Naypyitaw, CNN Indonesia -- Pemerintah Myanmar membredel media yang memiliki hubungan dengan Ketua Parlemen Shwe Mann setelah dia dan sekutunya disingkirkan dari kepemimpinan partai yang berkuasa oleh Presiden Thein Sein.
Pembredelan media tersebut terjadi setelah militer terlibat dalam langkah penyingkiran Shwe Mann pada Kamis (13/8), dan langkah ini akan meningkatkan keprihatinan terkait kemajuan reformasi demokrasi karena pemerintah mempergunakan taktik yang mirip dengan era pemberangusan oleh militer Myanmar.
Shwe Mann membuat marah militer karena mendukung upaya di parlemen mengubah undang-undang yang membatasi peran politik militer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yamin Tin, pemimpin redaksi harian
Union Daily mengatakan kepada Reuters pada Jumat (14/8), Kementerian Informasi memerintahkan koran
Union Daily dan jurnal mingguan
Leader untuk berhenti terbit.
Kedua media itu dikelola oleh Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan, USDP, dan hingga Rabu (13/8) dianggap sebagai juru bicara Shwe Mann.
“Staff diperintahkan untuk tetap bekerja, jadi kami memperkirakan akan diperbolehkan terbit kembali setelah beberapa waktu,” kata Yamin Tin.
Menteri Informasi tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentarnya.
Selain itu, radio
Cherry FM, yang memiliki hubungan dengan menantu Shwe Mann juga tidak lagi melakukan siaran pada Jumat.
“Kami kehilangan signal,” ujar Than Htwe Zaw, seorang manajer
Cherry FM. Dia tidak mengetahui dengan pasti masalahnya dan mengatakan
Cherry tidak menerima perintah untuk menghentikan siaran.
Aung San Suu KyiPasukan keamanan mengepung kantor pusat USDP pada Rabu malam, dan sesaat setelah itu para politisi berkuasa yang dekat dengan presiden memulai pertemuan untuk menyingkirkan faksi Shwe Mann.
Amerika Serikat mengemukakan keprihatinan atas penggunaan pasukan keamanan dalam perselisihan antara dua polisi yang saling bersaing ini, dan menekankan perlunya mempertahankan rasa percaya rakyat terhadap proses demokrasi menjelang pemilihan umum 8 November mendatang.
Pemilihan umum itu sebelumnya disebut-sebut sebagai pemilu yang bebas dan adil pertama sejak kekuasaan militer selama 49 tahun berakhir pada 2011.
Pemimpin oposisi dan penerima hadiah nobel, Aung San Suu Kyi, membatalkan rencana kunjungan ke Negara Bagian Shan setelah mendengar perubahan kepemimpinan di partai USDP.
“Dia memandang perubahan kepemimpinan di USDP sangat penting bagi negara dan parlemen sehingga dia tidak bisa berpergian saat ini,” kata Win Htein, anggota Komite Eksekutif pusat partai pimpinan Suu Kyi.
Shwe Mann telah membangun hubungan dan Suu Kyi yang berulangkali meminta agar militer mundur dari politik.
Hubungannya dengan Thein Sein jauh lebih dingin. Dalam wawancara dengan Reuters awal tahun ini, Suu Kyi mengatakan presiden menjalankan “rejim keras’ dan tidak benar-benar ingin menerapkan reformasi.
“Shwe Mann lebih dekat dengan Aung San Suu Kyi,” kata Win Htein. “Sementara dengan Presiden Thein Sein, Aung San Suu Kyi tidak terlalu dekat jadi sulit untuk mengatakan bagaiman situasi ini akan berkembang.”
Partai Liga Nasional Bagi Demokrasi, NLD, pimpinan Suu Kyi menang mutlak dalam pemilu 1990 namun tidak pernah diijinkan militer untuk berkuasa. Partai ini diperkirakan akan mendapat suara besar dalam menghadapi partai USDP dalam pemilu mendatang, namun Suu Kyi sendiri dilarang menjadi presiden sesuai dengan satu pasal dalam UUD yang disusun oleh militer.
 Ketua partai oposisi Aung San Suu Kyi memiliki hubungan dekat dengan ketua parlemen yang disingkirkan. (Reuters/Soe Zeya Tun) |
Presiden Myanmar dipilih oleh parlemen, bukan dipilih langsung oleh pemilih.
Anggota senior NLD sempat mengatakan bahwa Suu Kyi kemungkinan akan mendukung Shwe Mann sebagai calon presiden setelah pemilu, meski sejak itu dia mengatakan bahwa partainya tidak ingin lagi seorang mantan jenderal menjadi presiden.
Setelah Shwe Mann tidak lagi bisa berlaga, Thein Sein berhasil menyingkirkan calon saingan beratnya.
Pakar Asia Tenggara di Pusat Studi Strategi dan Internasional Washington Murray Hiebert mengatakan, situasi ini bisa berdampak positif dari sisi stabilitas karena hubungannya yang lebih baik dengan militer.
Akan tetapi situasi ini menimbulkan pertanyaan terkait seberapa besar peran Dewan Nasional dalam pemilihan mendatang, dan tindakan yang akan diambil militer jika hasil pemilu tidak sesuai dengan harapannya.
Hiebert mengatakan hubungan Thein Sein dengan Aung San Suu Kyi merupakan sumber kekhawatiran.
“Jelas terlihat bahwa Thein Sein adalah seseorang yang bisa membuat kesepakatan dan berkompromi…tetapi setelah kejadian ini, saya pikir dia tidak akan dengan segera bertemu dengan Aung San Suu Kyi.”
(yns)