Seoul, CNN Indonesia -- Penasehat pemimpin Korea Utara dan Korea Selatan mengadakan perundingan di desa gencatan senjata Panmunjom sepanjang sabtu hingga Minggu dini hari yang menimbulkan harapan ketegangan kedua negara yang diambang peperangan ini akan berakhir.
Pertemuan di desa Zona Demiliterisasi, DMZ, terkenal dengan gedung berwarna biru terang dan tentara berwajah kaku, dimulai tidak lama setelah batas waktu ultimatum Korea Utara yang menuntut Seoul menghentikan siaran propaganda ke seberang perbatasan atau menghadapi aksi militer.
Tenggat waktu itu berlalu tanpa insiden.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kantor presiden Korea Selatan mengatakan dalam pernyataan tertulis bahwa Utusan ke perundingan ini membicarakan cara memecahkan ketegangan yang terjadi dan meningkatkan hubungan.
Perundingan yang dimulai Sabtu (22/8) ini berakhir Minggu (23/8) dini hari dan utusan kedua negara akan kembali berdialog hari ini juga.
Saling tembak artileri terjadi pada Kamis yang mendorong PBB, Amerika dan satu-satunya pendukung Korea Utara yaitu China, menghimbau kedua negara untuk menahan diri.
Seorang pejabat pertahanan Korea Selatan mengatakan militer negaranya masih dalam keadaan siaga meski ada perundingan kedua negara.
Penasehat keamanan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye dan menteri unifikasi bertemu dengan Hwang Pyong So, penasehat militer tertinggi Kim Jong Un, dan Kim Yang Gon, seorang pejabat veteran masalah antar-Korea.
“Korea Selatan dan Korea Utara sepakat untuk melakukan kontak terkait dengan situasi yang sekarang terjadi dalam hubungan Selatan-Utara,” ujar Kim Kyou-hyun, wakil penasehat keamanan nasional Korea Selatan dalam satu jumpa pers yang disiarkan di televisi.
Pada Jumat Pyongyang mengajukan usul awal pertemuan itu, dan Seoul mengajukan usul yang sudah diubah yang menginginkan kehadiran Hwang.
Kantor berita Korea Utara, KCNA, juga mengumumkan pengumuman itu dengan menyebut Korea Selatan sebagai Republik Korea, satu pengakuan terhadap negara musuhnya itu yang jarang dilakukan. Situasi ini berbeda dengan retorika yang keluar sebelumnya.
“Mereka harus bisa mencapai satu kesepakatan yang bisa membuat kedua belah pihak tidak merasa malu. Itu yang sulit,” ujar James Kim, peneliti di Institut Asia untuk Studi Kebijakan di Seoul.
“Korea Utara kemungkinan akan menuntut siaran propaganda dihentikan, dan mereka kemungkinan menemui jalan buntu dalam isu ini.”
[Gambas:Video CNN] (yns)