New Delhi Akan Larang Tes Fisik bagi Korban Perkosaan

Ike Agestu/Reuters | CNN Indonesia
Selasa, 09 Jun 2015 07:42 WIB
Setelah diprotes luas, otoritas New Delhi, India, akan melarang metode tes dengan dua jari yang kontroversial untuk pemeriksaan forensik korban perkosaan.
Jumlah perkosaan di negara itu naik 35,2 persen dari tahun sebelumnya menjadi 33.707 kasus pada 2013. New Delhi sendiri melaporkan 1.441 kasus perkosaan pada 2013, menjadikannya kota India dengan jumlah tertinggi pemerkosaan. (Reuters/Reuters/Anindito Mukherjee)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pihak berwenang di New Delhi, India, mengatakan mereka akan melarang tes manual dengan jari yang sudah ketinggalan zaman untuk pemeriksaan forensik terhadap korban perkosaan.

Metode “tes dua jari" yang kontroversial—melibatkan seorang dokter memasukkan jari ke dalam vagina korban perkosaan untuk menentukan apakah dia aktif secara seksual—dipandang sebagai yurisprudensi medis usang di banyak negara, termasuk di India.

Namun sebuah memo pada 31 Mei dikirim ke rumah sakit-rumah sakit di Delhi, menyebutkan bahwa tes semacam itu bisa dilakukan jika korban perkosaan bersedia memberikan persetujuannya. Memo itu menyatakan bahwa larangan tes tersebut secara total bisa merugikan kesehatan korban dan mengakibatkan ketidakadilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Kesehatan Delhi, Satyendar Jain, mengatakan memo itu telah "disalahartikan" dan pemerintah ingin menjelaskan bahwa korban kekerasan seksual tidak akan menjalani tes.

“Disarankan bahwa profesional medis tidak harus melakukan tes jari, kecuali terindikasi secara medis, bahwa tes itu adalah untuk tujuan pengobatan saja," kata Jain dalam konferensi pers pada Senin (8/6).

Menyusul sebuah perkosaan terhadap seorang perempuan muda di bus di New Delhi yang menjadi sorotan di seluruh dunia, sebuah panel untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan dibentuk pada 2013, dan menyerukan penghentian metode tes dua jari.

Empat bulan kemudian, pengadilan tinggi negara itu mengatakan tes tersebut melanggar hak privasi perempuan, dan memerintahkan pemerintah untuk menyediakan prosedur medis yang lebih baik untuk mengkonfirmasi serangan seksual.

Tes ini kemudian dilarang oleh Departemen Riset Kesehatan dan Dewan Riset Medis India, bersamaan dengan pedoman tes baru yang diterbitkan pada 2014.

Namun di beberapa bagian India, tes itu terus dilakukan.

Tes meliputi rincian tentang selaput dara, termasuk apakah masih utuh atau robek, ukuran vagina, dan jumlah jari yang dapat masuk untuk menentukan apakah korban adalah "terbiasa dengan seks". Tak hanya traumatis bagi korban, tes semacam ini juga menimbulkan stereotipe yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kasus mereka.

Menurut data pemerintah, jumlah perkosaan di negara itu naik 35,2 persen dari tahun sebelumnya menjadi 33.707 kasus pada 2013. New Delhi sendiri melaporkan 1.441 kasus perkosaan pada 2013, menjadikannya kota India dengan jumlah tertinggi pemerkosaan dan mendapat julukan ibu kota perkosaan dunia. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER