Jemput Ajal, Para Terpidana Mati Menolak Penutup Mata

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Rabu, 29 Apr 2015 13:40 WIB
Seusai eksekusi dilaksanakan, tersiar kabar bahwa terpidana mati menolak penutup mata dan menyanyikan Amazing Grace bersama hingga maut menjemput mereka.
Delapan ambulans berisi delapan peti mati terpidana mati telah meninggalkan Nusakambangan dan tengah dalam perjalanan menuju Jakarta. (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Delapan terpidana mati kasus narkoba telah menemui ajal pada Rabu (29/4) tengah malam. Seusai eksekusi dilaksanakan, tersiar kabar bahwa para terpidana mati menolak memakai penutup mata dan bersama-sama bernyanyi Amazing Grace hingga maut menjemput mereka.

Mereka yang dieksekusi yakni empat warga Nigeria, Jamiu Owolabi Abashin yang lebih dikenal sebagai Raheem Agbage Salami, Okwudili Oyatanze, Martin Anderson, dan Silvester Obiekwe Nwolise. Ada pula duo Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Rodrigo Gularte dari Brasil, dan Zainal Abidin dari Indonesia.

Dikutip dari media Australia, Sydney Morning Herald, Pastor Karina de Vega memaparkan bahwa pada detik-detik menjelang eksekusi, suara-suara dari delapan terpidana mati terdengar di udara Nusakambangan yang dingin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka bernyanyi bersama, terikat atas dasar persaudaraan. Mereka memuji Tuhan, menyanyikan beberapa lagu bersama-sama, seperti dalam paduan suara," kata Pastor de Vega.

"Yang bukan penganut Kristiani, saya percaya, juga bernyanyi dari hatinya. Itu adalah pengalaman terindah," kata sang pastor melanjutkan.

Sekitar 15 menit menjelang tengah malam, para keluarga terpidana mati menyalakan lilin sembari menyaksikan kedelapan terpidana mati dibawa dengan sejumlah mobil menuju Lapangan Tembak Limus Buntu.

Salah satu orang di antara kelompok keluarga korban memimpin doa dan memanjatkan puja-puji kepada Tuhan. Tak lama berselang, doa mereka terhenti sejenak ketika mendengar bunyi letusan tembakan keras.

Beberapa orang terlihat histeris, sementara beberapa orang lainnya, termasuk para rohaniawan dan penasihat spiritual, menenangkan para keluarga korban.

Namun, ketika peti mati tiba untuk proses identifikasi dan serah terima resmi, suasana telah kembali tenang dan proses berjalan lancar.

Pastor Charles Burrows, pembimbing rohani untuk terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularte, mengungkapkan bahwa para terpidana mati tidak mengenakan penutup mata dan hanya menatap lurus ke depan ketika timah panas dari moncong senapan menembus tubuh mereka.

"Semua terpidana melihat ke depan, tampaknya semua menerima nasib mereka," kata Pastor Burrows.

Pastor Burrows mengungkapkan ini merupakan pangalaman yang sulit baginya. Pasalnya, Gularte, didiagnosis menderita skizofrenia sejak remaja, masih meyakini bahwa Indonesia telah menghapuskan hukuman mati dan menerapkan perjanjian ekstradisi tahanan perjanjian dengan Brazil.

"Kami tidak berpikir bahwa (eksekusi) akan terjadi. Namun sekarang semua sudah dilakukan, sudah selesai," kata Pastor Burrows.

Sementara itu keluarga Chan dan Sukumaran merilis pernyataan pada Rabu pagi (29/4).

"Hari ini kita kehilangan Myuran dan Andrew. Anak kita, saudara kita. Dalam 10 tahun sejak mereka ditangkap, mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk menebus kesalahan, membantu orang lain," bunyi pernyataan dari keluarga.

"Mereka sangat berterima kasih atas semua dukungan yang mereka terima. Kami juga akan selamanya berterima kasih," bunyi pernyataan tersebut. (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER