PBB Kurangi Jumlah Staf di Indonesia dan Asia

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Selasa, 30 Jun 2015 11:45 WIB
PBB melakukan perampingan staf di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, serta menutup kantor di Papua Nugini, Sri Lanka.
PBB melakukan perampingan staf kemanusiaannya di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, serta menutup kantor di Papua Nugini, Sri Lanka. (Reuters/Stringer)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah berpuluh tahun memberikan dana kemanusiaan dan bantuan sukarelawan ketika terjadi bencana banjir, gempa bumi dan badai, PBB melakukan perampingan sumber daya manusia di beberapa negara Asia.

Oliver Lacey-Hall, kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Asia Pacific, atau OCHA PBB di Bangkok menyatakan bahwa OCHA akan akan menutup kantornya di Papua Nugini bulan ini dan Sri Lanka pada akhir tahun. Selain itu, OCHA juga mengadakan "perampingan karyawan secara besar-besaran" di Indonesia.

OCHA meningkatkan operasinya di Indonesia setelah bencana tsunami tahun 2004 lalu, yang menewaskan sekitar 127 ribu orang di Aceh. Kala itu, perwakilan OCHA di Indonesia mencapai 130 orang yang tersebar di enam kantor di seluruh negeri. Sekarang, karyawan Ocha hanya berjumlah enam orang dan semuanya ditempatkan di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lacey-Hall memaparkan bahwa sekitar satu dekade lalu, sebelum bencana tsunami terjadi, banyak negara di kawasan itu tidak memiliki otoritas manajemen bencana alam. Oleh karena itu, OCHA kerap kali mendatangi negara-negara yang dilanda bencana dan berkoordinasi memberikan bantuan kemanusiaan.

Namun, setelah sejumlah bencana besar terjadi, seperti banjir di Thailand dan Pakistan, dan serta tsunami di Jepang, membuat pemerintah bersatu dengan kelompok masyarakat sipil untuk membentuk manajemen bencana yang sigap.

"Kami melihat terdapat semacam perubahan lingkungan regional, yang berarti OCHA tak harus berada di sejumlah negara tersebut," kata Lacey-Hall.

Meski demikian, OCHA akan mempertahankan kantor regionalnya di Bangkok untuk membantu pemerintah mempersiapkan dan mengkoordinasi bantuan ketika bencana terjadi.

"Jika kita memiliki bencana berskala besar di wilayah ini, seperti yang Anda lihat di Nepal, kita akan berada di sana dan memberikan dukungan yang cukup cepat," kata Lacey-Hall.

Kantor OCHA di Nepal yang akan ditutup pekan ini memiliki 30 karyawan pasca gempa bumi yang terjadi pada April dan Mei lalu.

Lacey-Hall menyatakan keberhasilan negara-negara di kawasan ini dalam mendirikan otoritas manajemen bencana sebagian berasal dari Hyogo Framework for Action 2005, pedoman yang diadopsi oleh berabagai negara untuk mengurangi risiko dan menanggulangi bencana dengan lebih baik.

Dia mencontohkan bahwa Indonesia dan dan Filipina telah membuat kemajuan yang besar setelah bencana meletusnya gunung berapi, gempa bumi dan badai topan.

"Jika Indonesia adalah supermarket bencana, Filipina adalah hypermarket bencana," katanya Lacey-Hall.

OCHA juga belajar mempersiapkan logistik dan melibatkan pemerintah dari berbagai bencana yang terjadi dalam satu dekade lalu. Tahun ini, misalnya, OCHA mengeluarkan pedoman kesiapsiagaan tanggap darurat di Nepal.

"Kami kini tahu bekerja sama dengan pemerintah, berinteraksi dengan militer, dan mekanisme upaya pencarian dan penyelamatan dengan cukup jelas," kata Lacey-Hall.

Kini, dengan anggaran regional lebih dari US$16 juta, atau sekitar Rp213 miliar, OCHA bertujuan untuk membantu meningkatkan respon bencana dan bekerja sama dengan Pusat Korrdinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN di sejumlah negara. (ama/ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER