjadi Arab Spring yang menggulingkan Presiden Ali Abdullah Saleh tahun 2011 lalu. Dia harus kembali ke Yaman untuk menyelesaikan studinya, sementara orangtuanya tetap tinggal di Indonesia.
"WNI di Sanaa yang sebagian besar pelajar mengungsi ke KBRI, sebagian lain masih di kontrakan. Beberapa hari kemarin kampus sempat libur," kata Kholil.
Kondisi ibukota sendiri menurut Kholil sudah 80 persen dikuasai oleh Houthi. Banyak tentara Yaman yang loyal pada presiden terguling Ali Abdullah Saleh berkhianat dan menyerahkan wilayah pada kelompok separatis Syiah Houthi.
"Itulah mengapa banyak tentara Houthi yang memakai seragam militer," kata Kholil.
(den)